Saturday, October 11

Kopi Saya Dicuri


24 April 2025


Edisi Kelas Menulis Kreatif


Pusat keramaian, di situ sejumlah kedai kopi menaruh jualannya. Saya pilih datang di area mall, alasannya saya suka tempat yang nyaman dan tentu dijamin kebersihannya. Alasan lain, area mall lebih luas, kalau bosan boleh langsung beranjak ke titik lain. Cari menu yang manis, ada. Pahit juga ada. Aneka jajanan, untuk sekedar ngemil boleh, ngobrol dan makan sampai puas semua tersedia. Kedai kopi ada di banyak titik di kota Makassar. Anda dapat memilih lokasi, tentukan sendiri.


Oleh: Chrezencia


Gambar: Pelayan di kedai kopi.


SAYA perempuan, datang di kedai kopi dilayani perempuan, dijamu perempuan. Samping kiri kanan dan depan ada orang-orang sibuk di depan mangkuk kertasnya sambil tepuk tangan, jari-jari mereka membentuk simbol, lengan – badan – kepala lenggak-lenggok. Orang-orang itu tak hanya didominasi perempuan, ada kelamin lainnya, semua lenggak-lenggok, bergoyang.

Bayangan di kamera handphone menghipnotis diri sendiri, ini yang bikin saya tertawa sekaligus murka mengingat kopi:. Pernah memesan minuman dua paket, satunya saya minum dan masih sementara saya nikmati. Sebentar saya tinggalkan lokasi, sekitar lebih sepuluh menitan. Pergi ke lantai dua mengambil tas yang saya beli. Ketika kembali, satu paket minuman yang belum sempat saya sentuh sudah raib. Sepi di sekeliling ruang, saya meminta pelayan di situ untuk membuka cctv? Jelas dua makhluk yang tadinya lenggak-lenggok di samping meja saya memboyong satu paket minuman saya yang belum disentuh itu — satu perempuan bercadar, ceking, berjaket biru benhur terang, berjins gelap ketat, berkasut putih. Dia yang memboyong minuman saya. Temannya sebaya, perempuan, ceking juga, berbaju berbahan gelap. Beriringan mereka keluar kedai melewati pintu kaca lalu menghilang tanpa rasa bersalah, malah keduanya cekikikan.

File video dari cctv pindah ke handphone, makanya saya hafal betul ciri-ciri perempuan pencoleng minuman saya itu. File video itu masih saya simpan, biar saja busuk filenya di gadget saya. Kisah kopi yang lucu, kopi dicuri. Tampang kece, cakep, montok, ceking, gembira, muram, bukan jaminan. Orang-orang berpura-pura tersenyum, pura-pura bahagia, pura-pura kaya, berdrama fakir. Tapi, tinggalkan saja. Lupakan rautnya supaya tidak murka seumur hidup. Tertawa menonton pencuri lucu yang rakus yang haus yang miskin yang ngeselin itu. Hahaha.

Ah, hidup memang lucu. Saya pura-pura lupa, tadi bilang tidak murka seumur hidup, nyatanya masih terus mengumbar marah sambil menggerutu dalam bathin. Saya suka minuman manis dan dingin. Boleh balajar dari pengalaman, manis dingin. Tampang manis, perilaku tidak dijamin manis. Sudah berlalu sekian hari kejadiannya, masih membekas lucunya. Mengehal nafas panjang, lalu menyemburkan hawa apek dan kenangan ‘kopi saya dicuri’.

Sementara memerhati kawan-kawan berbincang di dua meja, saya menelisik jenis merchandise di rak pajangan dekat pintu masuk: ada bahan plastik, acrylic, stainless steel — kemudian membaca indonesiabaik.id, di situ ada data Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), produksi kopi global mencapai 170 juta kantong. Per kantong berisi enam puluh kilogram kopi. Ini data pada periode 2022-2023. Dicatat Indonesia merupakan negara penghasil kopi terbesar ketiga dunia setelah Brazil, dan Vietnam. Indonesia disebutkan telah memproduksi kopi sebanyak 11,85 juta kantong, dengan rincian kopi arabika ada 1,3 juta kantong dan kopi robusta sebanyak 10,5 juta kantong.

Tinggal di rantau, di sini di rumah saya tidak tersedia kopi. Kalau kepingin ngopi, langsung cari kedai. Padahal, di daerah kami ada kebun kopi. Banyak orang menanam kopi, perempuan-perempuan di desa membersihkan lahan, menanam kopi, memelihara tanaman itu, menunggu musim panen, memanen, menjemur, membersihkan biji-bijinya, menyangrai, menumbuk, dst.

Saya penikmat kopi, walau tak ngerti cara mengerjakan kopi hingga cara penyajiannya. Mengenal kopi dari membaca informasi saja. Tahu bahwa kopi Toraja ‘katanya’ dikenal unik dengan aroma earthy khas, menyimpan karakter rasa nikmat memikat.

Saya asalnya dari Toraja. Membaca artikel Yoga A. Musika di Otten Coffee, jadi paham sedikit yang mana, “biji kopi Toraja berasal dari daerah perbukitan di Sulawesi Selatan. Daerahnya berada sekitar 1700mdpl boleh dibilang punya nutrisi baik untuk kopi arabika tumbuh subur. Dari sejarahnya, biji kopi Toraja ini ikut serta meramaikan masa-masa awal kopi masuk ke Indonesia di abad Enam Belas. Biji kopi dibawa oleh Belanda. Didistribusikan melalui pelabuhan Suppa, disebarkan ke tanah Toraja, dan sekarang yang populer adalah Toraja Sapan dan Toraja Yale.”

Pernah nonton tayangan berita kopi: Ketenaran kopi Toraja tak setenar gaji petani kopinya. Mungkin maksudnya gaji buruh tani kopi ya? Entahlah. Sambil menulis saya belajar. Pembimbing saya banyak sekali obrolannya, sampai bingung ternyata sudah sejauh ini saya menulis, menambah resume sedikit demi sedikit, akhirnya panjang juga artikelnya. Hahaha.

Pikiran saya masih penuh pertanyaan. Bukan tentang kopi, namun tentang para pelayan di kedai kopi: kira-kira apa kompensasi yang mereka peroleh ketika jadi pelayan? Nikmat apa dari kerja jadi pelayan kedai? Entah. Biar saja tidak mengerti.

Teman saya ada berapa yang pernah kerja di kedai kopi. Mereka bilang penghasilannya lumayan. Ada yang bertahan, ada yang kemudian keluar dan cari kerjaan lain. Pindah, mungkin cari suasana baru, cari pengalaman baru. Cari kopi baru. Enggan bertanya pada pelayan di kedai ini.  Saya simpan dalam benak semua tanya mengenai kopi dan usaha kopi.

Mereka, yakni pelayan yang di sini ramah dan riang. Saya mendadak lupa pada minuman saya yang pernah diboyong ‘si cadar ceking’. Lupa waktu karena nikmat kopi, atau jenis minuman lain dan jajanan lain yang menggoda.

Tetap suka nongkrong di kedai kopi, menghabiskan waktu bersantai bersama kawan-kawan. Kadang lupa, kedai sudah mau tutup, kami belum selesai ngobrol. (*)


Editor: Dera Liar Alam


13 Comments

Comments are closed.