24 November 2022
Oleh: Dera Liar Alam
Editor: Parangsula
Gambar: Perempuan, kelamin yang dibola
BELUM mulai pergulatan, kau sudah memilih kalah, menunjuk kaki-kaki lelah, patah. Biar saja, bendera-bendera tetap berkibar di tanah pemujanya diiring peluit panjang kebimbangan, orang-orang berlari mengejar gagasan pola, bola-bola menabrak sunyi. Bebas, bebas, bebaskan…!!
Kelamin-kelamin berpasangan, bertutur pertandingan diulang tadi subuh. Matahari adalah lampu-lampu yang tidak kenal terbit-tenggelam, selalu nyala, bakar waktu. Bola-bola politik, menggelitik diusik berisik mengiris sisa-sisa harap yang miris. Kemudian, orang-orang terbanting diurusi regulasi negeri ngeri. Demokrasi katanya, urusannya investasi berdalih tukang tagih darah daging dan lendir. Darah, darah, darah, dara-dara jadi bola, disepak kian kemari…
Tak-kah kau niat melukis airmatanya
Mengembun, lalu berderai setelah pagi menyingsing, sudah hilang
Taruh harga diri, seperti bendera merdeka robek oleh bola peluru
Kata teori di deras waktu, hidup pilihan:
Sementara kuasa sandiwara mainkan temali, mengikat menjerat bola
Memainkan pisau, mengiris, tikam
Mainkan pedang terhunus, potong, potongan cerita:
Tukang tagih di depan pintu, di depan jendela
Diusir, datang lagi membawa bola
Bola-bola, bola, liar menabrak mata
Kuasa, sering buta untuk memahami hutang,
Kemanusiaan yang beradab entah
Jelma nasib pilih tak mungkin dielak
Bila tanya itu [juga] untukmu
Jawablah:
Dongeng ini [juga] tentang perempuan
Yang kekeh pada malam…
Bola, bola matanya sengaja dirabunkan gosip: kodrat
Bola fisik psikis fiksi, fakta faktual…
Bola bola bola kalah lagi kalah lagi
Diskusi sajak Dera Liar Alam dengan Herri Dwinanto
Jakarta, 24 November 2011