Wednesday, April 17

Kopi Nikmat Usai Hujan di Minanga Timur


19 November 2022


Paling tidak – nama – ‘Minanga Timur’ ada di dua lokasi di Sulawesi, selasatu ada di Nosu, Mamasa, Sulawesi Barat, berikutnya ada di Pusomaen, Minahasa Tenggara, di jazirah utara Sulawesi. Suatu sore mampir di wanua itu dan minum kopi nikmat sekali…


Oleh: Daniel Kaligis
Editor: Philips Marx


RUMAH di kelok dusun, kami datang ke sana. Bangunan bertembok rendah menghadap arah matahari terbit, jalanan menikung, bukit, kebun dan hutan, langit mendung, gerimis satu-satu kian hilang sore itu. “Torang so hubungi Iko, ada di rumah dia,” ucap Rikson. Dan dari balik ruang, ada suara-suara semacam ritual penyambutan tamu. Seorang lelaki mengintai dari balik cermin tembus pandang, langsung keluar dari pintu menyambut ketika menyadari siapa yang datang. Yang mengintai itu, Iko, lengkapnya Febrico Pogaga, tuan rumah. Ketika tiba, ada enam lelaki seperti mengepung ruang dengan jarak sangat dekat, melangkah ke depan pintu masuk, lainnya berdiri di samping dan di halaman, semua mengucap salam.

Gesit Iko, sebentar dia pergi dengan motornya, lalu kembali membonceng Noel Sumombo, kawan komunitas pegiat audio-visual di wanua Minanga Timur. Kami masih bercakap di depan rumah, tak lebih sepuluh menit, sang tuan rumah mengajak rombongan dari Pusat Kajian Kebudayaan Indonesia Timur (PUKKAT) untuk masuk: padahal, kelompok orang yang datang itu, yakni Denni, Kalfein, Greenhill, Rikson, Yonatan, masih riang berbincang di luar rumah. “Mari, so sadia kopi. Minum dulu,” kata tuan rumah. Seorang perempuan beranjak manakala suara anak kecil terdengar dari dalam bilik, masuk lagi. Dia ibu dari Iko, senyum dia merekah melihat orang-orang duduk melingkari meja. berbincang sambil minum kopi.

Sebagaimana diketahui, Pusat Kajian Kebudayaan Indonesia Timur didukung Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia, lewat Program Sinema Mikro menggelar rangkaian kegiatan festival film sebagai wadah ekspresi, apresiasi dan edukasi. Secara spesifik rencana festival film ini diberi tema ‘Festival Film Wanua’ (FFW). Datang di tempat Iko adalah rangkaian sosialisasi dan pendataan sineas, pendataan komunitas film dan karyanya.

Lebih enam puluh kilometer dari Tomohon ke Minanga Timur, kami singgah di berapa titik, di Tondano dan Langowan, menuruni Pangu, Ratahan, lalu tiba di rumah Iko, menyeruput kopi mengumbar cerita sore sehabis hujan, walau langit masih berkabut, kuat cahaya sudah menebar twilight nan hampir di ufuk barat.

Denni menuturkan berbagai soal penting untuk didokumentasikan di tanah Minahasa, sandang, pangan, semua kegiatan terkait kearifan dan dapat dijadikan pelajaran sepanjang waktu. Sambil meneguk cairan hitam dari gelas, Rikson fasih mengomunikasikan inisiasi yang hendak dikerjakan bersama orang-orang di wanua. Kalfein, Greenhill, dan Yonatan memeriksa berkas, mengambil helai surat dan amplop, menyerahkan ke Iko dan Noel. “Kopi nikmat,” ujar saya. “Torang juga punya kopi biji salak, enak,” sambung Iko, tatapnya mengarah ke dapur. Belum sempat dijelaskan seperti apa jenis kopi itu, rombongan sudah pamitan dan beranjak. “Torang musti bakudapa dengan Hukumtua,” seru Rikson.

Mobil keluar dari halaman, menyusur sejumlah lorong tuju jalur utama Minanga Timur. Motor dikendarai Iko ada di depan, melaju, lewati titik ramai persiapan pesta di tengah wanua, kemudian sekitar satu kilometer dari rumah Iko, kami berhenti, singgah di rumah Frans J. Lontaan, dia hukumtua, kepala pemerintahan di wanua ini. Perempuan muda keluar dari pintu menyambut, dia kerabat Lontaan, bilang bahwa si hukumtua justeru ada titik persiapan pesta, lokasinya tidak jauh. Kami menunggu. Iko segera memutar motornya, pergi mengabarkan ke Lontaan, dan dia datang.

Minanga Timur ada di kecamatan Pusomaen, Minahasa Tenggara. Wanua itu di sana bertetangga dengan Bentenan, Bentenan Indah, Bentenan Satu, Makalu, Makalu Selatan, Minanga, Minanga Satu, Minanga Dua, Minanga Tiga, Tatengesan, Tatengesan Satu, Tumbak, Tumbak Madani, dan Wiau. Lontaan menyebut, program pembangunan yang dia kerjakan di wanua mengokomodir semua kegiatan masyarakat, “Torang selalu dukung aktivitas anak-anak muda sesuai visi pembangunan di Minanga Timur.” Kemudian Rikson memperkenalkan siapa-siapa yang datang dari PUKKAT, dan menjelaskan maksud dilaksanakannya Festival Film Wanua. Lontaan menyambut, “Boleh pake tuh balai pertemuan desa voor ini kegiatan. Nanti surat resmi dukungan kegiatan torang sampaikan.”

Berbincang di kediaman Hukumtua Frans J. Lontaan

Kami berfoto bersama, bersalaman, lalu berlalu dari dari Minanga Timur manakala malam hendak turun segaris dari ufuk. Lewati Palamba, Atep, berhenti sejenak di situ nikmati kopi dan sajian makan malam, lintasi Langowan, Tompaso, Kawangkoan, Sonder, bale ke Tomohon. (*)