Thursday, November 21

Hollandia 1910


19 Januari 2022


Ngarai, sungai, rawa ditumbuhi pepohon sagu. Mata airnya ada di Pegunungan Cyclop. Numbay dan Anafri bertemu, bermuara di Teluk Numbay. Mata angin sejarah menarik ditelisik, para petualang telah datang, mampir dan menetap, lalu ingin merebut.


Dirangkum dari berbagai sumber.
Oleh: Dera Liar Alam
Editor: Parangsula


Gambar: Dawn – Port of Jayapura, dipanah dari Aston.


SUATU pagi di Bay of Bau O Bwai.

Nyanyi rindu mengalun di antara kabut, puncak gunung-gunung, dan semerbak rimba. Berapa zaman berlalu, seperti menyeruak Nuuk, San Jose, Songkhla, Puerto Princesa, Quezon City. Bukan, bukan Greenland, bukan Kosta Rika, bukan Thailand, bukan Filipina, bukan di sana. Ini Papoea, ini di Jayapura.

Tualang Ynico Ortis de Fretes dengan armadanya San Juan, 1545. Dalam pelayaran itu Ynico singgahi Mamberamo River, menamai tanah di sana sebagai Nova Guinea.

Jauh waktu bergulir — retak masa edar orbit bumi terhadap matahari — dari 1545 ke 1768, ada dua ratus dua puluh tiga tahun. Di Nantes, sekitar lima puluh kilometer dari pantai Atlantik, rombongan tumpangi kapal dipimpin pelaut L.A. Bougenville bertolak untuk penjelajahan keliling. Zaman Klasik, dermaga di Nantes itu dikenal sebagai Port of Loire.

Rombongan L.A. Bougenville sempat berlabuh di Teluk Humboldt, sekarang dikenal sebagai Teluk Yos Sudarso, Jayapura. Di sana, L.A. Bougenville menamai Dobonsolo sebagai Gunung Cyclops. Penamaan Cyclops diambil dari kisah raksasa Yunani dalam mitos Yunani bermata satu bertampang seram. Gunung di sekitar Skow, di timur Jayapura, dinamainya Bougainville.

Di ruang lain, bola merah meramu awan langit timur. Berita-berita sederet cerita. Gambar kita ada di layar kaca. Anak-anak tidak lagi berbaris menyalami bendera usang. Ada berita kelahiran prematur, keguguran yang disangka abortus criminalis, perempuan yang terpenjara karena hukum yang paternalis, jutaan anak lelaki dan perempuan menjadi korban aktivitas ilegal seperti perbudakan, penyeludupan manusia, eksploitasi seks, orang-orang dipaksa terjun ke medan militer, dan seterusnya.

Saya pernah menjejak area yang pernah diduduki Jepang, medio 1942 itu. Wilayah berbatas Papua Nugini itu, juga pernah jadi markas Jenderal Douglas MacArthur. Di sana, bersua kawan, menelisik data, berdiskusi, dan belajar mengeja nama-nama.

Dikenal sejak masa silam, jejak nama — Airu: Aurina, Hulu Atas, Muara Nawa, Pagai. Demta: Ambora, Demta, Kamdera, Muaif, Muris Kecil, Yakore, Yougapsa. Depapre: Entiyebo, Kendate, Tabla Supa, Waiya, Wambena, Yepase, Yewena. Ebungfau: Abar, Babrangko, Ebungfa, Homfolo, Khameyaka. Gresi Selatan: Bangai, Iwon, Klaisu, Omon. Kaureh: Lapua, Sebum, Soskotek, Umbron, Yadauw.

Eja diucap jadi makna, lalu kata-kata, nama, makna bercampur sajak negeri seberang — Kemtuk: Kwansu, Mamda, Mamda Yawan, Mamei, Nanbom, Sama, Sekori, Skoaim, Soaib, Yebeyab Kecil. Kemtuk Gresie: Braso, Bring, Demetim, Demokaiti, Hatib, Ibub, Jagrang, Nembugresi, Pupehabu, Swentab, Yanbra. Namblong: Besum, Karya Bumi, Sanggai, Sermai Atas, Sermai Bawah, Imestum, Yakasib.

Dibaca berkali-kali jadi kenang — Nimbokrang: Benyom Jaya I, Benyom Jaya II, Bunyom, Berap, Hamograng, Nimbokrang, Nembukrang Sari, Rhepang Muaif, Wahab. Nimboran: Benyom, Gemebs, Imsar, Kaitemung, Kuipons, Kuwase, Meyu, Oyengsi, Pobaim, Singgri, Singgriway, Tabri, Yenggu Baru, Yenggu Lama. Ravenirara: Nehibe, Newa, Yongsu Dosoyo, Yongsu Safari. Sentani: Dobonsolo, Hinekombe, Hobong, Ifale, Ifar Besar, Sentani Kota, Sereh, Yobeh, Yoboi.

Arah mata angin, jalan sejarah mengada dulu dan sekarang — Sentani Barat: Dosay, Maribu, Sabron Sari, Sabron Yaru, Waibon. Sentani Timur: Asei Besar, Asei Kecil, Ayapo, Nendali, Nolokla, Puay, Yokiwa. Unurum Guay: Beneik, Garusa, Guriyad, Santosa, Sawesuma. Waibu: Dondai, Doyo Baru, Doyo Lama, Kwadeware, Sosiri, Yakonde. Yapsi: Bumi Sahaja, Kwarja, Nawa Mukti, Nawa Mulia, Ongan Jaya, Purnama Jati, Tabeyan, Taqwa Bangun. Yokari: Buseryo, Endokisi, Maruwai, Meukisi, Snamai.

Pada empat paragraf ‘jejak nama – makna – kenang – mata angin’ di atas, cerita lama bersambung-sambung, menemu definisi mengurai-kenali sosok, lokasi, dan keseluruhan unsur yang ada sana.

Membaca dari sejumlah literatur, menemu data manifest yang dicetuskan Komisi Nasional Papua, tercatat dimuat di harian Pengantara, 21 Oktober 1961, menyebut, “Nama tanah kami menjadi Papoea Barat dan nama bangsa kami Papoea.” Boleh bandingakan dengan artikel di kompas.com, 31 Desember 2009, dalam tajuk ‘Gus Dur yang Kembalikan Nama Papua untuk Irian Jaya’.

Saya belajar mengenali distrik-distrik di kotanya seumpama mengeja sajak: Muara Tami, Abepura, Heram, Jayapura Utara, Jayapura Selatan.

Danau Sentani, foto: dax

Sungai jernih Nau O Bwai, 1909, detasemen dikomandoi Kapten Infanteri F.J.P. Sache. Mereka seharusnya mendarat di Manokwari, namun pilih merapat Nau O Bwai, Kayupulo, popular Numbay. Ketika itu, Sache dikawal sejumlah perwira. Tercatat ada Dr. Gyllerup dan Perwira Laut Kelas Satu J.H. Luumes. Luumes mengepalai tim komisi perbatasan. Mereka mulai menebang pohon-pohon untuk membuat barak. Lalu tenda-tenda didirikan, jadilah pemukiman pertama Belanda, ada perwira, serdadu, pemikul, pembantu, dan seterusnya ratusan orang dari seberang menetap di sana.

Ngarai, sungai, rawa ditumbuhi pepohon sagu. Mata airnya ada di Pegunungan Cyclop. Numbay dan Anafri bertemu, bermuara di Teluk Numbay. Mata angin sejarah menarik ditelisik, para petualang telah datang, mampir dan menetap, lalu ingin merebut.

Hari berkabut, cuaca buruk. Kapten Infanteri Belanda, F.J.P Sachse, berpidato di depan pasukan dan penghuni kota, “Dengan nama Ratu, naikkan bendera! Semoga dengan perlindungan Tuhan tidak akan diturunkan sepanjang masa.”

Kelewang dihunus, sangkur disentak dari sarungnya. Mereka berseru, “Hura, hura, hura.” Tercetuslah Hollandia, 07 Maret 1910. (*)