Tuesday, April 30

Terminal Rajekwesi


21 Januari 2022


Oleh: Arman Yuli Prasetya
Penulis adalah Penulis
Tinggal di Bojonegoro


SATU

AKU INGIN MEMULAI, memulainya kembali: Bila langkahku berjalan ke gerbang hari ini, di sana aku hirup kembali udara yang dulu, sembari membayangkan wajahmu. Masa itu, angin dan cahaya bersekutu menyentuh wajahku membangun lorong-lorong waktu pada pandanganku, menuju padamu. Namun namamu, seperti kapuk yang terbawa angin, dari pohon randu tua yang tak berhenti menyesali diri. Mengapa waktu tak ingin berhenti untukku? Bila kapuk telah pergi dan aku tiada dikenalnya lagi. Aku hirup udara pagi. Sambutlah aku, sambutlah bila kau masih mengingatnya. Di jalan Veteran aku ingat sepi yang dulu, angin yang malas melepasku. Kini aku kembali, di mana dirimu, dirimu yang dulu? Di jalan Veteran ini, aku rasakan kehampaanku, diriku yang ditelan waktu.

DUA

KAU HANYA BERKATA pagiku telah menjadi malam, siang dan soreku selalu sibuk berkelahi hingga lupa diri. Di sepanjang jalan Lisman yang tak begitu panjang, aku merasakan bagimana hujan tak perlu awan, seperti ketentuan, tak perlu selalu aku pahami, aku hanya turut padamu bila tempat itu masih ada untukku.

Di balik kaca yang bening aku lihat rumah-rumah berlalu, tapi bayangmu selalu turut padaku. Bayangmu yang mendekap tubuhku. Aku pergi, jangan kau dekap aku lagi. Aku berkata tapi itu bukan yang ingin aku sampaikan padamu, seperti kepergian ini, aku tak menginginkannya, tapi apa yang bisa kupastikan untukmu selain janji yang harus kutepati. Walaupun aku rasa begitu berat menanggung itu, aku ikuti waktu bila nanti ia mengantarkanku kembali. Di sini, aku telah pergi.

TIGA

SEMUA TELAH BERUBAH, tapi adakah yang tak berubah? Arah ini membawaku kembali pada dirimu, memasuki hutan-hutan. Sebelum sampai aku padamu, aku rasakan kembali kesejukan dedaunan dan aku masih mengingatmu, angin berhembus menyegarkan diriku, menyegarkan waktu.

Aku lewati jembatan yang melintang, di atas bengawan itu kau kikis kesabaranku, untuk menatap wajahmu, aku gugup. Di simpang empat Mlaten, aku rasakan debur di dadaku semakin keras. Aku melihat betapa aku semakin dekat dengan dirimu.

Di jalan Veteran, aku rasakan lengang, sepi menyambutku, malam ini aku telah sampai di Rajekwesi. Di mana dirimu? Aku akan pulang ke rumah. Rajekwesi melihatku, dan dirimu yang telah lalu. (*)