Tuesday, April 30

Tenun Helong Melawan Punah


30 Mei 2022


Ragam budaya, tenun misalnya, mengikat filosofi suatu bangsa – menjunjung persaudaraan dan kekeluargaan. Tangan-tangan terampil masih mengerjakannya hingga hari ini…


Oleh: Daniel Kaligis
Penulis adalah jurnalis penulis


Gambar: Tenun Helong dari halaman Emmy Sahertian


HELONG dikenal dari bahasanya, Helong, sebagaimana disebut di Endangered Languages Project, dan di sejumlah situs dijelaskan yang mana dalam bahasa Helong dikenal ada tiga dialek: Bolok, Kolhua, dan Uitao. Penuturnya terdapat desa-desa di ujung barat pulau Timor dekat pelabuhan Tenau, kota Kupang hingga Amarasi, dan sebagian besar desa di Pulau Semau. Selain bahasa, Helong dikenal dengan kain tenunnya.

Kesempatan ini saya mau berbincang sedikit informasi tentang tenun, terkait Helong dan Kolhua. Kemarin, membaca topik di media sosial oleh kawan di Kupang, Emmy Sahertian, “Yang spesial dari peradaban Helong di Kolhua.” Rupanya, di Kolhua sementara berlangsung Festival Budaya Helong. Ada foto-foto disertakan Emmy di halamannya: Bersama orang-orang hebat dalam Festival Budaya Helong — ‘Melawan Punah’.

Sebagaimana diketahui, orang-orang Helong mendiami Pulau Timor. Kebanyakan dari mereka berdiam di Kabupaten Kupang, yaitu di Kupang Barat dan Kupang Tengah; serta selain itu juga di Pulau Flores dan Pulau Semau. Mata pencaharian suku ini terutama adalah berladang, berburu, menangkap ikan, dan membuat kerajinan tradisional.

Saya lalu mengunggah sejumlah tulisan tentang tenun. Di sana diinformasikan ada tenun belah ketupat. Motif ini, menurut yang ditulis di Lawe Indonesia digunakan dalam berbagai upacara adat seperti pernikahan, ritual kematian, dan upacara-upacara penting lainnya.

Belah ketupat mengambarakan bahwa dalam masyarakat terdiri dari banyak marga. Motif yang mengisi bagian dalam sepanjang gambar belah ketupat itu melukiskan masyarakat di sana punya satu ikatan kekeluargaan dalam budaya dan bahasa. Lingkaran oval pada tengah-tengah belah ketupat, menggambarkan bahwa meski mereka memiliki banyak marga namun berasal dari satu moyang. Itulah mengapa mereka tetap menjunjung persaudaraan dan kekeluargaan baik yang ada Helong dan dengan mereka yang berada di tanah rantau.

Sudah berapa saya kali ke Kupang. Berikut ini, saya hanya membayangkan sambil mengamati foto-foto Emmy terkait aktivitas festival di sana. Angan seakan berada di Kolhua, Maulafa, Nusa Tenggara Timur. Foto-foto lebih kental dari sekedar cerita dan teks, terbayang tangan-tangan terampil sementara menenun, menjaga peradaban di sana. (*)