04 September 2022
Oleh: Dera Liar Alam
Penulis adalah jurnalis penulis
DI ATAS langit ada ruang maha luas, punya para penemu pencipta dan pecinta…
Dan kita sudah sering berkunjung di situ: memantau mimpi ditabur alam berpikir, katanya nirvana di seberangmu, langit keemasan.
Tebing awan berganti bentuk berganti wajah dan warna, ditudungnya samudera, gunung, sungai, selokan, parit, dan hutang-hutang kita…
Bila badai, kita terhempas ke tanah, dan angin tak bertanya siapa tuhanmu apa golongan darahmu apa partaimu…
Langit, bilamana mimpi-mimpi menggelayut mesra dari gubuk bumi, bintang-bintang berkedip di atap bocor para miskin yang tertawa pada susah, perempuan-perempuan menua keriput memanggul beban nista gender kelamin sosial…
Anak-anaknya tumbuh seperti dahan, seperti bunga, lalu kering di malam buta. Haus, tissue, janji palsu: tertawa ternyata memanjang usia dan damai…
Langit, di mana aku menabur sajak-sajak. Nelayan menjala pantainya hilang ditimbun longsor iman pembangunan…
Alang-alang berganti status hutan negara, orang rimba menitip surat pada gadget, burung-burung dan layangan kehilangan musim…
Tanah menjadi ibukota, mencakar langit, memanggang neraka sebagai penjara jarahan yang dikuras dari penyeragaman…
Langit, adalah subuh berdentang memanggilmu bangkit…
Langit, adalah siang dan petang, merentang kenang garang atau senang…
Langit, malam yang ramai berkabut, dingin dan syahdu…
(*)
Karimun Jawa, 2018