Monday, October 14

Lumekep Sana Ta’un


31 Desember 2023


Oleh: Parangsula


PINAESAAN ne Kawasaran menggelar ritual spiritual di tanah Minahasa: Lumekep Sana Ta’un – ditafsir kontemplasi refleksi menuntas peristiwa dalam lembar Masehi 2023. Acara itu berlangsung senja, 28 Desember 2023, di Amphitheater Woloan di kaki gunung Lokon.

Orang-orang berbagi cerita, yakni para tou, tonaas, waraney, wewene, tuama, dst. Menggugat dalam babak orde silam, sang sepuh, Tonaas Pontoh Supit Karundeng, ingatkan bahwa identitas budaya itu tetap terpatri pada setiap tou. Klaim dalam peran positif sebagai kawasaran bukan sekedar tarian, namun, “Dimaknai dalam tiap tindak nga’as – bijaksana – berkehidupan dari masing-masing tou,” begitu dipaparkan Dr. Denni Pinontoan, Ketua Pusat Kajian Kebudayaan Indonesia Timur.

Luna di tahta langit timur diterawang mata demi mata menandai biru diseling-selang awan kelam dan jingga. Gulita hampir, lalu Tonaas Rinto Taroreh kumandangkan tembang sentuh jiwa-jiwa, “Waktu hari dan tahun pada akhirnya akan berlalu, seperti daun di atas pohon pada akhirnya akan gugur juga. Oleh karena itu kita manusia ingat-ingat, carilah bekal jiwa untuk dibawa di keabadian. Syair ini untuk mengenang Tonaas Elvis. Malam bae.”

Wangi dupa terserap penciuman dalam gelap di suatu sudut, komat-kamit, suara tambur menderu pelan, teratur, menderap rasa manakala sitar tabung bambu ido-kardofon dipetik, desau lok-lok, oli-oli yaitu harpa mulut telah mengawali dengan tiupan magis. Tonaas Lengkong memainkannya. Malam seakan dalam belantara, sunyi memanggil-manggil, dan leluhur hadir menjenguk.

“Eeeee royorr, eee royor. Tambor, tambooorr….” Seseorang dihinggapi arwah. Dia meminta tambur ditabuh. Mata tertutup kain, lengannya memainkan santi, parang kawasaran. “Tuamaaa. Tuama,” sambut waraney ikut menghunus santi. Malam, tepi wanua nan lengang, luna tak sepenuh silam, awan-awan hilang oleh asap, upacara nan magis. (*)