Tuesday, April 30

Susastra

Kontemplasi Luka
Susastra

Kontemplasi Luka

21 Juni 2022 Oleh: Jamal Rahman Penulis adalah penyair penulis Ketua KPU Bolaang Mongondow Timur Gambar Model: Novia Bachmid – Foto by Jamal Lokasi: Hutan Kota Tutuyan Gear: Canon 550D, 50mm f/1.4 LUKA memang harus dilupa Meski jalan melupai adalah: membuka luka sama Sebab terik kisah kita tertawan bayang sejarah Dan cermin kenangan hanya sedikit memburamkan kepedihan 02 Juli 2019 (*)
Jangan-jangan Saya sendiri juga Malling
Budaya, Susastra

Jangan-jangan Saya sendiri juga Malling

21 Juni 2022 Karya: Taufiq Ismail Dibaca Deddy Mizwar Oasis, 19 Juni 2010 KITA hampir paripurna menjadi bangsa porak-poranda, terbungkuk dibebani hutang dan merayap melata sengsara di dunia. Penganggur 40 juta orang, anak-anak tak bisa bersekolah 11 juta murid, pecandu narkoba 6 juta anak muda, pengungsi perang saudara 1,5 juta orang, VCD koitus beredar 25 juta keping, kriminalitas merebak di setiap tikungan jalan dan beban hutang di bahu 1600 trilyun rupiahnya. Pergelangan tangan dan kaki Indonesia diborgol di ruang tamu Kantor Pegadaian Jagat Raya, dan di punggung kita dicap sablon besar-besar: Tahanan IMF dan Penunggak Hutang Bank Dunia. Kita sudah jadi bangsa kuli dan babu, menjual tenaga dengan upah paling murah sejagat raya. Ketika TKW-TKI itu pergi lihatlah mereka...
Imigrasi
Internasional, Susastra

Imigrasi

21 Juni 2022 [Haibun] Oleh: MiRa Roe Penulis adalah sastrawan penulis Gambar: Rembulan di senja hari, Amstelkade – 25 Mei 2010 Di balik cadar Mulutnya komat-kamit Begitu pucat Hidangan makan malam, berisi kepedihan Ah…, kisah pahit, tak bisa lupa Beranjak dari duduk, Dia terhuyung-huyung. Tak ada yang peduli. Hari kerjanya, dijerat krisis Kemiskinan membukit Kesenjangan sosial Menuai kebencian Kelahiran imigran diperbudak! Uang dan kekuasaan menjadi bencana kejahatan manusia Keindahan sayap kupu-kupu dicukur, terkubur dalam usia kepompong. Orang kaya tidak membayar tenaga kerja kita Bunga uangpun hasil rampasan kekayaan alam, yang dimiliki nenek moyang kita. Kelaparan waktu tak pernah mati Di kegelapan, awan kelabu, menyelimuti bulan Tenang, menyapa aneh, : “Jangan berdir...
Laut Misteri
Susastra

Laut Misteri

21 Juni 2022 Oleh: Dera Liar Alam 2010 Peluk malam tiba Laut mengendap sebuah misteri Bakung telanjang di bebatu Nyanyi nafsi basi Hanya setangkup Tunggu pagi kembali (*)
Menunggu Lyn ketika Pulang Sekolah
Budaya, Susastra

Menunggu Lyn ketika Pulang Sekolah

09 Juni 2022 Oleh: Arman Yuli Prasetya Penulis adalah Penulis Tinggal di Bojonegoro Gambar: Tunggu di tepi jendela HUJAN berhenti hari telah sore, kabel-kabel listrik basah, di perempatan jalan, di sebelah taman yang tak ditumbuhi bunga. Kita menunggu. Angin tergesa untuk pergi. Sebelum memulai percakapan. Daun-daun jatuh. Sambil berdiri aku rasakan dingin. Tak juga lewat apa yang kita tunggu. Menit demi menit menjadi jam, seragam kita masih basah. Aku tau di matamu ada diriku yang diam. Sebelum Lyn datang, ada yang harus aku katakan. Ketika Lyn datang. Sore gugup, di hadapanmu. Sepanjang perjalanan pulang. Aku diam sambil memandang. Aku tak pernah siap mengatakan apa yang ingin kau dengar. Hari ini pada taman yang dipenuhi bunga. Sore telah sepi untukku. Waktu berjalan sing...
Di Bayang Luna
Susastra

Di Bayang Luna

06 Juni 2022 Oleh: Daniel Kaligis Penulis adalah jurnalis penulis Air sungai menjadi tembaga Mendung turun di kaki langit Hutan ungu seperti dasar samudera nan kelam... Suatu ketika Musim bunga tiada lagi Bocah-bocah menangis: Love is a war, love is a battle... Kita, bercinta dalam api Lalu benih-benih teori menjelma setapak politis tak berujung, Huruf-huruf sudah ditenun untuk cacimaki; Doa-doa seragam, memahat laknat bagi anak-anak turunan kita, Kemudian kita menamainya investasi... (*) Sky Garden, 07 Juni 2014
Di Taman Bermain Malam itu
Budaya, Susastra

Di Taman Bermain Malam itu

02 Juni 2022 Oleh: Arman Yuli Prasetya Penulis adalah Penulis Tinggal di Bojonegoro Gambar: Ujung senja di suatu taman SORE ketika matahari ingin pergi, para pedagang datang. tanpa diminta menata gerobaknya. Pop ice, cilok, sempol, martabak telor, aku lupa, apa saja di sana. Ada yang menunggu, keramaian datang ke sini. Bila malam semakin dekat. Datang tenang dalam dadanya. Di bawah sinar lampu merkuri yang menyala. Bau aspal terlindas roda. Ia sambut gembira. Aku hanya jarak yang mengamati tanpa merasa. Seperti hidup apakah ini mimpi. Di antara suara odong-odong, juga kegembiraan anak-anak bermain di istana angin. Aku tak bisa kembali menjadi anak-anak lagi. Hidup telah payah berulangkali. (*)
Penggalan Mantera yang Tertinggal
Susastra

Penggalan Mantera yang Tertinggal

01 Juni 2022 Di suatu petang, di sebuah gang, ketika Nunun, anak jalanan Cempaka Putih kehilangan adiknya, 1997 Oleh: Emmy Sahertian Penulis berkegiatan di Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika Gambar: Ilustrasi – Dera Liar Alam AKU membaca mantera sila-sila perkasa itu, sambil membuai adikku terbungkus kain kumal nan lapuk, ketika mengorek gundukan sampah itu... Ada kertas bertulis: Ketuhanan yang maha esa Kemanusiaan yang adil dan beradab Persatuan indonesia Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan Terhenti di sini, sepenggal kata terakhir tertinggal, tak sempat kubaca karena adikku menangis pilu. Kembali kubaca mantera sila-sila perkasa itu lagi, sambil menggendong adikku yang masih menangis menunggu ibu bapakku pulang dari menco...
Padamnya Nyala
Susastra

Padamnya Nyala

25 Mei 2022 Oleh: Arman Yuli Prasetya Penulis adalah Penulis Tinggal di Bojonegoro Gambar: Cahaya hidup dalam gelap PADAMNYA nyala ialah arah tempat bara api dihujamkan. Aku temui kesaksian dari api yang tak pernah bisa digenggam. Bila wujudmu adalah ketiadaan. Aku hilangkan tanpa yang membuatmu ada. Adalah cahaya bukti gelap nyata. Hiduplah mimpi membenamkan waktu antara tubuh dan jiwa. Cahaya-cahaya hidup dalam gelap. Aku pejamkan mata menghidupkan segala cahaya. Ruang betapa terasing ketika ada, waktu adalah ketika kau lupa mengingat ingatanmu. Saat kecepatan menemukan sunyinya, biarlah hilang segala yang menjadikannya ada. (*)
Doa Malam Memeluk
Susastra

Doa Malam Memeluk

21 Mei 2022 Walau telapak meminta, dan aku tak pantas mendapat apa-apa: “Telapak tangan menengadah, kutujukan pada seorang bocah nan suci dan dalam dekapku. Kini bibir bertemu bibir, doa itu hadir di setiap pelukkan dalam malam,” tutur Delima, kawan ceritaku di negeri seberang... Oleh: Daniel Kaligis KABUT bila air mata merenung Sisa senja bergelimang tangis Anak manusia menadahkan telapak Di trotoar empat lima Kapan kembali malam memeluk mimpimu Menghirup pekat asap knalpot Atau sisa-sisa yang mereka beri Supaya kenyang kau kenang dalam lapar Cukup makna derap jalan kereta Roda yang mendetak-detak lubang jalanan Saat kau pungguti seketul harap Yang ditendang keluar saku Tangismu kering dikira amsal Kau tuliskan dengan mata hati terima kasih Yang tak pernah kau pelajari dal...