Thursday, December 26

Anak-Anak dan Bencana Berita


09 Februari 2023


Selamat merayakan, kawan-kawan pemberita…


Oleh: Daniel Kaligis


Gambar: Kabar berlayar, sekali mampir di dermagamu.


ANDØYA suatu pagi di screensaver, setumpuk soal nyalakan memori Februari. Soal-soal itu seakan bikin kita berlayar ke Devil’s Island. Di sana memetik foto, mengedit dongeng Opo-Opo dan Opo – yakni mantera dan leluhur, yang oleh bangsa kami dianggap telah menempati hutan-hutan, batu-batu, goa-goa, lembah ngarai, berdiam di kelok sungai nan rimbun kelam, ada sebagai penjaga di telaga tua, dan telah ada sejak zaman yang tak ditentukan. Mantera itu teks, kata demi kata, dan seterusnya.

Beberapa mantera dianggap dongeng, dikisahkan pada anak-anak kita, kemudian jadi keyakinan, mungkin sebagian malahan menjadi realita dalam hidup mereka. Percaya kemudian dipegang sebagai pedoman menjalani hari-hari kehidupannya. Berapa banyak kisah tentang anak-anak dimuat pemberita? Mungkin banyak, walau sejauh ini penelantaran terhadap anak-anak juga masih tergolong banyak, dan jadi bumbu proposal pengembangan sepanjang zaman, tidak pernah selesai.

Namun, di dinding tebing dekat pantai, saya menelusur pemandangan: anak-anak bermain, dan para penjaga menaungi mereka dengan cahaya. Di suatu lokasi, siapa sangka, Seroja mengamuk: Joint Typhoon Warning Center beri peringatan dan amaran terkait siklon. Sistem tekanan rendah berkembang jadi Seroja berada sekitar sembilan puluh lima kilometer di utara Pulau Rote, kemudian bergerak menjauh, 2021. Pembaca, anda sekalian tentu lebih mendalami kejadian tersebut.

Pemberita menyandang kata, teks, foto-foto, video, ramai jadi gempar. Itu mungkin yang disebut berkontribusi kepada pembangunan di daerah, menyuarakan kepentingan nasional, dan seterusnya bersuara untuk kemanusiaan semesta. Apa seperti itu? Paling sering, cerita dikemas membahas isu-isu – yang katanya strategis – terkait kehidupan ‘berita’ dan ‘para pemberita’ di negeri kita.

Ditulis: nama tempat, jumlah korban, luka-luka, hilang, keluarga terdampak, orang terdampak, rumah rusak, fasilitas porak-poranda. Pemerintah bikin konferensi pers, ucapan duka panjang lebar disebut atas nama rakyat sesuatu negeri. Kawan-kawan sibuk, bawa sumbangan, bawa uang, barang, bahan makanan, minuman, dan lain-lain. Logistik dikirim. Serdadu membantu evakuasi di perbatasan di kota di mana ada pemukiman, walau terkendala alat berat, sejumlah kota diumumkan keadaan darurat. Anak-anak di mana tempatnya dalam berita. Ada, dalam lupa.

Saya membaca euronews, Sky News, Rádio e Televisão de Portugal, berturut-turut disampaikan yang mana pemerintah Timor Leste mengadakan pertemuan darurat untuk menghadapi situasi bencana. Pemerintah di sana bergerak merencanakan respons darurat walau ternyata sumberdaya dimiliki Timor Leste saat itu kurang memadai sehingga menyulitkan proses mitigasi. Perdana Menteri Timor Leste nyatakan bahwa banjir akibat siklon yang terjadi katika itu merupakan bencana paling merusak yang pernah dialami negara itu selama empat puluh tahun terakhir. Menteri Luar Negeri Portugal Augusto Santos Silva menyebut bahwa Portugal siap mengirimkan bantuan untuk Timor Leste, demikian juga Uni Eropa dan PBB menyatakan simpati dan kesiapan mereka untuk membantu Timor Leste.

Begitu pengalaman di 2021. Keadaan di negeri sendiri, di perbatasan, dan di negeri seberang. Anak-anak jadi penonton, cerita tentang mereka berkabung masih dapat anda akses hingga sekarang. Semua laksana kabut, harap selalu awan kelam berlalu, evaluasi bagaimana? Mungkin saja ada, sebagai gerak maju untuk ‘lupa’ yang selalu lebih dekat pada diri siapa saja. Lupa dapa luka, lupa pada kenangan kabut. Hari ini semua asik dengan obrolan politik. Sisa-sisa soal pembangunan tertimbun tangisan anak-anak generasi yang sementara tumbuh tanpa dapat dibendung.

Masih ingat kenang sajak Dola Koya-Koya, manakala mainkan ‘Yellow Submarine’ nikmati arus menjauhkan kita dari Sebanjar Beach. Tahun silam, 08 Februari 2022, menera syair perjalanan — Jingga skeptis: virus jangkiti malam manakala warung kopi dipalang pintunya. Rekening pajak disimpan di kotak gemerlap, rakyat silau. Garam impor, minyak goreng langka impor, ternak naik bahtera impor, regulasi impor, kolor kendor, bicara didor, dor, dor, dor. Soal peluru mahakuasa yang menghantam kemanusiaan masih mengendap dalam lumpur pergulatan hukum di atas kertas koyak pemberitaan yang enggan dikenai cahaya transparansi.

Skeptis, sudah pasti. Pesimis? Oh, tentu. Ada begitu banyak fakta dan bukti diabaikan dan alpa diterapkan hingga ‘lupa itu tiba lagi’, bencana berulang. Kita linglung. Anak-anak bingung. Pergi, beritakan mujizat ke seluruh planet. Lalu, tetiba pemimpin rombongan, petinggi organisasi segala keyakinan jualan obat, sisanya jadi tukang sulap.

Memilih terminologi ‘Andøya’ sebagai kata pembuka, seperti memandang sesuatu tempat. Mengingar Andøya, situs peluncuran dan pengujian roket di pulau paling utara di kepulauan Vesterålen, di Andoy Municipality di utara Norwegia. Sebegaimana diketahui, dari lokasi ini sejak 1962, ada ribuan roket semua konfigurasi telah ditembakkan dari sana. Tak ada yang istimewa dengan terminologi itu, hanya mengingatkan saja tentang situs, kata-kata diluncurkan, ribuan, jutaan, entah siapa menghitungnya sebagai jejak peradaban. Anak-anak kita yang akan membaca dan menikmatinya sekarang dan di zaman mendatang.

Anda boleh jadi bingung dengan tulisan ini, bingung dengan berita cerita bercampur dongeng dan fiksi. Semua ada di situs yang kita kerjakan saban waktu.

Pada suatu situs disebut, “Pertama-tama atas nama rakyat, atas nama pemerintah, saya mengucapkan selamat Hari Pers kepada seluruh insan pers Indonesia di manapun berada, sekaligus mengucapkan terima kasih kepada pers nasional atas kontribusinya kepada bangsa dan negara. Sejak awal, awak media berkontribusi besar dalam menyuarakan ajakan perjuangan kemerdekaan, menyuarakan inovasi-inovasi pembangunan, dan menjadi penopang utama demokratisasi.” Begitu dicetus Kepala Negara kita, tertera di presidenri.go.id.

Hari kemarin, pada 09 di masa edar kedua sang Lunar di Gregorian 2023, keterampilan diasah lagi, diberi semangat. Semoga semua anak-anak negeri ini terus berinovasi, mencipta baru. Anak-anak kita yang berprestasi terlupa ceritanya oleh amuk politik pemilihan pemimpin negeri. Jabatan-jabatan, gunting pita, dan ritual pengalih perhatian. Mungkin mereka itu yang ada dalam terminologi bencana. Semoga bukan, bukan kita, bukan siapa saja.

Saya, menyemangati diri sendiri, meyakini perubahan itu tetap dan akan abadi. Kita jadi berita. Banyak selamat kawan-kawan sekalian. Teruslah berlayar dengan kata-kata. (*)