Wednesday, April 24

Phainomenon Teks dan Tutur


10 Februari 2023


Membaca teks di Jurnal yang membahas phainomenon, disebut seperti ini:

Phainomenon is an international peer-reviewed journal specialized in phenomenology. It was founded in 2000, and published since then with the support of the Centre of Philosophy of the University of Lisbon. Phainomenon seeks to contribute to the development of the phenomenological studies worldwide, stimulating original work in all fields of phenomenological research, as well crossing links with other philosophical traditions and scientific research.”


Oleh: Daniel Kaligis


Gambar: Sajian di meja kita.


PHAINOMENON di Panambungan, 07 Februari 2022 –  21.39PM – menenggak kopi dingin mengusir dahaga.

Botol, cangkir, kantong kertas, berbaris-baris seperti pengantri, tunggu menu pilihan tersaji. Meja-kursi-sofa dijejal di dua ruang terpisah kaca tebal berbingkai logam dan tembok: di sebelah dalam, bermesin-pendingin terintegrasi mall, bagian luar menghadap parkiran dan laut – di situ, suara bising dari jalan bercampur irama Jamaika diputar penjaga kafe.

Menulis riang gembira itu data sekunder, pengamatan, waktu, energi, materi, soul. Tentang bait-bait berikut terkait peradaban, soal-soal semesta: mindset, perspektif, sistem, cinta kasih, perdamaian, dan seterusnya.

Menu phainomenon pada suatu ketika di pojok rumah kopi.

Kawan bilang: menulis riang gembira itu berlatih, diasah, belajar, dan terus belajar.

Tutur disalin jadi teks, atau teks diucap sebagai tutur. Kami bercerita, sajak asin kisah using. Banjir longsor abrasi ada di mana-mana. Linda, Vivi, dengan kawan-kawan ngobrolnya bertutur sambil tertawa. Saya membidik kamera mengarahkan ke meja, ke ruang sebelah, merekam situasi sambil berdiskusi di media sosial dengan dua kawan, Andrew dan Chee.

Menanggap gambar yang sudah tayang di facebook, Chee bilang, “Kangen sama si bintang.” Maksudnya bir bintang. Obrolan santai bermuatan dogma tercetus, “Ayoo bintang,” kata saya. Dibalas, “Udah berapa bintang di meja, eeh, oopsss maksudnya bintang di mahkota,” jawab Andrew. Dan kita tertawa seru.

Andrew, sebagaimana dia tera di halamannya, bergiat di Peoplesoft Technical Consultant di PT Mitra Integrasi Informatika – Metrodata Group. Suka bepergian terkait aktivitas yang dia geluti, dan saya sering mengintip foto-foto yang dia sajikan. Jadi bahan tutur ketika kami berdiskusi, jadi teks, jadi tertawa.

Chee, lama tidak dengar kabar darinya. Seminggu, dua tiga minggu, sebulan. Aah, telah lama kami tidak bersapa, hanya melihat jejak-jejak digital di media sosial. Chee menulis di blog, saya suka membacanya. — Germael kembali berkata, “Samael itu teman si Lucifer, dia sendiri tidak mengerti dengan apa yang dia katakan.” Amatiel dengan bimbang berkata, “Kalau memang Samael tidak benar, kenapa Bapa tidak membela diri?” Germael terdiam, dia tidak mau berkata lagi. Dengan pesan yang lembut dia berkata, “Suatu saat kau akan tahu, Bapa mencintai kita semua.” Saya membaca itu dari tulisan Chee bertajuk The First War in Universe, Part 1. Sejumlah tulisannya saya suka, kali ini saya hanya menampilkan satu contoh saja dari sekian judul yang saya maui sebab ada nama-nama asing bagi saya: Amatiel, Samael, Germael, Lucifer.

Teks Chee itu saya tafsir: Bapa yang dimaksudnya – pastilah dia – bercerita tentang sang pencipta alam raya. Namanya tafsir, boleh jadi tafsir saya salah. Mohon dimaafkan. Padahal, penafsir seperti saya bukan pakar – malah kepakaran saya dipertanyakan. Orang di kampung saya menyebut phainomenon itu sebagai pakaroongen, yakni tafsir serampangan, asal-asalan, tidak mendasar.

Lanjut soal phainomenon: metodologi paradigma fenomenologi. Pemahaman terhadap pengalaman hidup dan keberadaan manusia.

Wah, sejauh ini ada begitu banyak tutur, teks, ada miliaran pemahaman. Paling sakti di antaranya adalah ‘pemahaman langit’, dan dijadikan keyakinan.

Rijadh Djatu Winardi, di situs Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada, menjelaskan yang mana metode untuk mempelajari bagaimana individu secara subyektif merasakan pengalaman dan memberikan makna dari fenomena tersebut. Fenomenologi bisa diartikan sebagai studi tentang pengalaman hidup seseorang. “Fenomenologi mencoba untuk menangkap tidak hanya sesuatu yang kita perceive secara indrawi, tetapi juga mencoba mempelajari struktur dari pikiran kita mengenai suatu obyek yang kita lihat. Seringkali apa yang kita rasakan secara indrawi akan berbeda dengan apa yang kita maknai.”

Ya, gitu saja. Masih terus menafsir dan berasumsi.

Menu phainomenon di Panambungan, 07 Februari 2022 – 21.39PM. Bintang di meja diasumsikan Andrew sebagai bintang di mahkota, ini phainomenon menarik dari tutur dan teks.

“Apa yang ngoni bicarakan? Kiapa ngana katawa sandiri,” tanya Maitua. Dia senyum interpretative, mendakwa kebosanan berulang-ulang: kopi dingin, bir dingin, anggur dari Kana. Lalu kami berpesta sekian detik sekian menit sekian waktu di 09 Februari 2023 – dari 21.00PM hingga tuntas. Surga tafsir tutur dan teks. (*)