09 Juli 2023
Makassar, 1964 – 1980
… Adalah jejak merekam kenang, sebuah perjalanan masa silam yang hadir saat ini, hari ini…
Oleh: Daniel Kaligis
PENGABDIAN TANPA PAMRIH Awam Katolik di Keuskupan Agung Makassar, buku yang berkisah sejarah berdirinya Perguruan Tinggi Atma Jaya Makassar, diinisiasi sir John Chandra Sjarif, pada tahun 2012. Saya menyusunnya berdasarkan wawancara dengan berbagai pihak, utamanya dengan Prof Dr C. Salombe, Drs Alex Walalangi, dan John Chandra Sjarif.
Berminggu-minggu saya wawancara dan mengumpulkan data, mengambil foto, edit teks, edit foto, berkunjung ke bekas lokasi kampus pertamanya di Jl. Serui. Buku ini adalah etalase untuk meninjau kembali kenangan silam menuju masa sekarang. Ada waktu di mana anak-anak kita yang lulus sekolah lanjutan susah beroleh kesempatan untuk masuk jenjang universitas sebab sejumlah syarat, misalnya yang boleh hanya mereka yang punya ranking satu hingga tiga. Etc.
Ada tantangan, semangat awam tak pernah padam. “Mgr Frans van Roessel, CICM, ‘diam-diam’ mendukung gagasan pembukaan Universitas Katolik di Makassar – yang pada saat itu kota itu masih bernama Ujung Pandang.” Begitu ditutur John Chandra Sjarif.
Wawancara dengan Prof Dr C. Salombe:
Tahun 1964 Partai Katolik dalam hal ini diwakili Alm. Drs. Frans Seda telah merintis pertemuan antara Partai Katolik dengan Ketua Partai Katolik di tiap-tiap provinsi. Di mana saat itu posisi saya sebagai Ketua Partai Katolik Sulawesi Selatan dan Tenggara.
Ketika itu setiap malam Sabtu kami bertemu di Marga Siwa Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Jalan Dr. Ratulangi No.1 Jakarta. Antara Partai Katolik dengan Wali Gereja yang pada saat itu diwakili Uskup Joyo Saputro dari Jakarta, bersepakat hanya akan mendirikan satu saja Universitas Katolik di Indonesia, dan nantinya tiap-tiap provinsi akan memilih fakultas-fakultas mana yang menjadi prioritas kepentingan daerahnya.
Di Makassar sendiri, Uskup Mgr. Nicolaus Martinus Schneiders CICM, memutuskan untuk memilih Fakultas Farmasi di samping fakultas-fakultas yang umum lainnya. Dan atas inisiasi Uskup Mgr. Nicolaus Martinus Schneiders CICM, para pendiri memohon pendanaan ke Prancis yang kemudian disetujui oleh Boudewijn Albert Karel Leopold Axel Marie Gustaaf van België, putra tertua Leopold III. Dana yang diberikan itu adalah untuk membiayai Fakultas Farmasi di Makassar dan Fakultas Kedokteran di Malang. Jadi itulah titik awalnya berdiri Universitas Katolik Indonesia di Makassar.
Universitas Katolik di Makassar ketika didirikan, diasuh oleh Yayasan Keuskupan, dan oleh Keuskupan di beri nama Karaeng Patingaloang (I Mangadacinna To Waniaga Daeng Sitaba Karaeng Patingaloang Sultan Mahmud Tumenangari Bonrobiraeng). Nama ini diambil oleh pihak Keuskupan dari nama seorang tokoh asal Sulawesi Selatan yang ahli berbagai ilmu dan ahli berbagai bahasa. Yayasan Keuskupan Karaeng Patingaloang dikelola para pengusaha katolik antara lain Mr. Liem, Swasta, Mr. Bruno Thung B.S, dan Frans Rampi Sela (nama-nama ini yang masih sempat kami ingat).
Buku ini saya kerjakan di tiga negara, Malaysia, Singapore, dan di Indonesia. Belum langsung terbit 2012, sebab tahun itu John Chandra Sjarif berada di Amerika. Kami bertemu 2013 di Makassar dan menerbitkannya buku itu: ‘Pengabdian Tanpa Pamrih Awam Katolik di Keuskupan Agung Makassar’. Cover depan buku adalah gambar dari Prof Dr C. Salombe, penggagas berdirinya perguruan tinggi Atma Jaya di Makassar. (*)