Thursday, November 21

Hanya Kabut


16 Oktober 2022


Kode 97.


Oleh: Arman Yuli Prasetya
Penulis adalah Penulis
Tinggal di Bojonegoro


Gambar: Mendung di lereng Empung, DLA


Hanya kabut
Siang yang redup
Mendung akan jatuh
Sepanjang jalur yang pernah kita tempuh

Betapa akrab kita dengan suasana pagar Maribang
Aroma tanah serta wangi kembang di halaman depan

Pohon waru di sudut jalan menentramkan pandangan
Ketika sore datang seperti petani menyunggi jerami di belakangnya
Hamparan hijau tak usai-usai

Jam-jam tak juga diam
Aroma diang dari rumah belakang mengikuti kita
Bersama malam suara jengkerik yang bersembunyi dalam lubang pematang

Ketika angin datang seperti karib yang lama raib
Dingin dan menyegarkan
Andai hidup dapat sesederhana yang kita kira
Kau berbisik sedikit berbisik

Orang-orang duduk di atas tikar pandan di halaman depan
Menunggu cahaya bulan sambil menikmati kedelai rebusan
Merencanakan pagi saat hari mulai dipenuhi hujan
Ada yang segera harus diolah dari hitam tanah

Aku mulai merinding bukan karena dingin

Kembali kita lewati ganggangan yang sepi
Sorot cahaya senter diikatkan di kepala
Seorang laki-laki memegang batang besi pada kedua tangannya

Di puggungnya seperti ransel
Dari jerigen air yang ia potong
Tempat menyimapan apa yang ia dapat
Hingga nanti saat kabut terasa makin lembut

Deretan bambu di tepi menjadi pagar
Yang ditinggalkan untuk menjaga rumah kami dari lesus dan topan

Aku tak ingin menjadi trembesi yang menjulang
Aku ingin menjadi rumput di halaman
Tapi kau harus jadi bambu pada kampung dalam tubuhku
Aku hanya tertawa mendengarnya
Kata-katamu tetap saja merayu
Malam penuh biduk dari laut dalam tubuhmu
Yang membuatku terseret ombak tenggelam dalam

Jam-jam tak juga diam
Ketika malam ini aku bambu berderit-derit
Saat lesus menumbangkan trembesi
Dan di halaman depan malam larut, di mana rumput?
Hanya kabut
Hanya kabut

(*)