Tuesday, April 30

Tag: Angin

KALAH
Susastra

KALAH

23 April 2024 Oleh: Larasati Sahara Penulis adalah seniman Tinggal di Kota Lhokseumawe SUDAHLAH Mau diapakan lagi Malam telah tunjukkan gelapnya Biarlah Mau bagai mana lagi Bintang telah kukuhkan mewahnya Kemarin Saat jingga di ufuk barat Kusadar diri ini masih tangguh berdiri Sadarlah Burung-burung telah kembali ke sarang Terik telah padamkan tajinya Kenapa masih di sana Sudahlah Angin kini telah basah Bukankah semua itu kian terasa Cukuplah Kini raga telah lelah, kalah! Lhokseumawe, 120311
Di Bawah Gedung Pencakar Langit
Susastra

Di Bawah Gedung Pencakar Langit

11 Oktober 2023 Oleh: Arman Yuli Prasetya Penulis adalah Penulis Tinggal di Bojonegoro Gambar: Anak-anak kita di bayang musim yang entah GEDUNG-GEDUNG pencakar langit menusuk awan. Kabut menimpanya tapi dingin tertolak pada kaca. Pagi bergetar. Di sisi jalan keresahan bertumpuk seperti sampah dipinggirkan. Hujan menderas dalam musim. Sungai keruh terhenti. Surga penuh dusta melempar kita menjadi pendosa. Saling menatap dalam rembang yang ditinggalkan. Angin menyentuh jalan. Hampa dalam genggaman. Waktu dalam lingkup langit yang beku. Kita sibuk mengais apa saja yang akan berlalu. Tapi hidup adalah kuku-kuku yang kerap membenamkan tubuhku. (*)
Siang di Jalan
Susastra

Siang di Jalan

22 Juli 2023 Kode 43. Oleh: Arman Yuli Prasetya Penulis adalah Penulis Tinggal di Bojonegoro Gambar: Ketika nan rawan di jalan ibukota IA memandang jalan beberapa tak lapang seperti kemudian suara-suara itu berebut di telinganya kericuhan hari jam-jam rawan BEBERAPA keinginannya tak terbentuk seperti kabel-kabel aliran yang tak ia mengerti beberapa mesti jatuh atau sebagian tak pernah terjadi ia menisik lebih dalam mungkin ada perbedaan GEMURUH angin terlalu berat untuk telinganya panas yang tak bisa ia halau jalan tak berhenti jam terus berputar untuk kesekian ia merasa bosan (*)
Berkisah Mendung
Susastra

Berkisah Mendung

26 Mei 2023 Oleh: Dera Liar Alam Awan Berkisah tentang mendung dan angin Berkejaran di cakrawala Memandu jejak burung-burung Kadang putih terkadang kelabu Tangis ada di gerimis dan menderas... Pabila sunyi datang menjenguk rindumu Ia adalah terminologi yang sama Dari kabut yang memeluk gunung-gunung Mengurai derai dedaunan saat musim berganti Awan menandai keabadian Saat kau menghilang. (*) DLA, 2010
Bara
Foto Pilihan

Bara

27 April 2023 Oleh: Dera Liar Alam KAMI di karang terjal, di jurang yang sebagian hutan pantainya telah ditanduskan untuk surga pasir putih. Dari sini memandang Bira nan biru, Lemo-Lemo di sisi lainnya, lensa hadap Liukang Loe dan arus ombak ditampar angin deras. Bara itu cerita, air asin seumpama kaca bening memantulkan langit sepanjang musim. Rerumput, pohon-pohon, disinggahi berbagai materi sisa adab adat instan, tangan-tangan melempar sisa dan siksa. (*)
<strong>Menjelang pagi</strong>
Susastra

Menjelang pagi

17 Februari 2023 Kode 60. Oleh: Arman Yuli Prasetya Penulis adalah Penulis Tinggal di Bojonegoro Gambar: Ambang pagi di Pasir Panjang Ketika aku sampai Pintu tertutup Hanya patahan jalan Dan malam tinggal sebagian Aku ikuti angin Sebelum waktu menjatuhkan pagi Dari lubang jendela Kulihat lilin yang dingin Dan kain basah Di atas kening anak kita Tapi aku hanya nama Yang mengembun di kaca Ketika pagi tiba menyentuh ruang kamar kita
<strong>Di Balik Pintu</strong>
Susastra

Di Balik Pintu

06 Februari 2023 Kode 57. Oleh: Arman Yuli Prasetya Penulis adalah Penulis Tinggal di Bojonegoro Gambar: Behind the Scenes Genggaman tanganku terbuka Kau berikan kabut sebelum pagi Tetes air jatuh di keningku Sisa hujan semalam Ada yang tak perlu kutahu tentangmu Hanya perkiraan cuaca yang bisa kubaca Aku tak bisa memastikan apa yang mesti datang Aku tak mampu menolak semua yang tak pernah masuk dalam rencana Kegugupan di dadaku Atas apa yang mesti dan akan terjadi Riuh telah menunggu tujuan yang tak bisa kureka ulang Langit membentang Aku pejamkan mata sebelum berangkat Aku dengar detak jantungku Apa semua masih berjalan seperti biasa Pagi mulai ramai Seperti inikah hidup dimulai Pohon cemara kurus dan tua Tong-tong sampah penuh sisa kemarin Juga rumput-rumput Hijau dalam...
Perjalanan Sunyi
Econews, Editorial, Guratan, Susastra

Perjalanan Sunyi

27 Januari 2023 Aaa, zzzz, dengar angin mengikis nubuat cocoklogi, dongeng berulang-ulang saban waktu dan diyakini sebagai sumpah semesta. Angin membaca apa? Petir hujan badai itu biasa, seperti tangan kita yang terbiasa membuang sisa-sisa sambil berseru teintu, taintu, taintu… — 2009 — Oleh: Dera Liar Alam Gambar: Twilight menggambar angin dari segala arah KISAH malam padaku: Wahai dingin badai aeolian titisan aurora, crystal-mu memutih di pelataran arctic, ranting-ranting biaskan kelam, rona rindu dari waktu ke waktu yang kau tabung di tiap butir salju. Kita pernah setuju, memainkan glasier di telanjang rimba, menenun kabut resah semerdu cinta beku abadi… Manakala dentang lonceng perak merebak senja Cakrawala durja beratap jingga Kusuka tembang malam… Mengiring tiap tetes...
Hanya Kabut
Susastra

Hanya Kabut

16 Oktober 2022 Kode 97. Oleh: Arman Yuli Prasetya Penulis adalah Penulis Tinggal di Bojonegoro Gambar: Mendung di lereng Empung, DLA Hanya kabut Siang yang redup Mendung akan jatuh Sepanjang jalur yang pernah kita tempuh Betapa akrab kita dengan suasana pagar Maribang Aroma tanah serta wangi kembang di halaman depan Pohon waru di sudut jalan menentramkan pandangan Ketika sore datang seperti petani menyunggi jerami di belakangnya Hamparan hijau tak usai-usai Jam-jam tak juga diam Aroma diang dari rumah belakang mengikuti kita Bersama malam suara jengkerik yang bersembunyi dalam lubang pematang Ketika angin datang seperti karib yang lama raib Dingin dan menyegarkan Andai hidup dapat sesederhana yang kita kira Kau berbisik sedikit berbisik Orang-orang duduk di atas tikar p...
Telah Sampai pada Pagi
Budaya, Susastra

Telah Sampai pada Pagi

03 April 2022 Oleh: Arman Yuli Prasetya Penulis adalah Penulis Tinggal di Bojonegoro AKU hirup malammu yang gelap hanya berhasta dari keremangan cahayamu. Di jari-jariku yang kecil tak ada air yang mengalir, sungguh serupa angin kau sibakkan wajahku. Kau ayunkan waktu, aku terlontar dalam sepi, di hening ini aku jumpai satu persatu keterasinganku. Begitu lumurnya diriku. Hanya bayang, tak lagi bayangan dalam hujan. Aku terpekur dalam ukuranmu. Aku meraba-raba dalam jengkal yang tak lagi aku temui. Hanya jarak yang semakin asing, semakin nyaring. Bila nanti, di suatu pagi yang tak bisa kukenali, kau dan aku hanya duduk, tertunduk. Kayu-kayu telah lapuk tak ada lagi ukuran untuk timbangan. Aku berharap bisa memandang wajahmu, hanya wajahmu. Seperti yang dikabarkan hujan pada angin,...