Monday, April 29

Orasi Basi


13 Oktober 2022


Oleh: Daniel Kaligis
Gambar: Perahu ikan sandar, pagi meninggi di tepi Marisa


TANAH air milik bersama. Jadi, jangan klaim peta punya sendiri.
Saya tak pernah bercita-cita jadi presiden, sebab saya hanya berbakat melatih anak-anak memegang cangkul dengan tepat, itu yang kubisa.

Awan-awan Marisa, Pantar Island – East Nusa Tenggara

Saya dapat belajar dengan mereka, menggigit ikan dari soma-dampar, melemparnya dalam keranjang. Wahai, laut kita penuh perahu asing mendongeng bendera ditiup badai. Berapa banyak anak-anak nelayan mampu menulis membaca rasi? Mereka yang menenteng joran hanyut di persimpangan menunggu hijau berubah merah, menyanyi alat pancing receh ibah yang ganas!

Saya, menulis sajak:
Tanah tergadai.
Air terprivatisasi,
dan daki saya nan basi.

Tak mungkin berkhayal jadi legislator, sebab saya bodoh mengalkulasi proyek-proyek setir-setor.
Berapa banyak dosa regulasi? Saya menodong pegawai imigrasi, menolak lambai pesannya, lalu bersua di negeri seberang, tempat di mana pelancong menyulap banding, harga monumen-monumen seperti semen – aspal – besi – ditawar nasi.

Itu senyummu plural, senyumku munafik, memanjang sepanjang garis pantai kepentingan!
Lalu, untuk apa restorasi? Bibit tertabur sensasi.
Karma berbuah tanpa musim. (*)


Oktober, 2018