29 April 2022
Oleh: MiRa Roe
Penulis adalah sastrawan penulis
Gambar: Laburnum anagyroides – Golden Chain Tree
Amstel Kade – berlatar belakang rumah di atas air dan taman bunga – April 2010
Daun bersemi
Hijau menghias kota
Bunga merekah
Ingatan malam hari
Sinar bulan membayang
Aaah, terik matahari melayukan bunga dan daun-daunan, hingga tunduk tanpa daya. Hukum alam telah mengajarkan pada kita semua, bahwa hidup manusia dihitung dalam batasan waktu menuju kuburan, sekali pergi tak mungkin kembali lagi.
Mengenang masa
Usia melebur duka
Berbina jasa
Megah merah, berdarah
Hayat dikandung badan
Kuingat pesan akhirmu, ayah, bahwa kehormatan, kemasyuran dan nama harum bukanlah titik akhir idaman hidupmu, walaupun hidup, mati, hina dan mulia adalah pemberian alam.
Kilatan petir
Di antara mega hitam
Awan menggumpal
Cermin berbalut luka
Kesal berlapis dendam
Waktu menjejak hening, raga terlentang di tempatnya, menyatu dalam gundukan tanah subur, bunga-bunga mungil menghias cantik di atas pusaramu. Ketika roh termenung di hadapan makam tak berpapan nama, perjalanan hidupnya pun tak berteduh.
Menuju pulang
Merambah jalan bebas
Tiada buntu
Menanti akhir hidup
Maut belum menjemput
Perahu laju
Menyisir sungai
Tekadku menggelora
Walau tongkat estafet
Rapuh dimakan waktu
Amsterdam, 25 April 2010