21 Oktober 2024
Ritual akan berulang dalam hitungan musim, bahwa ia – sang ritual, akan kembali dalam catatan sejarah: Lalu apa? Oligarki sudah tumbuh gemuk dan subur, akarnya menembus kantong-kantong alir pelumas proyek-proyek pembangunan pelupaan dan ketakutan pada ancaman dilarang kritis. Begitu!
Oleh: Dera Liar Alam
WAJAH baru, bukan. Tidak, tak ada baru selain daftar tagihan yang akan muncul kemudian. Publik telah lama mengenal raut-raut dari sejumlah perkara dan soal, misal manakala konstitusi disulap gairah kepentingan. Sumpah apa beda dengan serapah? Disumpahi, diberi tugas-tugas, situasi ini sudah berkali-kali ditinjau oleh evaluasi sejarah, banyak yang ingkar. Maka, mari kita uji sumpah itu dari implementasi program-program: berpihak pada semua rakyat, atau akan menendang rakyat.
Judul biar saja demikian, ‘wajah lama, tagihan baru’. Wajah tak pernah baru, selain kelahiran baru, idea dan cara tindak.
Sehari sebelum upacara baca sumpah, saya di atas kendaraan mendengar keluh pengguna bahan bakar minyak bersubsidi. Menurut mereka, penerapkan kode QR atau barcode untuk beli memang ribet. “Harus jadi terbiasa, kami dan beberapa teman kesulitan pada model ini. Padahal, orang kaya dan yang punya akses gampang dapat dan mudah gunakan barcode. Siapa yang memantau penggunaan kode QR adalah semua orang miskin? Masih ada orang berpangkat malah yang gunakan kode QR dan diberi kemudahan.” Diketahui bahan bakar minyak bersubsidi – sebagaimana disosialisasikan – dalam hal ini menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Jenisnya biosolar dan pertalite. Perbantahan sudah berlangsung sekian waktu, menghindari soal dengan membuat masalah baru, lupa kita ketika premium dibunuh pertalite.
Disebut kebijakan, apakah bijak? Soal tanpa jawab di alinea terdahulu jejaknya dapat ditelusur mundur hingga 2014, bahkan juah sebelum tahun itu. Tanda tanya yang enggan dibahas keruwetan berbagai perkara, dungu yang enggan bertikai pemikiran. Idea, jangan-jangan hal itu adalah jalan pintas yang mendiamkan dan mendungukan sejumlah pihak.
Ada janji pernah diucap, mari kita telisik: Memperkokoh ideologi pancasila, demokrasi, dan hak asasi manusia. Memantapkan sistem pertahanan keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi syariah, ekonomi digital, ekonomi hijau, dan ekonomi biru. Melanjutkan pengembangan infrastruktur dan meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas, mendorong kewirausahaan, mengembangkan industri kreatif serta mengembangkan agro-maritim industri di sentra produksi melalui peran aktif koperasi. Memperkuat pembangunan sumberdaya manusia, sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan gender, serta penguatan peran perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas.
Berkitunya, melanjutkan hilirisasi dan mengembangkan industri berbasis sumberdaya alam untuk meningkatkan nilai tambah dalam negeri. Membangun dari desa dan dari bawah untuk pertumbuhan ekonomi, pemerataan ekonomi, dan pemberantasan kemiskinan. Memperkuat reformasi politik, hukum, dan birokrasi, serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi, narkoba, judi, dan penyelundupan. Memperkuat penyelarasan kehidupan yang harmonis dengan lingkungan, alam dan budaya, serta peningkatan toleransi antarumat beragama untuk mencapai masyarakat adil dan makmur.
Janji itu barang tentu akan ditagih atau dilupa seiring waktu. Namun, banyak hal yang mesti dievaluasi. Lupa saja. Lupa pada lapar-haus menindas dan rakyat yang dapat dibeli seharga pesta kaum penggemar kursi jabatan yang marak setiap musim kampanye.
Bahwa tembok, logam, aspal, jalan-jalan dianggap baru. Padahal wajah itu tetap konsep lama pembangunanisme – hasil dari jalan-jalan itu dapat dilihat buahnya saat ini, kebanyakan adalah proyek menjajah rakyat atau bahkan mengusir rakyat dari tanah leluhurnya.
Lupa, lupa saja!
Mitos pemimpin hanya berasal dari pulau tertentu atau berasal dari ras tertentu, sudah lama terbantai fakta. Terbukti semua pulau punya pemimpin, setiap negeri punya pemimpin. Orang-orang dari pulau mana dapat memimpin di negeri yang jauh dari tanah leluhurnya. Belum ada yang memimpin di luar planet sana.
Walau harap selalu positif, semoga semua pemimpin dapat merealisasikan mimpi-mimpi mereka, jangan hanya menemu dan mencipta tagihan-tagihan baru.
Jadi, demikianlah kita ulangi, bahwa, janji-janji akan dievaluasi – paling tidak dalam implementasi yang direalisasikan oleh apa yang akan dianggarkan oleh anggaran negara. Wajah lama, peras korupt, pertangan-panjangan berbagai regulasi menindas mesti disudahi. Wajah baru tetap mesti dikawal bersama agar selaras memberdayakan sumber-sumber bersama seirama rakyat membangun harap pada diri dan negerinya. Begitulah adanya. (*)