08 Mei 2022
Oleh: Arman Yuli Prasetya
Penulis adalah Penulis
Tinggal di Bojonegoro
Gambar: Sudut Jakarta suatu ketika
Satu
Kau bawa Jakarta dalam empat sudut di punggungmu.
Dua
Sudut kiri atas kau pernah melihatnya, gedung-gedung tinggi, tidak ada majelis di sini, majelis hanya terhubung oleh kepentingan, malam dan sinar bulan memantul pada kaca, malam dan rapat, tender dan proyek. Fee bukan rahasia lagi. Tak ada lagi hikayat di sini, hanya mesin faksimile serta tumpukan thermal paper yang semakin sepi. Lima tahun waktu yang sangat lama untuk berbisnis lagi.
Tiga
Sudut kanan atas, teringat Miriam Budiardjo, saat di bangku sekolah menengah atas. Ada tiga sifat yang tercatat pada buku tulis tata negara milikmu. Lima tahun sekali akan berbondong-bondong lagi. Kau tak ingin antri dan menunggu. Hanya ingin menyelupkan tinta di jari tengahmu. Lalu kembali bekerja dan tak ingin mengingat apapun yang kau lakukan di bilik tadi.
Empat
Sudut kiri bawah, kau hanya tumpukan kertas semen saat gedung-gedung tinggi berdiri, hanya sungai yang mengirimkan batu-batu kecil pada batching plant. Lalu jalan tol semakin memanjang, gedung-gedung semakin tinggi. Hari seperti besi. Keras, kusam, juga karatan.
Lima
Sudut kanan bawah, kau percaya, akan tiba waktunya. Apapun itu.