14 Juni 2022
Abrahah al-Asyram masyur karena legenda perang. Sang jendral perang Kerajaan Aksum itu, pada 20 April 570, menyerang Ka’bah Mekkah dengan pasukan gajah. Siapa sangka, budak jadi jenderal? Dan tentang dia sendiri, yakni Abrahah, tak ada catatan sejarah tahun kematiannya.
Oleh: Parangsula
Penulis adalah penyair dan penulis
Gambar: Elephants in the battle
MISTERI ‘Tahun Gajah’ semacam ‘jawab’ bahwa penanggalan adalah konsensus. Penanda yang dapat ditelusur dari dalam kisah itu adalah kelahiran, nama-nama penguasa, pertikaian, perdamaian, dan boleh jadi kenang pandemi susah derita di zaman itu, masih bersisa sampai kini.
Apa hubungan manusia, periode waktu, perang, sejarah dengan gajah? Menurut saya, karena gajah – sambung menyambung cerita – fakta hewan tersebut sudah masuk pada bagian dari peradaban manusia. Gajah dijadikan hewan pekerja paling tidak semenjak masa peradaban di Lembah Indus dan masih digunakan hingga sekarang di zaman modern. Sebagaimana disebut Jeffrey McNeely, antropolog dan ahli zoologi, bahwa tahun 2000, terdapat 13.000–16.500 gajah pekerja di Asia. Gajah-gajah tersebut biasanya ditangkap di alam bebas saat berumur 10 – 20 tahun, dan pada usia tersebut mereka dapat dilatih dengan cepat dan mudah, dan mampu bekerja untuk waktu relatif lama.
Di berapa literatur saya memergoki yang mana gajah menjadi subyek kepercayaan religius, misalnya dalam literatur yang ditulis McNeely. Suku Mbuti, menurut McNeely, percaya bahwa roh leluhur mereka yang sudah meninggal berdiam di dalam tubuh gajah.
Sejumlah penulis dalam penelitiannya menggambarkan ‘gajah’ sebagai lambang penting dalam kepercayaan manusia. “Suku-suku Afrika percaya bahwa kepala suku mereka akan ber-reinkarnasi menjadi seekor gajah. Pada abad kesepuluh, suku Igbo-Ukwu mengubur pemimpin mereka bersama dengan taring gajah,” tulis Dan Wylie, dosen di Universitas Rhodes, Grahamstown.
Gajah dalam kepercayaan suku-suku di Afrika bersifat totemic. Demikian dicatat Raman Sukumar, dalam pendekatan penggambarannya yang mana gajah punya daya atau sifat ilahi yang dikandung sebuah benda atau makhluk hidup selain manusia. Sukumar adalah ahli ekologi India – terkenal karena karyanya tentang ekologi gajah Asia.
Raman Sukumar dan Jeffrey McNeely menekankan bahwa di Asia gajah memiliki lebih banyak peranan. Di Sumatra, gajah dikaitkan dengan petir. Hinduisme percaya bahwa gajah terkait dengan badai petir karena Airawata, yakni nama seekor gajah putih, melambangkan petir dan pelangi. Dewa terpenting dalam Hinduisme, yaitu Ganesha berkepala gajah, memiliki peringkat yang sama dengan dewa-dewa tertinggi lain, yaitu Siwa, Wisnu, dan Brahma. Ganesha dikaitkan dengan penulis dan pedagang – diyakini dapat memberi keberhasilan dan mengabulkan keinginan seseorang. Dalam Buddhisme, Buddha adalah gajah putih ber-reinkarnasi jadi manusia.
Manakala mengunjungi Thailand berapa waktu silam, saya menemukan yang mana apa yang disebut sebagai Airawata, di sana disebut Erawan, makna sama. Erawan digambarkan sebagai gajah besar berkepala tiga. Dewa Indra mengendarai Erawan.
Di Thailand saya meramu cerita, menulis sajak, berkelana di tepi kebun anggur di Chon Buri, berfoto, dan kemudian mengetahui bahwa ladang itu punya Supansa Nuanghirom dan suaminya.
Tahun-tahun menjadi tontonan, sejarah seperti itu, demikian juga gajah dan hewan lain. Sepanjang peradaban, di Mesir, Tiongkok, Yunani, dan Romawi Kuno. Peradaban masyur dan kita semua masih ingat, bangsa Romawi mempertarungkan gajah dengan manusia dan hewan lain dalam acara Gladiator.
Panggung bumi penuh cerita. Gajah tak hanya tontonan, mereka juga dilibatkan manusia dalam perang, semisal dalam kisah ‘Tahun Gajah’.
Procopius dari Caesarea, selasatu sejarawan besar terakhir pada masa dunia kuno, punya cerita tentang Abrahah al-Asyram dalam periode ‘Tahun Gajah’. Asal-usul Abrahah al-Asyram, sebagaimana dicatat Procopius, dia itu adalah budak pedagang Romawi di pantai Adulis – Eritrea, negeri di timur laut Afrika.
Eritrea berbatasan dengan Sudan di sebelah barat, Ethiopia di selatan, dan Jibuti di tenggara. Laut Merah di sebelah timur Eritrea memisahkan negara itu dengan kawasan Timur Tengah. Demikian adanya di timur dan timur laut lokasi itu punya garis pinggir laut panjang yang vis a vis Laut Merah. Kepulauan Dahlak dan sejumlah pulau di Kepulauan Hanish merupakan sebagian Eritrea. Arab Saudi dan Yaman berhadap-hadapan dengan negeri itu.
Siapa dapat meramal nasib, Abrahah al-Asyram, budak itu kemudian jadi jenderal perang kerajaan? Yakin, Procopius menyebut bahwa Abrahah al-Asyram erat kaitan ceritanya dengan Axum, yakni Kekaisaran Aksumite.
Tercatat, Kekaisaran Kekaisaran Aksumite di utara Ethiopia telah ada sekitar tahun 100 dan eksis hingga tahun 940 Masehi. Negeri itu berkembang dari periode zaman besi proto-Aksumite abad keempat Sebelum Masehi, lalu mencapai zaman keemasannya di abad Pertama Masehi. Kekaisaran itu merupakan pemain utama dalam perdagangan antara Kekaisaran Romawi dan India Kuno. Para pemimpin Aksumite mempermudah perdagangan tersebut dengan mencetak mata uang mereka sendiri. Begitu ditulis David Phillipson di The Oxford Companion to Archaeology, Volume 1.
Tahun Gajah mengingatkan nama-nama. Muhammad misalnya. Dia tercatat lahir tahun 570 Masehi di Mekkah, selatan jazirah Arab. Ayahnya adalah Abdullah, ibunyanya bernama Aminah. Muhammad dibesarkan kakeknya, Abdul Muthalib, dan diasuh pamannya, Abu Thalib. Muhammad terkenal dengan ‘ajaran tauhid’.
Dalam periode itu terkenal nama Ammar bin Yasir, anak dari Yasir bin Amir. Ibu dari Ammar bin Yasir adalah Sumayyah binti Khayyat, lazim disapa Ummu Ammar, atau ibu dari Ammar. Ummu Ammar dibunuh Quraisy sebab bertahan dalam ‘keyakinannya’.
Zaman manakala Abrahah al-Asyram dikenal penduduk bumi, tercatat ada pandemi. Wabah Yustinianus, tahun 541 hingga tahun 542 Masehi – menghantam Kekaisaran Bizantium, termasuk ibu kotanya, Konstantinopel. Wabah itu merebak ke seluruh pelosok bumi: Asia Selatan dan Tengah, Afrika Utara dan Arabia, Eropa di bagian utara, yaitu di Denmark, dan di wilayah barat, Irlandia. Sejarawan abad keenam menyebut kejadian itu setara Black Death. Menurut penelitian, penyebab wabah Yustinianus itu adalah Yersinia pestis, yaitu organisme yang menyebabkan penyakit pes. Studi genetis mengarah pada Cina sebagai sumber penularan.
Sejarawan modern menamai wabah ini berdasarkan nama Kaisar Romawi, Justinian I, dikenal sebagai Flavius Petrus Sabbatius Yustinianus, kaisar yang berkuasa saat itu. Dia sendiri juga mengidap penyakit tersebut, namun merupakan satu dari sedikit orang yang berhasil bertahan hidup.
Wabah Yustinianus berlangsung hingga sekitar tahun 750, dan kerap berulang pada tiap generasi di Mediterania.
🖇Baca juga: Siapa Justinian I
Pemikir cum sejarawan Persia yang gemar berkelana, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Amali ath-Thabari, populer sebagai Ibnu Jarir ath-Thabari, punya pandangan yang sama dengan Procopius tentang keberadaan Abrahah al-Asyram, bahwa jenderal perang itu terhubung dengan sejarah Axum.
Axum bertahun-tahun kemudian – kota itu menurut catatan – pernah dijarah serdadu Italia saat invasi ke Ethiopia. Selasatu monumen monolit ramping tinggi bersisi empat dengan mahkota berbentuk piramida di sana dibawa kabur ketika invasi, 1937. Penginggalan berusia ribuan tahun tersebut nanti dikembalikan ke Ethiopia tahun 2005. Oleh bantuan UNESCO, obelisk tersebut tegak lagi 2008 seiring perayaan milenium Gereja Ortodoks Ethiopia. Begitu ditulis di BBC dalam artikel ‘Ethiopia unveils ancient obelisk’, 04 September 2008.
Saya mengulang catatan silam, 2021, untuk kenang dan evaluasi: Abrahah al-Asyram, jendral perang Kerajaan Aksum, 20 April 570, menyerang Ka’bah Mekkah dengan pasukan gajah. Tak ada catatan sejarah tahun kematian Abrahah. Surah al-Fiil menulis yang mana Abrahah binasa beserta seluruh pasukan gajahnya karena dijatuhi batu-batu panas yang dibawa burung ababil. Situs lain mendefinisikan, bahwa, pasukan Abrahah musnah dihempas virus yang dihembuskan angin badai. Zaman itu, belum ada kalender baku di Arab. Penanda kejadian itu disebut sebagai ‘Tahun Gajah’.
Tahun Gajah: ada memori perbudakan, ada penyakit, ada kelahiran kematian, ada kejadian-kejadian berulang seperti sekarang ini. Harap perubahan kekal – terus berdamai dalam kemanusiaan semesta pada tahun-tahun sekarang dan zaman menjelang. (*)