Tuesday, April 30

Semula


03 September 2021


Oleh: Arman Yuli Prasetya
Penulis adalah Penulis
Tinggal di BojonegoroEditor: Parangsula


Gambar: Beranda alam, di mana mata leluasa mengintai langit biru, awan, gunung, dan hutan yang kian punah…


SEMULA gerimis lalu hujan turun deras sekali. Angin yang tak bisa kulihat menyentuh jejak-jejak langkah kita di tanah. Di antara rumput-rumput di deretan bangku-bangku, aku, kau dan hujan bertemu. Lalu angin berhembus. Menatap ke sana pada langit biru awan kelabu pasangan yang rela melahirkan hujan.

Pada setiap kesempatan saat hujan turun. Ia senantiasa membasuh jejak-jejak kaki kita di tanah. Tanah basah, rumput basah dan harapan yang tersimpan dalam butiran hujan.

Di sana pada padang sabana yang luas, betapa ingin kau tampung butiran hujan.

Dan juga sebuah beranda. Di beranda itu kita akan leluasa menatap langit biru awan kelabu yang rela melahirkan hujan. Betapa aku berusaha mengkhianatimu.

La…
Betapa panjang jalan itu. Langkah demi langkah kita akan menelusurinya. Apapun yang kita jumpa apapun itu selalu mengingatkan kita pada beranda di padang sabana. Di sana kita akan menampung butiran hujan. Bila nanti langkah kaki kita gemetar hati kita akan selalu bertemu. Kita basuh tubuh kita pada lembah yang tabah. Di dekat lembah itu kita melihat dua rusa membasuh dahaga dari rimba. Kita melihat ke atas, di tebing yang curam seekor singa berjaga.

Pada rimba yang luas kita melihat tumbuh pinus-pinus yang hijau dan tegak, tak mendongak menjulang tinggi menampung segala angin yang datang.

Kita mendengar suara hujan yang terus memanggil. Tubuh kita menggigil. Mata kita basah.

Kabut datang. Kabut yang lembut. Partikel-partikel kecil air melebur bersama dingin dan angin. Kabut yang tak mengeluh bila cahaya itu datang semakin terang. Ia pun rela meleburkan dirinya pada cahaya. Pelan-pelan tak nampak lagi. Hilang dari mata kita yang basah.

La…
Kita melihat jurang-jurang yang garang batu-batu yang tajam menyambut kita. Tengadahlah semoga melapang seperti tanah. Tanah yang tanpa lelah menumbuhkan bunga-bunga. Merawati wanginya, di antara rumput-rumput dan akasia.

La…
Kita mendengar suara tembakan semburat menggema di udara. Hati kita bergetar langkah kita tertahan. Bila ujung senjata menuding pada kita. Tegakkanlah pandanganmu, besarkanlah hatimu, besarlah hati kita. Kita menatap langit biru awan kelabu. Kita selalu percaya ada yang lebih agung dari itu semua.

Suara-suara hujan dari kejauhan. Beberapa langkah lagi kita akan sampai di sana. Aku ingin mendirikan beranda. Masihkah kau ingin menampung butiran hujan untukku? (*)