16 Januari 2023
Mereka, anak-anak terkasih-tercinta, pergi ke negeri seberang. Katanya pada langit, pada redup cahaya, pada malam padam, “Satu-satu jejak telah digenangi air mata. Dan senyap itu terbukti, jadi nyata. Untuk rindu, syair deras bagi Chao. Perahu-perahu sekarang kalian saksinya. Tapi, kami hanyut karena terlempar, sengaja dihempaskan dari sarang-sarang gersang nan kumuh dan kerontang…
Oleh: Dera Liar Alam
Gambar: Chao Phraya
NYANYI AWAN berarak di atas samudera raya, perahu layar ditikam gerimis: Good bye phalaenopsis amabilis, tanah kelahiran mengusir – hempaskan diri di gelombang surut di tebing Guinea hanyutkan nestapa penari bulan. Kita sisa tebang-tebangan terbawa deras bersama sampah ranting dedaun menuju hulu, air mata kering, malam hilang, kesunyian dirindu. Sini di tanah seberang resapi mimpi fana…
Rasuki angan,
Mimpi zaman silam…
Renangi debar arus samudera gulita
Relakan harap hanyut diretak-retak adab
Disapu onar gempar badai
Diam, diamkan sunyi…
Rindu nan kelam
Di sini,
Di jiwa
Bathin merontah meliar
Memeras tangis, deras, deras, hingga turas
Kasih, pernahkah rela diberi — skeptis berderet-deret…
DLA, teringat Wat Arun suatu ketika