Tuesday, November 19

Petruk Jadi Direktur


13 Januari 2023


Upaya, dorong kaki tangan penunjang ke dalam struktur tubuh sang pemegang kuasa — yang penting orang dekat boleh masuk. Mumpung ada di posisi strategis, mumpung punya wewenang, mumpung ada kesempatan, mumpung belum purna-tugas alias belum pension, masuk saja semua…


Oleh: Sudarsono Sablenk
Penulis berasal dari Malang
Tinggal di Airmadidi


SEBENARNYA Petruk berambisi jadi ratu, tapi karena bohirnya modal pas-pasan kalah telak dengan bohir yang besar. Maka cukup didapuk jadi direktur saja, demi memenuhi kuota koncoisme.

Setelah dilaktik, segera menginventarisasi sekolah-sekolah yang ada di wilayahnya, agar bisa diketahui sekolah yang paling kere dan sekolah yang sudah mapan. Agar nantinya bisa dijadikan acuhan program kerja seratus hari.

Istrinya tidak ketinggalan ikut ambil bagian. Dengan menyodorkan daftar nama-nama keluarga. Dan nama-nama anaknya teman-teman yang ikut ambil bagian jadi team sukses. Akhirnya Petruk tahu sekolah mana yang paling mapan untuk dijadikan tempat penampungan keluarga. Kebetulan Petruk dapat pelimpahan wewenang dari sekolah tersebut untuk menyelesaikan masalah. Karena sang bos juga kemungkinan kecipratan gratifikasi uang haram. Jadi Petruk posisinya lebih mantap.

Perkara pertama berhasil menyusupkan satu keluarga untuk menduduki posisi penting di sekolah. Tiba pada sampai kasus berikutnya, ganjalan muncul. Rupanya sang kepsek tidak serta merta mengikuti begitu saja bos Petruk sebagai pimpinan di departemennya.

Petruk galau, bagaimana acara agar mulus jalannya untuk meloloskan keinginannya, khususnya dalam hal memberi tempat bagi keluarga. Ada satu jurus pamungkas yang terpaksa harus dijalankan, yaitu jurus ‘aji mumpung’.

Mumpung punya wewenang, mumpung ada kesempatan, mumpung belum purna-tugas alias belum pensiun, mumpung masih berkuasa. Bersihkan dulu, bawahan yang tidak mau mengikuti kehendaknya.

Ganti kepsek, dengan dalih apapun yang penting lengser.

Kalau perlu bikin konspirasi, suruh guru yang hobinya suka menjilat, untuk sebar hoax terhadap kepseknya. Nanti di iming-imingi posisi yang bagus, atau kalau ada keluarga, anak, kalau perlu istri, kemenakan, bisa dijadikan pegawai honorer.

Program kerja pelengseran kepsek-kepsek berhasil dengan mulus. Langkah penyusupan keluarga, keponakan, anaknya teman, tidak sulit lagi karena mereka sudah satu nafas. Tak peduli kemampuan profesi, atau rasio kebutuhan tenaga kerja. Yang penting masuk dulu. Soal potensi atau kursi nanti dicari.

Harusnya program ini rakyat ndak boleh tahu, karena bersifat rahasia. Cuma orang-orang yang sudah disusupkan tersebut, tidak cukup mampu mengelolah kegirangannya. Mereka sedikit sombong, ponggah, karena merasa punya back up dari sang penguasa. Potensi kerja minim, ndak mau belajar, cukup copy-paste dari apa yang sudah ada.

Sangking girangnya, selfie-selfie foto close up di depan papan nama dan segera posting di medsos agar rekanan se-profesi tahu kalau sudah berada di sekolah yang keren. Lupa diri.

Coba saja kalau mereka mau sedikit bersabar, pasti tidak tersebar luas, dan tidak menimbulkan tafsir nepotisme korupsi kolusi. Ya, gitulah tidak ada kejahatan yang sempurna.

Sementara sekolah yang di ujung kampung belum pernah tersentuh. Sampai periode masa jabatan hampir selesai, yang penting program keluarga kelar.

Biar masalah guru honor yang sudah sekian tahun terbengkalai, tetap diabaikan. Masalah kurikulum, biar saja. Kompetensi profesi guru, biar nanti diurus oleh pejabat pengganti yang nanti akan datang kemudian. Biar saja.

Trukkkk…, Petruk…

Namamu akan dikenang sebagai pahlawan tanpa jasa. (*)