30 Agustus 2021
Bertutur Ridwan Basri Daeng Manakku Gallarrrang Parang-Parang, sebagaimana tersirat pesan suci, mantra sakral para tetua: “Saya Karaeng, Penempur tanah Gowa, akan memecahkan kelak hulu badik di arena, akan mematahkan kelak gagang tombak di medan laga…”
Oleh: Parangsula
Editor: Philips Marx
MINGGU, 29 Agustus 2021, di Saoraja Andi Bare Ghurdi Arung Labuaja – Kahu, Bone. Tutur adat berlangsung dalam kunjungan silaturahmi mempererat kekerabatan antara pemangku dan perangkat Lembaga Kerajaan Gowa (LKG) beserta rombongan Ikatan Masyarakat Adat Nusantara (IMAN) di rumpun keluarga Arung Kahu Bone.
Dalam suasana kekeluargaan, hadir dari Lembaga Kerajaan Gowa, masing-masing Andi Hasanuddin Andi Baso Erang Karaeng Sila Karaeng Tumailalang Kerajaan Gowa, Ridwan Basri Daeng Manakku Gallarrrang Parang-Parang, Cendera Juarsa Daeng Ngerang Gallarrang Saumata, Andi Irwan Karaeng Nyonri, dan Galy Daeng Mannawary. Kemudian rombongan dari Ikatan Masyarakat Adat Nusantara (IMAN) yakni, Andi Ilhamsyah Karaeng Ngemba Karaeng Cambanga Ri Gowa, Hj.Andi Sitti Rohani Karaeng Ringgi beserta rombongan yang lain. Adapun dari pihak Rumpun Arung Labuaja Arung Kahu diwakili Andi Santi. Berikutnya Kepala dinas Pariwisata Kabupaten Bone, Andi Promal Pawi, turut hadir dalam silaturahmi ini.
Sebagaimana diketahui, Saoraja adalah tempat tinggal para raja dan para pemimpin di zaman kerajaan di Sulawesi Selatan.
Oleh sebab itu, manakala tiba di Saoraja, rombongan disambut prosesi adat A’ngaru, dilanjutkan acara perjamuan adat di Soaraja Arung Labuaja Arung Kahu Bone. Prosesi adat A’ngaru, yaitu sumpah para petarung kerajaan menutur kesaksian hidup dan mati dan kesetiaannya kepada sang raja.
Sajak-sajak terucap, sebagaimana sumpah menjadi jalan hidup, mengalir dalam darah: “Saya Karaeng, Penempur tanah Gowa, akan memecahkan kelak hulu badik di arena, akan mematahkan kelak gagang tombak di medan laga. Barangsiapa jua yang tak membenarkan kebenaran, dan yang menentang adat budaya akan kululuhlantak tempat berpijaknya, akan kuhempaskan ruang geraknya. Saya seumpama parang yang ditetak, seperti kapak diayun menghujam.”
Esensi silaturahmi ini adalah untuk mempererat kekerabatan serta bersama sama melestarikan budaya di Sulawesi Selatan. (*)