Tuesday, November 19

Patung Authoritarian


09 September 2024


Amanat konstitusi, lindungi semua warga, santuni pelihara semua supaya berdaya – fakir miskin anak terlantar, lindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, majukan kesejahteraan umum, cerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Berkebalikan dari itu, authoritarian memandang soal-soal kesejahteraan kecerdasan sebagai ancaman, maka, bodok dipelihara diternak beranak-pinak turun-temurun. Demikian fakta rakyat dewasa ini yang terus ditodong dogma lapuk.


Oleh: Dera Liar Alam


TIKTOK SUCI umumkan rakyat berhasil menenggak sosialisasi gratis: cara hidup cara tindak. Hey Tou! Authoritarian itu seumur sejarah bumi, dapat dipraksiskan oleh siapa saja — maka mari kita menyembah patung.

Diktator Besi, misal Hitler, Mussolini, Stalin, Strößner, dan seterusnya – awalnya mereka itu juga adalah pejuang kemudian berganti muka jadi otoriter: potret kekerasan represif ada dalam tindakan dan regulasinya yang meminggirkan kaum bodoh miskin, yang menganggap diri punya otak juga ikut arus siapa tau beroleh keuntungan di dalamnya. Authoritarian selalu menghendaki kebodohan bertahan di tataran rakyat dan selalu membiarkan dogma-dogma usang tetap terjaga terpelihara dengan rapi. Penindasan politik dianggap baisa.

Strößner

Coba usik cerita Strößner, nama yang sudah digunjimg pada paragraf di atas. Strößner, lengkapnya Alfredo Stroessner Matiauda — ayahnya Hugo, seorang akuntan, imigran dari Jerman, bekerja di pabrik bir. Ibunya Heriberta Matiauda berkebangsaan Paraguay keturunan Guarani. Disebutkan dalam ‘Authoritarian Rule in Paraguay’, Strößner masuk militer Paraguay di usia tujuh belas dan menjadi letnan dua tahun kemudian. Ia ikut bertempur dalam Perang Chaco melawan Bolivia tahun 1932, kemudian perlahan-lahan Strößner naik pangkat. Medio 1948 ia sudah brigadir jenderal, tercatat jadi jenderal termuda di Amerika Selatan.

Operación Cóndor terhubung dengan nama Strößner — aktivitas ini adalah kampanye represi politik dan teror negara yang brutal — dilakukan bersama badan intelijen dan keamanan Argentina, Bolivia, Brasil, Chili, Paraguay, dan Uruguay pada pertengahan 1970-an. Di ‘Archives of Terror Discovered’, ditemukan Desember 1992 di Paraguay disebut sekurang-kurangnya ada lima puluh ribu orang dibunuh, sekitar tiga puluh ribu orang menghilang dan ada lebih kurang empat ratus ribu orang dipenjarakan.

Entah badai berhembus dari Cekungan Amazon entah dari Andes. Regime Strößner dituduh melakukan penyiksaan, penculikan. Korupsi meluas di zamannya. Semua dibuktikan ‘arsip-arsip teror’ yang ditemukan medio 1992 di Lambaré, tepi kota Asunción. Strößner tak membantah tuduhan korupsi di sejumlah tingkatan pemerintahannya. Strößner digulingkan kudeta yang dipimpin Jenderal Andrés Rodriguez, medio 1989. Ia melarikan diri ke Brasil, dan tinggal di pengasingan, Ciudad del Este, Puerto Presidente Stroessner: Warisan Strößner adalah sekelompok politikus korup yang masih berkuasa.

Soso

Usik nama lagi. Berikut ini kisah Josef Stalin, panggilannya Soso, terlahir Ioseb Besarionis dze Jughashvili – anak miskin dari Gori, sekitar tujuh puluh enam kilometer dari Tbilisi, negeri di Asia Barat. Ayahnya Besarion Ivanes dze Jughashvili, pembuat sepatu yang pemabuk – suka memukuli Keke Geladze, istrinya, dan memukuli ‘Soso’, anaknya itu. Karena sering dipukuli maka Keke dan Stalin memilih lari dari lingkaran kuasa kekerasan Besarion. Lalu tinggal pada Pendeta Christopher Charkviani.

Di rumah sang pendeta, Keke bekerja sebagai petugas kebersihan rumah dan pencuci baju untuk keluarga setempat yang bersimpati dengan keadaannya. Stalin lalu belajar dan bersekolah. Pada tahun 1888, Stalin mendaftar masuk Sekolah Gereja Gori, di situ dia unggul secara akademis, berbakat melukis, bermain drama, menulis puisi, dan bernyanyi. Simon Sebag Montefiore, sejarawan, penyiar televisi dan pengarang novel dan buku sejarah populer asal Inggris – tentang Stalin – Montefiore menjelaskan yang mana atas rekomendasi para gurunya, Stalin melanjutkan pendidikannya di Seminari Spiritual di Tiflis pada Agustus 1894, dia mendapat beasiswa dan bergabung dengan enam ratus calon pendeta yang tinggal di asrama seminari.

Stalin suka bicara, suka berontak, suka melawan: “Dia menolak mengangkat topinya kepada para biarawan sebagai tanda hormat.” Seperti itu dicatat Simon Sebag Montefiore di Young Stalin.

Pagi, adalah sajak yang didedikasikan Stalin pada sosok yang dikaguminya, Pangeran Rafael Eristavi, penyair dan penulis drama Georgia.

Tunas merah muda mulai mekar,
Segera akan berwarna violet biru pucat
Dan, melambai-lambai ditiup angin sepoi-sepoi,
Bunga bakung lembah telah merunduk di atas rumput.

Krai Perm, di tepi Sungai Kama, di kaki Pegunungan Ural. Stalin pernah diutus ke sana untuk menyelidiki bagaimana pasukan Tentara Merah dapat dihancurkan serangan Tentara Putih pimpinan Alexander Kolchak. Medio Januari – Maret 1919, Stalin kembali ke Moskow lalu ditugaskan di Front Barat di Petrograd. Setelah Resimen Ketiga membelot ke pihak lawan, ia memerintahkan agar para pengkhianat yang tertangkap ditembak mati di muka umum.

Volga Volga, film drama bisu yang disukai Stalin, selain film-film bergenre Western. Dia piawai bermain bola sodok, suka mengajak orang-orang di sekelilingnya menemaninya minum-minum dengan harapan bila mabuk mereka dapat membocorkan rahasia.

Stalin suka mengajak orang-orang bernyanyi dalam pertemuan-pertemuan sosial, senang melucu, misal menaruh tomat di tempat duduk para anggota Politbiro dan menunggu sampai mereka mendudukinya. Begitu dicatat Sheila Fitzpatrick di On Stalin’s team: the years of living dangerously in Soviet politics.

Karier revolusionernya bermula manakala Stalin jadi anggota Partai Buruh Demokrat Sosial Rusia yang berhaluan Marxis. Pemujan Stalin menganggapnya pahlawan sosialisme dan kelas pekerja. Orang-orang di Rusia dan di Georgia mengagumi dirinya sebagai pemimpin zaman perang, berjasa membangun Uni Soviet menjadi kekuatan yang diperhitungkan dunia.

Regime Stalin pula dinilai totaliter – dipandang sebagai pihak yang bertanggung jawab atas tindakan-tindakan penindasan massal, pembersihan etnik, juga ada ratusan ribu penghukuman mati, dan bencana kelaparan yang merenggut jutaan korban nyawa. Demikian sepenggal kutipan ‘riwayat sang Soso’.

Saya suka cerita Stalin, menyenangi sajak-sajaknya.

Peyorasi Petugas

Lembar negara – pengumuman berulang-ulang bahwa pembangunan kesejahteraan sosial merupakan perwujudan dari upaya mencapai tujuan bangsa yang diamanatkan regulasi. Sebagaimana digariskan bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia hendak direalisasikan bersama dengan amanat negara untuk lindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, dan seterusnya.

Jejak membumi, blusukan. Mandat partai membuka jalan jelata tuju istana. Titik di mana dua kubu sama-sama klaim menang. Mimpi Indonesia, ketemu orang yang adalah tetangga sendiri, dan bukan dari militer. ‘Populist Governor, Is Named Winner in Indonesian Presidential Vote.’ Begitu dicatat Joe Cochrane di The New York Times. Kenang memori bertahun silam – sekian hari – episode lepas dari orde di mana rakyat dipasung berpikir bertindak dan bicaranya. Kuasa mendukung pemilihan langsung dan menentang upaya pencabutan peraturan tersebut.

Gaya unik – ditera The New York Times sebagai ‘demokrasi jalanan’. Anies Baswedan membantah julukan The New York Times itu sebagai pencitraan belaka.

Kemudian, tuduhan jadi patung authoritarian deras: Omnibus Law, regulasi Cipta Kerja, UU ITE tanduk-tindak lemahkan oposisi, batasi kebebasan berpendapat berekspresi, hukum dijual dagang isme-isme mercantilist, aparat represif terhadap demonstrasi, dan seterusnya.

Homonin raja jadi sesembahan. Aji sakti mengandung mantra-mantra regulasi. Patung yang telah roboh itu bangkit menjelma dogma berteguh memerintah dan mau tetap bertahta, entah murka karena dituduh ‘petugas partai’. Begitu fakta menderas sekarang di negeri kita.

Laste

Seperti disebut pada paragraf pembuka, authoritarian itu seumur sejarah bumi, dapat dipraksiskan oleh siapa saja. Demi kedaulatan tetap berada di tangan rakyat, supaya cita-cita demokrasi dan keadilan sosial itu tetap teguh, itulah barisan rakyat tetap berdiri halangi patung authoritarian jadi sesembahan di negeri ini. (*)