Sunday, October 13

Tag: Pagi

Merindu Pagi Sunyi
Susastra

Merindu Pagi Sunyi

26 September 2024 Oleh: Dera Liar Alam PAGI itu tiba diam-diam Pergi diam-diam Di sana, pernah diskusi mezbah Asap mengepul di belakang. Perempuan menyeduh koffie, memanak jagung, mendiamkan anaknya bersorak haus lapar. Pagi itu tiba diam-diam Pergi diam-diam Di bukit pepohon mulai rebah, diganti pengumuman kampanye Asap mengepul di jalan-jalan, di lorong-lorong belantara. Laut dan mega bersambung ufuk di mana nelayan memandang istananya nun jauh. Alang-alang seumpama emas di atas segitiga monas, monumen nasi panas serta ikan bakar dan sedikit air di musim kemarau… Pagi itu tiba diam-diam, gelombang telah kobarkan amuk semalam suntuk, berita siapa yang hilang pergi diam-diam. Didiamkan. (*)
Patung Authoritarian
Editorial

Patung Authoritarian

09 September 2024 Amanat konstitusi, lindungi semua warga, santuni pelihara semua supaya berdaya – fakir miskin anak terlantar, lindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, majukan kesejahteraan umum, cerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Berkebalikan dari itu, authoritarian memandang soal-soal kesejahteraan kecerdasan sebagai ancaman, maka, bodok dipelihara diternak beranak-pinak turun-temurun. Demikian fakta rakyat dewasa ini yang terus ditodong dogma lapuk. Oleh: Dera Liar Alam TIKTOK SUCI umumkan rakyat berhasil menenggak sosialisasi gratis: cara hidup cara tindak. Hey Tou! Authoritarian itu seumur sejarah bumi, dapat dipraksiskan oleh siapa saja — maka mari kita...
Di Bawah Gedung Pencakar Langit
Susastra

Di Bawah Gedung Pencakar Langit

11 Oktober 2023 Oleh: Arman Yuli Prasetya Penulis adalah Penulis Tinggal di Bojonegoro Gambar: Anak-anak kita di bayang musim yang entah GEDUNG-GEDUNG pencakar langit menusuk awan. Kabut menimpanya tapi dingin tertolak pada kaca. Pagi bergetar. Di sisi jalan keresahan bertumpuk seperti sampah dipinggirkan. Hujan menderas dalam musim. Sungai keruh terhenti. Surga penuh dusta melempar kita menjadi pendosa. Saling menatap dalam rembang yang ditinggalkan. Angin menyentuh jalan. Hampa dalam genggaman. Waktu dalam lingkup langit yang beku. Kita sibuk mengais apa saja yang akan berlalu. Tapi hidup adalah kuku-kuku yang kerap membenamkan tubuhku. (*)
Cahaya Acak
Susastra

Cahaya Acak

02 September 2023 Kode 80. Oleh: Arman Yuli Prasetya Penulis adalah Penulis Tinggal di Bojonegoro Gambar: Langit tanpa kupu-kupu CAHAYA acak yang terjebak di langit sepi kupu-kupu turun membawanya menembus kabut lalu pagi datang seperti jalan panjang yang meninggalkanmu sendiri (*)
<strong>Menjelang pagi</strong>
Susastra

Menjelang pagi

17 Februari 2023 Kode 60. Oleh: Arman Yuli Prasetya Penulis adalah Penulis Tinggal di Bojonegoro Gambar: Ambang pagi di Pasir Panjang Ketika aku sampai Pintu tertutup Hanya patahan jalan Dan malam tinggal sebagian Aku ikuti angin Sebelum waktu menjatuhkan pagi Dari lubang jendela Kulihat lilin yang dingin Dan kain basah Di atas kening anak kita Tapi aku hanya nama Yang mengembun di kaca Ketika pagi tiba menyentuh ruang kamar kita
Dan Embun Esok Hari Tak kan Hilang
Budaya, Susastra

Dan Embun Esok Hari Tak kan Hilang

Medio 2012 Refleksi Kamis Malam Dunia Maya, 20 April 2012 Sajak-Sajak: Neng Lilis Supriatin El Cacuk Kaka Tewel Kaka Tewel tahukah kau di mana sang embun, bila dia disapa oleh keringat mentari? seperti nyanyian bintang saat senja sentuh ufuk baratmu… Neng Lilis Supriatin jemari mengelus tetes keringat, embun menguusap peluh, selalu bernyanyi walau tanpa bintang karena ufuk barat bukanlah seutas batas, hela napas... El Cacuk pada pesonamu di sudut ini, selalu ada embun, kenang indah kala bersamamu jauh di lubuk hatiku — sejuk sentuh malam... Kaka Tewel menarilah wahai rembulan malam… tajukmu kilau bunga buaian sang fajar... embun kan sirna dalam pesona angan… El Cacuk batas malam, beralih gaduh sebab suaramu tanya, ‘mengapa tunggu’ kubilang, ‘entah, cukup bagiku, aku sayang k...