Sunday, December 22

Pancasila bagi Ibu Menyusu Ideologi


01 Juni 2021


Enjoy Dairy.
(FAO 2021)

Hari Susu Nusantara 2014 merupakan momentum yang baik untuk menindaklanjuti rencana aksi blue print persusuan Indonesia 2013 – 2025.
(Dr. Ir. Suswono, Menteri Pertanian 2014)


Oleh: Daniel Kaligis
Penulis adalah jurnalis penulis


MAKASAR – BANGUNINDONESIA.COM – JALAN Penghibur, menghibur tabuh tambur sudah diganti toa pemanggil, memekak, kadang memaksa: minum susu supaya kuat, menyusu dan terhibur dari segala kebimbangan.

Di situ, di Jl. Penghibur, saya mengambil foto. Seorang anak menggenggam kemasan gelas plastik yang dia punggut dari halaman parkir pelataran ‘Bugis – Makassar’ di mana acara puncak ‘Hari Susu Nusantara 2014’ berlangsung. Hari susu, mengikut mau FAO menetapkan ‘World Milk Day’, sejak 2001.

Foto 2014, undangan media, bendera frisian berkibar-kibar, ribuan orang memadati jalan, ada sejumlah pejabat dari Jakarta. Menteri Pertanian, Dr. Ir. Suswono, ada di sana. Wakil Menteri Pertanian, Dr. Rusman Heriawan, juga hadir. Sekretaris Ditjen P2HP Kementerian Pertanian, Yazid Taufik, beri sambutan. “Melalui perayaan Hari Susu Nusantara merupakan momen membangkitkan kesadaran pentingnya mengonsumsi susu,” kata Yazid Taufik. Hadirin bertepuk tangan, bersorak, tersenyum. Banyak pejabat hadir di situ. Ada Wakil Gubernur Sulawesi Selatan, Walikota dan Wakil Walikota Makassar, dan pejabat  di  jajaran Kementerian Pertanian, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Litbang Pertanian, Asosial Persusuan Indonesia, dan masyarakat luas.

Kenang hari itu. Gerakan Nusantara minum susu setiap hari untuk anak cerdas aktif Indonesia, lalu tagline megah ‘drink move be strong’. Fun walk berlalu, barisan terurai, kerumunan menyepi sisa-sisa. Sampah bertebaran di mana-mana. Pemulung datang, memilih, memilah, lalu menghilang.

Kenang hari ini. Berapa banyak orang minum susu? Apakah dalam masa tumbuh kembang anak-anak disuguhi susu sebagai implementasi program yang dulu semarak ‘empat sehat lima sempurna’, yakni, susu sebagai pangan tambahan penutup, penyempurna iman negara yang hari ini justeru semakin kentara perpecahannya sebab ‘masih ada’ didikan ideologi ‘beda adalah musuh’ diterapkan sejumlah pihak. Walau tidak semua setuju dengan pandangan itu.

Tentang propaganda susu, saya mengutip artikel yang ditulis Desi Purnamasari, 12 Juli 2018. Ada data di sana, ada kritik pada susu kaleng dalam artikel itu: “Masyarakat Indonesia terbukti lebih banyak mengkonsumsi susu kental manis. Pada 2003, konsumsi susu kental manis tercatat sebanyak 0,97 liter per kapita per tahun, kemudian meningkat menjadi 1,41 liter pada 2007. Pada 2012, jumlah konsumsinya sempat menurun menjadi 1,08 liter per kapita. Selanjutnya, tingkat konsumsi susu kental manis masyarakat kembali naik di angka 1,84 liter per kapita per tahun pada 2017.” Alinea ke sebelas di tirto.id dalam artikel ‘Susu Kental Manis Jauh Lebih Banyak Dikonsumsi Ketimbang Susu Lain.

Ini paragraf pembuka pada tulisan Desi Purnamasari, “Saga susu kental manis (SKM) belum berakhir. Klarifikasi yang dikeluarkan BPOM melalui situswebnya pada 05 Juli 2018 menegaskan bahwa subkategori susu kental dan analognya (termasuk di dalamnya SKM) merupakan salah satu subkategori dari kategori susu dan hasil olahannya. Jenis susu kental manis berbeda dengan jenis susu cair dan produk susu, serta jenis susu bubuk, krim bubuk dan bubuk analog. Seluruh produk susu kental dan analognya tidak dapat menggantikan produk susu dari jenis lain sebagai penambah atau pelengkap gizi. Hal ini diperjelas pernyataan Kepala BPOM, Penny K. Lukito: SKM bukan pengganti air susu ibu atau ASI.”

Sekarang kemasan susu sudah berinovasi, model susu kaleng masih tersedia, sudah ada model saset, ada juga kemasan efisien, buka tutupnya, dipencet, keluar isinya.

Baca di wikiwand.com, Hari Susu Nusantara, manfaat dari susu almond. Seperti ini isinya: susu almond tidak mengandung kolesterol atau lemak jenuh. Kandungan sodiumnya juga rendah dan lemak sehatnya tinggi (seperti asam lemak omega, seperti ditemukan pada ikan), yang membantu mencegah tekanan darah tinggi dan penyakit jantung.

Masih dari sumber yang sama, disebutkan bahwa susu almond mengurangi risiko diabetes. Susu almond – tanpa bahan tambahan – memiliki karbohidrat rendah, yang berarti ia tidak langsung meningkatkan kadar gula darah secara signifikan, sehingga mengurangi risiko terkena diabetes. Ini karena susu almond mengandung indeks glikemik rendah, dan tubuh Anda akan menggunakan karbohidrat sebagai energi, jadi gula tidak disimpan sebagai lemak.

Manfaat lainnya, sebagimana ditulis dalam artikel itu, yakni membantu menurunkan berat badan, dan tulang jadi lebih kuat.

Suka membaca sejumlah artikel tentang manfaat susu. Tapi, saya jarang minum susu yang diproduksi pabrik, atau susu murni langsung dari tempat perahnya. Boleh hitung jari setahun minum berapa gelas saja. Produk olahan susu, tentu tidak mungkin saya menghindar untuk mengonsumsinya. Jadi, sama saja, saya mewarisi konsumerisme tanpa mampu mengelak.

Minum susu ada regulasinya dan dibuatkan keputusan-menteri-nya. Pemerintah punya sosialisasi terkait susu hari ini: ‘di tengah pandemi Covid-19, asupan makanan dan minuman yang bergizi tinggi sangat diperlukan untuk memperkuat daya tahan tubuh, salah satunya melalui konsumsi susu’.

Tentu hal ini penting, minum susu dan terus bergembira. Pertanyaannya, dari mana uang untuk beli susu? Ya, buka dompet, keluarkan uang, dan segera beli.

Impor susu Indonesia tercatat masih tujuh puluh delapan persen. Data Badan Pusat Statistik, 2020: tingkat konsumsi susu masyarakat secara nasional tahun 2019 masih berkisar 16,23 kilogram per kapita per tahun. Kebutuhan susu nasional tahun 2019 mencapai 4.332,88 ribu ton, produksi susu segar dalam negeri, hanya mampu memenuhi dua puluh dua persen kebutuhan nasional. Seperti itu ditulis Tira Santia di liputan6.com.

Gambar 2014 saya beri caption: ‘Gift for mom who has everything: Di sudut lainnya ada perayaan Hari Susu Nusantara dihadiri petinggi negara dan orang-orang penting di negeri ini; anak ini mungkin hanya mengenal kaleng bekas susu, hadiahnya yang kumuh bagi sang ibu, dan bagi kebersihan kota. Minggu, 01 Juni 2014 – Jl Penghibur – Makassar’.

Onald Anold, kawan seniman saya dari Jakarta, tentang foto itu dia bilang, ini — “Wajah asli Indonesia, miris dan mengiris nurani.”

Memang miris. “Miris,” cetus Belinda Jasmin dari bumi Sangkuriang.

Anak-anak boleh jadi hanya mengenal susu dari kaleng bekas kemasan susu, kemudian puluhan tahun berikutnya menikmat propaganda ideologi ‘kita-lah paling benar’ oleh sebab kekuasaan tuhan kita paling banyak digemari dan paling santer diteriakkan sejumlah suara di negeri ini. Minum susu entah berapa kali, bila sempat.


Beware of Radicalism Since Early


Program edukasi sudah jadi senjata, barisan murka yang turun ke jalan-jalan meneriakkan kebenaran, menyusu impor kabar hoax konspirasi, lalu memukul sesama dengan pentung kepentingannya.

Kemiskinan. Dan saya kemiskinan itu: miskin literasi, dan merasa paling tahu semua perkara. Paling banyak menyusu, dan paling sering bersoal dengan susu.

Program susu, isu persusuan. “Pertumbuhan populasi sapi perah dan pertumbuhan produksinya belum mampu mengimbangi pertumbuhan konsumsi, sehingga ketersediaan sebagian besar produk susu dan turunannya adalah melalui importasi yang semakin lama semakin meningkat,” kata Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita. Ini pemberitaan tahun silam terkait momentum hari susu, dimuat di mediaindonesia.com.

Impor jadi punya alasan. Tahu-lah kita, isu susu dan impor ternyata radikal, dan masuk dalam pemikiran. Perdagangan susu menjadi lebih penting ketimbang bagaimana mendidik supaya anak-anak mampu kreatif berdiri di atas kaki sendiri, merdeka berpikir, dan berdamai di bumi plural.

Hari ini kita merayakan ‘World Milk Day’, juga memperingati kelahiran Pancasila. Lebih banyak orang memperingatinya lewat status di media sosial.

Demikian saya, membaca status kawan-kawan, memerhati foto dan gambar. “Tempat bung Karno menemukan konsep Pancasila di tepi pantai dan berhadapan dengan pohon sukun bercabang lima,” begitu ditulis Emmy Sahertian tentang fotonya tahun 2015, silam, di Ende, Flores.


Foto: Emmy Sahertian, Ende 2015


Saya lalu menikmat percakapan Emmy dan Manda Andrian.

Manda Andrian: “Ini di mana, Kak Emmy? Tempatnya kayaknya tenang.”
Emmy: “Di kota Ende, Flores.”
Manda Andrian: “Tempatnya keliatan tenang dan damai. Suka.”
Emmy: “Ia sangat tenang sambil menandang laut Flores. Inspiratif.”

Di sini, rayakan sunyi sepi meledak-ledak. Anak-anak menyusu dari internet, dan ibu bumi yang diam, dilukai tidak melawan. Saban hari seperti itu. (*)