Tuesday, November 19

Episode Pao


30 April 2024


Oleh: Dera Liar Alam


Gambar: Daeng Dusing membakar kretek.


OBROLAN sudah direkam, simpan di mana? Di benak, di jiwa, dihafal berkali-kali: Tanah kaya subur, dedaun misteri. Episode dirobek, gulungan dibakar. Abunya dalam gua, tumbuh jadi stalagmite jadi stalactite di Leang-Leang, di lereng-lereng lurah.

Hey Pao, kita pernah jadi negara serikat, angkatan perang berkelahi sumberdaya politik pangkat-pangkat gerilya dari belantara kota dan wanua. Rakyat mengungsi, dan tetap terjajah sampai sekarang.

Udin mengeja syair: “Cundung-cundung balaho punna addekko sa’ra kudeddekngko ulu cabale balenu.”  Dia terusir dari ladang dari sawah dari rimba meruah dedaun ranting-ranting yang dipatah tanda. Meraung terompet daun aren daun nyiur batang padi pecah. Jadi tikus, jadi topeng, jadi patung, peringatan kaum malang nan gunda.

Rakyat dihalau senapan. “Kami suraro, diajar berkelahi, diajar menghajaar, berontak tak pernah menyerah,” urai Uttu, mengisah meriam – mortir – rocket launcher hadang tank, memelanting panzerkampfwagen. Di bibirnya kretek dan salak mesin perang seumpama ledak-ledak di musim teror. Sore hampir gelap, Dusing sang Sanro membakar tembakau dalam upacara. Asap mengepul di ruang terbuka di atas rumah kayu. Diejanya berulang syair bertua, menunggu pagi, menunggu kabut membungkus bukit, lurah, dan sungai.

Angin mendesah, orang-orang di ladang lari berhambur. Tene’ dan Rio ada dalam rombongan. Mereka berkarib sekian zaman. Ada ketika mereka mandi setengah telanjang di rindang Gallang. Pagi berkabut, sejuk, dingin sangat. Mantera bercampur kecipak lumpur. Orang-orang lewat, memberi salam: “Teruslah bergerilya, menabur benih.” Tene’, Rio, bercampur, dedaun rusuh, alam berdecak. Turunan menyebar, menetap, tinggal di rumah-rumah raja.

Gertak senapan, orang-orang terpinggir. Rumah Singgah, lampu redup, lima berkisah, bisik-bisik. Ada dua lelaki menyelinap di kolong, seseorang menyandang golok, menutup wajah dengan sarung. Kemudian topeng-topeng menuju rimbun, berlari, lekas, tangkas, membuat setapak baru, senyap.

Jauh, jauh di jantung rimba, di sana, di Bowong Langit. (*)


Pao, April 2023