Saturday, December 21

Dunia Baru


07 Juni 2022


Menghitung berapa dasawarsa bumi panas pertikaian, keyakinan-keyakinan merasuk ruang relung rakyat tanpa diuji, maka rakyat ikut berkelahi. Chee Rich, kawan diskusi di bumi maya buka suara, “Babad tanah leluhur — bukan dari cerita film Indonesia saja — menari dalam cinta dan darah. Keturunanmu akan meremukkan kepalanya, warisan seribu zaman yang mengundang seribu bukti kasih; Sahihkah bukti-bukti? Aku keturunan dari keturunan dan keturunan dari yang tidak ada jadi ada. Kita bukan siapa-siapa, tapi apa yang jadi bukti sejarah bahwa kita ada dari masa lalu.” Begitu interupsinya hari ini pada judul di atas. Entah ilusi kita sama, bermimpi air layak konsumsi sejuk segar, berenang di sejuk segar alam. Menunda kekalahan dan mati berkali-kali…


Oleh: Daniel Kaligis
Penulis adalah jurnalis penulis


Gambar: Alas Harum


DI BAYANG langit Alas Harum berkisah perjumpaan di negara seberang: malam di Golden Mile Complex tunggu tumpangan ke Orchard. “Hope that you enjoy looking back and sharing your stories,” kata kawan perjalanan.

Padahal ‘bumi maya’ pertemukan kita di titik-titik semu advertisement. ‘Anggur Dunia Baru’ dari Australia dan New Zealand dianggap masuk episode ‘baru’, karena temuan itu berkembang dan masuk ‘pasar Eropa’ lalu bersaing dengan popularitas anggur Prancis dan Spanyol, terutama di Britania Raya. Demikian tercatat pada sejumlah portal. Nah, sambil duduk menghadap semesta sawah kita bersulang shiraz.

Namun, hari ini di negeri berbagai lokasi terkurung dogma, science seperti balas dendam. Merobek-robek kantong rakyat dengan pergandaran. Ramuan jadi mahal, anggur tumpah di baju sendiri. Fashion setara harga diri, di kampung saya ada pameo, ‘biar tidak makan, yang penting cantik dan ganteng’. Kalah nasi, biar saja yang penting bisa beraksi. Berapa lama rakyat ditindas diseragamkan mindset dan seragam isi perut. Sekarang, isi perut dianggap kurang populer, yang penting foto-foto, dan ‘story’.

Di sini, di bayang langit Alas Harum, pernah memandang langit subsistence peradaban, pengetahuan menambahinya dengan rumus. Ladang, sawah, petak-petak hutan, kawan pelancong, pekerja, penggarap, jurang, temali, rumah singgah, genang air, gelombang awan, hijau, segala warna tumpah di cawan: koffië di Tegallalang.

Saya datang ke situ menenun haus, kopi tersaji di atas nampan, meja rendah yang menyajikan pemandangan sekeliling adalah surga permai. Angin sejuk, kepul asap dari cangkir begitu cepat menghamburkan aroma Arabika yang saya pesan.

Di sana ada Bird Nest, Dancing Bridge, Gorila, Glass Flooring, Education Temple, Pekak Brayut, dan para peziarah yang ramai datang bergantian saban waktu. Lupa saja. “Dunia Modern merujuk pada suatu masa sejarah, bukan merujuk lokasi atau tempat,” begitu menurut teori pecandu bacaan. Hari ini, mengulang kisah itu pada tanggal sama di zaman berbeda. Ayunan ekstrem menggelayut, seakan melayang menembus langit.

Pecinta susastra, teks, kata-kata daur ulang kabar semesta. Bumi, teori teritori ribuan tahun silam yang dapat dilacak hari ini. Dalam cawan, cairan bercampur unsur semesta diproses sendiri oleh waktu, saat-saat yang dilalui. Anggur baru, cerita kita bersua dan bersulang. Namum kisah ‘anggur’ setua zaman. Demikian kata berita. Bumi dibagi-bagi juga adalah cerita berita dan derita.

Dulu, berdasarkan Perjanjian Tordesillas, Spanyol menguasai bagian barat garis batas imajiner ‘Dunia (disangka) Baru’, Portugal menguasai bagian timur. Kata teman, cerita ini sebagai ulangan pelajaran sejarah di sekolah menengah. Kami diskusi panjang lebar tentang ulangan itu dalam beberapa bait argumentasi. Senang mengulang babad ini sebagai kenang tahun-tahun silam evaluasi: Obrolan terbabit dogma melekat dalam status-status, ‘sampai bertemu di dunia baru’. Temuan science telah merontokkan tafsir tesis tersebut.

Langit masih sama, biru, kadang bertabur awan, kadang gulita. Hari ini di zaman silam: Perjanjian Tordesilllas ditandatangani, 07 Juni 1494, membagi dunia di luar Eropa menjadi duopoli eksklusif antara Spanyol dan Portugal sepanjang suatu meridian 1.550 kilometer sebelah barat kepulauan Tanjung Verde di lepas pantai barat Afrika, sekitar 39°53’BB. Wilayah timur dimiliki Portugis, dan barat dikuasai Spanyol. Perjanjian itu diratifikasi Spanyol 02 Juli 1494, menyusul Portugis 05 September 1494.

Berikutnya, kemudian ada Perjanjian Zaragoza, ditandatangani 22 April 1529: lebih akurat menentukan spesifikasi anti-meridiannya berada di sekitar 17° timur Maluku (145° BT).

Teks tiga bait di atas adalah ulangan, bukan ‘dunia baru’ catatan tahun silam dari sejumlah lokasi, memoles kabar supaya terlihat baru dan mengkilat.

Kawan bacakan dogma: remuk setan-setan menetes teguk demi teguk di kerongkongan bersama shiraz. Sebotol terasa kurang, mantera diulang: Episode bumi banyak yang tak tercatat, atau sengaja dikoyak dari lembar sejarah. Tak cukup tiga malam membaca sejumlah catatan, misalnya: ‘The Written Record of the Voyage of 1524 of Giovanni da Verrazano as recorded in a letter to Francis I, King of France, July 8th, 1524’. Ini link tualangnya Giovanni da Verrazano itu menarik disimak. Berikutnya ‘The Invention of America’. Pandemi endemi dicerca mantera, orang-orang menanggung dendam masa silam.

Keturunan-keturunan membalas dendam perang, menggagahi kemanusiaan semesta. Lalu science meremuk kepala keyakinan-keyakinan. Pengetahuan mahaluas, bila anda hanya tinggal dalam ‘tempurung dogma kampungmu’, maka, niscaya ‘dunia baru’ itu hanya teori yang tak pernah dapat anda sentuh dan singgahi.

Kisah berikut ini bukan di Alas Harum, kita mesti menyeberang laut untuk ke sana. Protokol sudah melahirkan tongkrongan baru, menjadi ‘dunia baru’ dalam kepenatan berulang-ulang, rutin. Lalu terminologi-terminologi penghiburan memenuhi dinding rumah kita. Zona dibagi, kesenangan dan kesusahan. Di dapur bersambung meja kasir, pelayan menerima uang, kemudian tangan berlumur tagihan itu juga menjamah cawan, sendok, garpu, piring, sumpit, sedotan. Harga ditambah setoran entah untuk siapa. Di sana orang-orang menemu ‘baru’. Berkenalan, merekam kejadian, entah menghitung keluaran, dan seterusnya.

Ada resto dengan pengumuman harga ditempel bersama gambar jualannya. Ternyata tagihannya terkadang beda dengan harga yang nempel di dinding informasinya. Ini namanya penipuan terstruktur dan dipelihara. Pernah tanya, dijawab, “Harga publikasi belum termasuk pajak.” Semua dipajaki. Berhenti kendaraan juga dipajaki. Kencing berak mandi, dipajaki. Dunia baru yang telah lama dijejal gengsi, sok tahu, ternyata tempe. Anda tentu ingat kenaikan-kenaikan yang tak pernah turun. Itu bagian dari dogma melarat berkarat.

Bermimpi air layak konsumsi sejuk segar, berenang di sejuk segar alam. Namun, sampah ada di mana-mana, termasuk teori yang jadi sampah di pemikiran. Pengumuman ‘dunia baru’ seperti pindah tempat tinggal, bertetangga dengan orang baru, adab baru. Berulang-ulang interupsi. Kita bukan siapa-siapa, tapi apa yang jadi bukti sejarah bahwa kita ada dari masa lalu. Kemanusiaan semesta dilangkahi, berkelahi, berperang, menunda kekalahan dan mati berkali-kali. Regulasi tak mau dievaluasi.

Apa itu Dunia Baru?

Catatan bumi memberi sedikit jawaban. Dunia Baru merujuk pada Benua Amerika. Terminologi itu pertama kali digunakan pada abad Limabelas: Benua Amerika merupakan sebuah tempat baru dan asing bagi orang Eropa. Sebelumnya ada anggapan bahwa dunia hanya terdiri dari Eropa, Asia, dan Afrika. Dunia Baru bukan Dunia Modern.

Hari ini, ‘dunia baru’ adalah temuan-temuan, berulang-ulang. Hoax membumbunya dengan klaim kebenaran, padahal rentan. Sengketa dogma mahabenar bersua pelarangan-pelarangan berbarcode value perdagangan. Tiba-tiba, dogma bubar dihantam badai korup oknum suci yang mujizatnya gentar pada cctv.

Dunia baru itu ada di mindset, perubahan kekal. Transparansi. (*)