Tuesday, April 30

Aku Menanduk Angin


26 November 2023


— Mengenang sahabatku yang telah pergi untuk selamanya karena HIV dan AIDS —
25 November 2011


Oleh: Emmy Sahertian
Penulis adalah Aktivis
Berkegiatan di Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika


JASAD lunglai sedikit bernyawa itu rebah di pelataran hati-hati yang dermawan,
berharap belas kasihan mengisi setengah nyawanya yang sudah mulai bebas terbang…

Namun, mereka bilang…
“Bantuan berakhir sampai di sini,”
Di batas batas sunyi mencekam.

Dengan sedih kulipat saja tilam;tilam kemanusiaan itu karena sudah tak terpakai lagi. Sementara tali-tali maut mengerat daging menyusut, belulang kering itu menguras habis serpihan asa yang tenggelam bersama langit kelam menghitam.

Hidupnya tinggal sepelempar batu di situ.
Di ranjang sempit gerah dalam erangan pilu…

“Aku lelah, bu. Aku mau pulang.”

Dan kematian berhembus bagaikan angin puyuh.
Lalu, aku menanduk angin itu.
Mencoba menganggu pusarannya agar tidak telak menghabisi nafasnya.
Isi kepalaku berhamburan, berantakan tanpa logika.
Dan ia pun pergi bersama hembusan malam dingin

Ternyata…
Lebih layak berbaring di pelataran abadimu Tuhan…
Kusimpan air mataku sambil menggeleng perlahan,
Memandangi angin puyuh itu meneruskan hembusannya,
Entah ke mana lagi…

(*)