27 Juni 2021
Pers Release
Disampaikan oleh:
Almira Management & Binsar Hiras Publisher
Omne vivum ex oceanic – sumber kehidupan berasal dari laut. Jalanidhitah sarva jivitam – laut merupakan sumber kehidupan.
ITULAH pedoman hidup, Kirana Kejora, seorang Sarjana Perikanan, yang mengaku ‘tersesat’ jadi novelis. Bahkan kini menjadi seorang writerpreneur. Sudah 16 tahun ini, Kirana Kejora berkiprah melaut di samudra literasi.
Kirana merasa, banyak anak bangsa NKRI yang tidak sadar sebagai bangsa bahari. Banyak anak bangsa NKRI yang masih memunggungi laut. Maka saatnya kini generasi muda melihat laut. Sebab laut adalah kehidupan, juga masa depan. Banyak generasi muda yang masih tidak peduli lingkungan, apalagi mencintai laut.
Sebagai Pegiat Literasi yang beberapa novelnya telah difilmkan, Kirana terus berjuang mewujudkan cita-citanya dengan Gerakan Literasi Bahari untuk Konservasi Bahari.
Pekerjaan sebagai periset sosial ekonomi perikanan, membuatnya harus sering melakukan perjalanan dari Sabang sampai Merauke. Lulusan cum laude dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitan Brawijaya ini tak mau rugi – riset hanya jalan-jalan, wawancara dan menghasilkan laporan saja. Sudah jalan jauh, mahal dari sisi tenaga, waktu, dan tentu saja materi, membuatnya berpikir, harus untung.
Dasarnya jiwa menulis fiksi sudah dimiliki sejak kelas tiga SD, maka, dia wajib menjadikan novel, setiap perjalanan risetnya.
Memang tak mudah, namun tak susah, dan akan menjadi indah bila dia kemas tulisannya dengan konsep writerpreneur. Dari pra produksi (riset, tujuan), produksi (kemasan) hingga post produksi (promosi), dia harus kawal. Sebab baginya, buku adalah anak. Susah payah melahirkan dengan riset mahal, menulis berdarah-darah, setelah lahir, lalu dibiarkan, bajunya buruk, gizinya pun demikian. Maka, buku itu pun akan mati, alias tidak laku.
Karena bagi perempuan kelahiran Ngawi ini, menulis, bukan hanya hobi, tapi sudah menjadi profesi.
Setelah beberapa bukunya best seller nasional dan menjadi film – Air Mata Terakhir Bunda (2013), Ayah Menyayangi Tanpa Akhir (2015), dan Yorick (tunggu tayang), pada tahun 2020, Kirana telah mempersiapkan novel Rindu Terpisah di Raja Ampat (RTDRA) ke film layar lebar. Namun pandemi covid, membuat proses pra produksi filmnya menjadi tertunda.
Tak mau berdiam diri karena pandemi, kini Kirana menerbitkan sekuel novel RTDRA yang terinspirasi saat riset di Morotai pada tahun 2017. Kirana riset bersama tim dari Balai Besar Sosial Ekonomi Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan di pulau paling utara Indonesia yang berada di bibir Samudra Pasifik – Morotai.
Kirana selalu meyakini, bahwa buku yang lahir dari hati karena pesan dari semesta. Setiap tulisan akan menemui takdirnya sendiri-sendiri.
Tragedi Nanggala 402, menjadi titik baliknya sebagai orang yang mengaku sebagai sea lover untuk semangat menyelam kembali. Serius menyelesaikan novel yang semakin bertingkat konfliknya ini.
Tragedi Nanggala 402 menamparnya agar semakin mencintai laut. Agar pengorbanan Pasukan Hiu Kencana tak sia-sia. On Eternal Patrol: KRI Nanggala 402 sebenarnya, telah tertulis di dalam novel Rindu Terpisah di Raja Ampat (RTDRA) yang terbit tahun 2015.
Demikian pula dengan Pasukan Hiu Kencana dan Hantu Laut. Semua tertulis rapi dalam dialog Karang dan Rindu.
Karang kakeknya seorang pensiunan Hiu Kencana. Ditambah lagu (instrumental) Sunset dan Sunrise karya Hedy Rahadian – partner menulisnya dalam novel Seruni Niskala yang sedang tahap riset dan penulisan – membulatkan tekadnya menerbitkan secara indie, novel Renjana Biru di Morotai (RBDM).
RBDM tentang kelana Rindu mencari sejatinya cinta yang berlanjut. Setelah Ganesh, kekasih yang akan menikahinya, meninggal. Dia ingin membuang rasa kehilangan, merenungi nasib di Morotai, menyelam sendiri. Namun ternyata, gara-gara berebut sebuah buku ‘Terhempas Prahara ke Pasifik’ di sebuah toko buku penjual buku-buku langka, dia harus berjibaku kata dengan seorang arsitek nyentrik yang telah sepuluh tahun tinggal dan berkarya di Singapore – Karna Su Syailendra.
Jiwa nasionalis Sya membuatnya ingin kembali ke tanah air, dengan membuat konsep arsitektur futuristik waterworld di Morotai. Dia butuh riset panjang, bersamaan dengan waktu Rindu ke Morotai, unpredictable story.
Mereka pun akhirnya bertemu di Morotai dan menikmati sejarah Perang Dunia II. Tercipta sebuah chemistry yang asyik. Rindu mulai nyaman dengan Sya sebagai new sea lover yang terlihat total mencintai laut.
Sya membuat dive center khusus periset bersama seseorang yang selama ini berusaha Rindu lupakan, karena kejadian di Raja Ampat membuat cinta lokasi sang periset keras kepala, kandas, meski berbekas.
Tanpa diduga, akhirnya Rindu bertemu kembali dalam kondisi yang lagi-lagi tak bisa dia hindari. Karang Biru Jalesveva, hadir menjadi dive master-nya, buddy di laut Morotai. Karena Sya yang semula berjanji menemaninya menyelam di Dive Site World War Two Wrecks dan istana hiu dengan segala keromantisannya, harus pulang ke Jakarta, sebab Mommy – sosok yang dicemburui Rindu – yang tenyata adalah ibu Sya, berpulang.
Nightmare. Akhirnya Rindu kembali menyelam bersama Karang?
Renjana yang selama enam tahun terkunci dalam kotak pandora di Raja Ampat, akhirnya keluar di Morotai.
The end? To be continue – trilogy:
Novel RBDM mengajarkan bagaimana menyelam dan memperlakukan laut dengan baik agar tetap terjaga kelestariannya. Morotai salah satu destinasi prioritas wisata Indonesia.
Kemenparekraf — yang menyimpan sejarah Perang Dunia II serta istana laut luar biasa. Ada museum atas dan bawah laut yang indah dengan pesan-pesan besarnya.
Dia berharap, novel filmis yang menyerukan untuk menjaga laut sebagai masa depan ini bisa menyadarkan kita sebagai bangsa bahari. Tak hanya menikmati laut dengan surga terumbu karang beserta penghuninya, namun juga wajib menjaganya sebagai sumber kehidupan. Sebab laut itu adalah kita sendiri.
Sebagian hasil dari penjualan buku ini untuk konservasi laut dengan program Buy 1 Get 2. Beli 1 buku dapat 2 produk yaitu 1 buku dan 1 bibit pohon mangrove (bakau).
Dengan membaca RBDM, bisa berarti turut menjaga laut. Kirana punya harapan besar, bisa terus menyebar virus literasi bahari di Negeri Bahari.
Tak berhenti di sini.
“Penyelam sejati hanya akan muncul ke permukaan, setelah mutiara laut berada dalam genggaman. Penyelam ulung akan muncul ke permukaan sebelum ia kehabisan napasnya,” tulis Kirana Kejora di RBDM. (*)
Editor:
Daniel Kaligis