
15 September 2025
Mengenang Tujuh Tahun berpulangnya Anggodo Widjojo,
07 September 2018 — 07 September 2025
Oleh: Daniel Kaligis
Artikel ini dapat anda baca di daxfreewill
DI ATAS LANGIT ada ruang maha luas,
punya para penemu pencipta dan pecinta
Beberapa dari kita sudah sering berkunjung di situ:
memantau mimpi ditabur alam berpikir, nirvana di seberangmu,
langit keemasan.
Tebing awan berganti bentuk berganti wajah dan warna.
Ditudungnya samudera, gunung, sungai, selokan, parit, dan hutang-hutang kita
Bila badai, kita terhempas ke tanah,
dan angin tak bertanya siapa tuhanmu apa golongan darahmu apa anganmu…
Langit, bilamana mimpi-mimpi menggelayut mesra dari gubuk bumi
Bintang-bintang berkedip di atap kelam entah kekal
Anak-anaknya tumbuh seperti dahan, seperti bunga,
lalu kering di malam buta: tertawa, tangis, memanjang usia dan damai
Langit, di mana manusia menabur sajak-sajak.
Nelayan menjala pantainya di mana jejak dihapus gelombang pasang
Alang-alang berganti status rimba,
rumah burung-burung dan layangan kehilangan musim
Tanah menjadi ibukota, mencakar langit,
memanggang neraka sebagai penjara jarahan yang dikuras dari penyeragaman cara pikir
Langit, adalah subuh berdentang memanggilmu bangkit
Langit, adalah siang dan petang, merentang kenang garang atau senang
Langit, malam yang ramai berkabut, dingin dan syahdu
Seorang anak manusia berpulang, menempuh kekal.
Selama jalan, Ang Tju Nek!
San Diego Hills, 11 September 2018
ANG TJU NEK, akrab disapa Anggodo. Dia meninggal di Rumah Sakit Premier Nginden Surabaya, Jumat, 07 September 2018. Kemudian dimakamkan, Selasa, 11 September 2018, di San Diego Hills, Karawang, Jawa Barat.
Saya memetik gitar, merekam peristiwa, menulis, menera resume:
Cahaya keemasan milik semua mahluk, manakala menggeliat dari rahim dan jadi penghuni semesta.
Ketika kita kembali pada jalan abadi milik sang Kreator, jiwa menggenggam sesuatu: “Siapa yang merasa tak pernah bersalah, silakan lempar sumpah mereka yang disangka berdosa.”
Tak ada tangan terancung, selain sesal.
Sejarah tak pernah mau didaur, hanya kenang berulang serupa. Jiwa-jiwa terlahir lagi, dan menempu takdirnya di bumi, mengembara semau jejak vision. Ada menjadi tetumbuhan, seperti siklus fana, merekah sebagai pucuk, bunga buah, melambai di tangkai-tangkai.
Di Suite Room 111 – 112, Grand Heaven – Pluit, Jakarta Utara, tempat di mana Ang Tju Nek disemayamkan, Pendeta Yohanes Adrie yang memimpin Malam Penghiburan 10 September 2018, memetik nats: Ya Bapa, Aku mau supaya di mana pun Aku berada, mereka juga berada bersama-sama dengan Aku, mereka yang telah Engkau berikan kepada-Ku, agar mereka memandang kemuliaan-Ku yang telah Engkau berikan kepada-Ku, sebab Engkau telah mengasihi Aku sebelum dunia dijadikan — Yohanes 17:24. “Doa sang Penebus itu, agar kita sekalian berada di Rumah Kekal yang sudah Dia sediakan,” ucap Pendeta Yohanes Adrie.
Mewakili keluarga dirundung duka, Pendeta Yohanes Onlyson memberi kesaksian, “Pak Anggodo mengerti apa arti perjuangan. Ia respect pada kakaknya, Ang Tju Hong (Anggoro), yang membanggakan, sebab kakaknya itu menjadi pelindung bagi semua keluarga. Hal ini yang menjadi contoh bagi kita sekalian bagaimana saling melindungi saling mengasihi. Saya melihat salib di mata Pak Anggodo, sebuah cahaya abadi bagi kita sekalian. Semoga kita boleh mengenang hal-hal yang baik dan melupakan khilaf masa lalu.”
Senin, 10 September 2018, bersama keluarga, kerabat dan rekan datang beribadah dan menghaturkan simpati.
Ang Tju Nek adalah suri teladan bagi keluarganya, sebab ia sudah ajarkan cara hidup yang mengasihi, dan sisi itulah kisah kasihnya diungkap anak-anaknya, Ika, Elly, Robert, Yessieca.
Seorang anak manusia berpulang, menempuh kekal. Selama jalan, Ang Tju Nek. (*)