Thursday, November 21

Nona dan Marigold


30 November 2022


Bertutur dalam dialek Wuwuk, wanua di selatan tanah Minahasa. “Tu tanaman so babunga? Jabeking ilang hama itu e,” ucap Nona Sorongan.


Oleh: Kalfein Wuisan
Penulis adalah Director Smartphone Movement
Editor: Dera Liar Alam


SAYA baru saja pulang dari kebun ketika pertanyaan itu ia ajukan. Nampaknya, ia hendak memastikan bahwa tanaman marigold yang ditanamnya di kebun Poopo, masih hidup dan telah berbunga.

Ia, yaitu Nona Sorongan adalah ibu saya. Walaupun usianya sudah lebih 60 tahun, perempuan itu masih tetap seorang ‘Nona’. Namanya membuat ia terus muda.

Mendengar yang disampaikannya itu, saya langsung pergi ke perpusatakaan dunia. Menggunakan keyword: ‘marigold mengusir hama tanaman’ di mesin penelusuran, Google. Saya harus memastikan apa yang saya dengar dari ibu saya benar. Saya seorang yang skeptis soalnya. Sebab menjadi skeptis membuat saya terus bernalar dan kritis.

Ibu saya hanya lulusan sekolah dasar, tapi dia paham sekali pengetahuan tentang menjaga dan memelihara tanaman tanpa bahan kimia berbahaya. Saya tidak yakin pengetahuan tentang marigold yang dapat mengusir hama, didapatkannya dari internet atau seminar atau pelatihan tentang pertanian. Karena ia tidak melek teknologi dan kebanyakan waktunya, ia habiskan di kebun, mapalus, atau bersama suaminya membuat tjaptikoes. Saya lebih yakin pengetahuan itu diajarkan turun temurun, dari orang tuanya atau bahkan didapatkannya dari sesama petani perempuan saat mapalus.

Mapalus adalah kerja bersama khas di tanah Minahasa sejak zaman lampau.

Sejumlah situs dan referensi hasil riset yang saya baca terkait: marigold dan pengendalian hama secara alami membuat kita mengerti fungsi dari tanaman tersebut.

Di Minahasa, tanaman bunga marigold lebih dikenal dengan nama bunga tai koko. Aroma bunga itu asing dari wangi biasa, menyengat mirip tahi ayam, sehingga ia dinamakan demikian. Bunga marigold berasal dari genus Tagetes. Nama latinnya berbeda-beda, tergantung dari spesiesnya. Ada dua spesies tagetes yang paling terkenal yaitu Tagetes Erecta dan Tagetes Patula. Ibu saya menanam jenis Tagetes Erecta. Genus Tagetes dikelompokkan dan dideskripsikan Carl Linnaeus pada tahun 1753. Perlu diketahui Carolus Linnaeus dikenal sebagai bapak taksonomi modern. Ia adalah ahli botani, zoologi, taksonomi, dan dokter dari Swedia. Namanya, cukup kita kenal saat belajar mata pelajaran IPA waktu sekolah dulu.

Tagetes, dalam bahasa Inggris disebut merigold. Ia biasanya ditanam di pekarangan rumah atau di taman sebagai bunga hias. Di beberapa tempat, sekarang ia dibudidayakan sebagai tanaman pengendali hama. Mengutip situs satuharapan.com, di bidang pertanian, bunga marigold efektif dalam pencegahan nematoda pengganggu tanaman, sehingga digunakan sebagai tanaman tumpang sari, penangkal serangga, herbisida, dan antijamur.

Ada dua metode yang paling banyak digunakan dalam memanfaatkan bunga marigold. Pertama, ia ditanam karena baunya mampu mengusir hama. Kedua, ia dijadikan sebagai tanaman refugia. Ditulis situs mongabay.co.id, refugia itu dalam bahasa Spanyol, sama dengan arti dalam bahasa Inggris, yaitu shelter. Refugia berada di kawasan dengan vegetasi di dalam atau sekitar lahan pertanian yang berfungsi sebagai sumber kehidupan musuh alami. Ia menjadi rumah, tempat transit, tempat perlindungan, sumber pakan bagi musuh alami, seperti predator dan parasitoid.

Peneliti Politeknik Negeri Jember juga meneliti tentang Pemanfaatan Tanaman Bunga Marigold Terhadap Populasi Arthropod. Bunga Merigold dijadikan sebagai tanaman refugia untuk mengendalikan hama.

Dari refrensi yang saya dapatkan di atas tadi itu, saya berkesimpulan sama dengan pemahaman ibu saya.

Merigold di kebun saya, ditanam di pematang sawah. Ada puluhan merigold yang tumbuh berjejer. Bunganya baru mulai mekar. Warna bunganya kuning, nampak mencolok di antara daunnya yang berwarna hijau. Di dekat bunga merigold, ada beberapa tanaman cabe yang tumbuh subur. Daunnya nampak sehat. Tak ada hama. Ia juga mulai berbuah. Buahnya nampak subur dengan ukuran yang besar. Cabe di sekitar merigold nampak lebih baik, dibandingkan yang ditanam di tempat lain di kebun tersebut.

Selain membantu mengendalikan hama tanpa menggunakan pestisida, merigold juga mempercantik kebun. Melihat bunga yang indah bermekaran, membuat lelah setelah bekerja di kebun, terobati seketika. “Biar katu kobong, maar musti gaga.” Begitu menurut ibu saya.

Jadi ia menanami kebun kami dengan bunga marigold. Bunga jenis ini, waktu lalu begitu banyak di pekarangan rumah. Namun kini tinggal beberapa saja yang tumbuh. Ibu saya memang suka bunga. Kalau memelihara bunga di rumah itu biasa baginya. Tapi di kebun, baginya tidak biasa. Selain merigold yang ditanam di sawah, dia juga memelihara tanaman anggrek di kebun tempat ayah saya membuat tjaptikoes. Anggrek yang diambil dari hutan, ditatanya di daseng, yakni pondok tjaptikoes di kebun kami. Setiap kali tumbuhan anggrek berbunga, pondok kami terasa sangat berbeda dan begitu memanjakan mata.

Setelah melepas lelah dan nikmati hijau kuning marigold di kobong, saya lanjut menanam rica atau cabe, dan memberi makan ikan mas di telaga. Sebab hanya dengan menanam dan memelihara, dengan demikian saya dapat beroleh panen. Aktivitas menanam dan beternak sendiri, kita yakin apa yang masuk ke tubuh kita itu sehat, bebas dari bahan kimia berbahaya. (*)


Wanua Wuwuk, 26 Juli 2021