28 September 2021
Oleh: Dera Liar Alam
Lombosang, mana air menderas dari gunungmu, mematah belukar manakala curah menghambur rinai musim yang silam: bunga seribu cantik, lavender, kaktus, bakung, aselia…
SELAMAT PAGI kembang berbagai corak. Embun masih basah di kelopak, di ujung-ujung semak, lalu kilau menerobos pepohon dan belukar Tinggi Moncong.
Merah menyembul di antara rimbun gunung, bunga liar memang lebih menantang. Puspa berbulu putih, dandelion, diterbangkan angin bertiup di lembah, di relung pemukiman, di selah gundukan bedeng sayur, putri malu, ilalang, teki, sawi langit, euphorbia, suruhan, sintrong.
Jajaki Malino Highland berjam-jam, memotret padang hijau, lalu ke hutan pinus, ke campground morning dew Bontoa. Kawan seperjalanan berkisah Takapala.
Jalan menurun di Pattapang, orang-orang berburu bougainvillea, krisan, dan kaktus bulat. Mobil mereka berderet-deret.
Saya menanya Tene, berapa harga kaktus. Dia tersenyum, saya mengambil gambar. Tene, berkisah bagaimana memelihara bunga, menyiangi, memberi pupuk, menyiram, dan menjaga agar bunga tampak menarik bagi penikmat keindahan bunga. Tene, perempuan penjual bunga.
Ah, waktu seperti badai, teramat cepat berlalu. Di Pattapang, setahun silam, 27 September 2020, menikmat dingin yang tidak pernah usai. (*)