Thursday, November 21

Teorema Proyek Debat


05 Februari 2024


Antara pernyataan dalam debat tentu boleh diuji, dapat dievaluasi, dapat dibenarkan, dapat dibenturkan, dapat dibatalkan, dapat dipatahkan, dapat dirombak. Kebenaran selalu punya jalan untuk revisi. Klaim itu mestinya berkaca pada data dan fakta…


Oleh: Daniel Kaligis


RAKYAT sebenarnya sudah lama membincang sejumlah isu, apa saja itu: pemerintahan, hukum, pemberantasan korupsi, penguatan demokrasi, peningkatan layanan publik dan kerukunan warga, ekonomi kerakyatan dan ekonomi digital, keuangan, investasi pajak, perdagangan, pengelolaan APBN-APBD, HAM, infrastruktur, perkotaan, perdesaan, perkampungan, pertahanan, keamanan, hubungan internasional, geopolitik, pembangunan berkelanjutan, sumberdaya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat, masyarakat desa, masyarakat kota, masyarakat digital, kesejahteraan sosial, kebudayaan, pendidikan, teknologi informasi, kesehatan, ketenagakerjaan, sumberdaya manusia, inklusi, cara pandang orang-orang yang berbeda, miskin, kaya, dan seterusnya. Apa benar debat itu dilakukan masyarakat, rakyat? Apa benar isu ini dimengerti rakyat? Tentu, boleh buktikan dengan hadir di ruang mereka dan serap apa saja yang mereka bincang tentang hidup mereka yang memang beragam realitasnya.

Telusur fakta, cermati data – soal yang dikenal masyarakat ternyata jauh lebih dalam, tani, nelayan, buruh, orang-orang yang membiar perkara berlanjut tanpa jawaban tanpa kepastian tentu adalah tentang isu-isu yang sudah disebut di atas, lebih dalam adalah tentang isu-isu yang masih dibenamkan isu-isu lebih besar dan sudah memadamkan sejumlah isu nyata dalam kehidupan sang rakyat.

Riang gembira, oh, iya! Itu gambar bergerak para penyiar dan pembawa acara di layar pemberitaan, senyum hangatkan perkara tungku hangus terbakar kesadaran palsu. Boleh tengok mimpi nubuat yang pernah ditelurkan periode silam, ‘terwujudnya Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berdasarkan gotong-royong’. Siapa yang maju berdaulat, perut maju makin buncit, regulasi berdaulat dengan pasal-pasal memerangkap rakyat dalam dogma semau kehendak kekuasaan atas nama tolok-ukur sejumlah pandangan, katanya kesatuan. Dapat semua rakyat mendebat soal itu – dalam hal ini – tidak semua pinter berdebat, ada yang pasrah dan berdiam atau memilih menghindar melupa memaafkan soal-soal, sebab berkeadilan itu memang mesti ikut maunya tafsir negara, yakni siapa penyelenggaranya. Cukup ruwet membuka temali kusut soal orang per orang di negeri ini – tentu akan semakin nyata dalam sejumlah status ‘terserahnya’ masyarakat desa kota yang telah hampir segenap mendigital. Seperti demikiian yang mungkin tertulis dan terbaca untuk dicermati, walau sistem enggan menggubris perkembangan itu.

Uji tugas dalam misi yang pernah ditera tinta emas zaman silam dan disembah berhari-hari oleh pemuja para nabi negeri: sebab katanya mau tingkatan kualitas manusian, memajukan struktur ekonomi yang produktif, merata dan berdaya saing. Boleh tanya soal-soal pembangunan merata berkeadilan bila jalan-jalan telah membuka sejumlah wilayah dan oleh sebab tidak ada saluran air maka banjir semakin sering. Ini gunanya bersoal tentang bagaimana mencapai situasi di mana lingkungan hidup berkelanjutan boleh diukur dengan angka-angka dituntaskannya program yang mengusir rakyat karena berbagai sebab, pangkal, pokok, kausa, dan seterusnya. Kemajuan budaya cermin kepribadian bangsa diselimut lampin keyakinan asing. Berikutnya sistem hukum bebas korupsi, bermartabat, terpercaya. Kisah ini contohnya banyak, rusak sistem pemantauan disengaja untuk tutupi borok dan bobrok pelanggaran — bila hendak menjejak perkara perlindungan bagi segenap bangsa dan memberikan rasa aman bagi orang per orang – ah, pengamanan yang tidak disuapi tentu lain cerita – mengabdi pada bungkusan bingkisan seberapa duit diberi untuk berbagai ongkos, jadi sistem percuma membebani gaji alat negara yakni apparatus pada wewenangnya. Sisa perkara dan perkakasnya masih ada rakyat dan siapa saja saksi atas misi itu, tercatat pengelolaan pemerintah bersih, efektif, terpercaya, kemudian teori sinergi segala bidang demi negara. Di halaman situs penyelenggara kuasa semua ini dapat kita petik sebagai evaluasi sebab janji baru, berikutnya pasangan pengantin pesta pemilihan umum itu hendak cetus nama mesias, ‘penyelamat negeri’ telah terbit.

Antara pernyataan dalam debat tentu boleh diuji, dapat dievaluasi, dapat dibenarkan, dapat dibenturkan, dapat dibatalkan, dapat dipatahkan, dapat dirombak. Kebenaran selalu punya jalan untuk revisi serta berkaca pada data dan fakta.

Euphoria sudah terbiasa, membius massa, semua riang gembira walau was-was. Catatkan supaya boleh ingat dan kita tagih bersama dalam tugas-tugas:

Pertama, telah disebut calon nomor satu: Memastikan ketersediaan kebutuhan pokok dan biaya hidup murah melalui kemandirian pangan, ketahanan energi, dan kedaulatan air. Mengentaskan kemiskinan dengan memperluas kesempatan berusaha dan menciptakan lapangan kerja, mewujudkan upah berkeadilan, menjamin kemajuan ekonomi berbasis kemandirian dan pemerataan, serta mendukung korporasi Indonesia berhasil di negeri sendiri dan bertumbuh di kancah global. Mewujudkan keadilan ekologis berkelanjutan untuk generasi mendatang. Membangun kota dan desa berbasis kawasan yang manusiawi, berkeadilan dan saling memajukan. Mewujudkan manusia Indonesia yang sehat, cerdas, produktif, berakhlak, dan berbudaya. Mewujudkan keluarga Indonesia yang sejahtera dan bahagia sebagai akar kekuatan bangsa. Memperkuat sistem pertahanan dan keamanan negara, serta meningkatkan peran dan kepemimpinan Indonesia dalam arena politik global untuk mewujudkan kepentingan nasional dan perdamaian dunia. Memulihkan kualitas demokrasi, menegakkan hukum dan HAM, memberantas korupsi tanpa tebang pilih, serta menyelenggarakan pemerintahan berpihak pada rakyat.

Kedua, sebagaimana ditetapkan calon nomor dua: Memperkokoh ideologi pancasila, demokrasi, dan hak asasi manusia. Memantapkan sistem pertahanan keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi syariah, ekonomi digital, ekonomi hijau, dan ekonomi biru. Melanjutkan pengembangan infrastruktur dan meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas, mendorong kewirausahaan, mengembangkan industri kreatif serta mengembangkan agro-maritim industri di sentra produksi melalui peran aktif koperasi. Memperkuat pembangunan sumberdaya manusia, sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan gender, serta penguatan peran perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas. Melanjutkan hilirisasi dan mengembangkan industri berbasis sumberdaya alam untuk meningkatkan nilai tambah dalam negeri. Membangun dari desa dan dari bawah untuk pertumbuhan ekonomi, pemerataan ekonomi, dan pemberantasan kemiskinan. Memperkuat reformasi politik, hukum, dan birokrasi, serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi, narkoba, judi, dan penyelundupan. Memperkuat penyelarasan kehidupan yang harmonis dengan lingkungan, alam dan budaya, serta peningkatan toleransi antarumat beragama untuk mencapai masyarakat adil dan makmur.

Ketiga, ini ditera oleh calon nomor tiga: Manusia Indonesia yang sehat, terdidik, dan sejahtera. Indonesia unggul dalam bidang inovasi dan teknologi. Ekonomi yang tangguh dan berdikari. Hilangnya kemiskinan dan ketimpangan antarwilayah dari akarnya. Ekosistem digital yang mengutamakan akses internet cepat dan terjangkau. Pembangunan ekonomi yang memperhatikan kelestarian lingkungan. Demokrasi terjaga melalui pemberantasan korupsi dan pemerintahan inklusif berlandaskan supremasi hukum. Indonesia bangsa terhormat di kancah internasional, serta pertahanan tangguh dan modern.

Masing-masing punya delapan poin strategis, dan kita bersama dapat mendebatnya, menguji, mengevaluasi, menilai, dan tetapkan dalam pilihan tegas, mana kira-kira yang masuk akal dan mungkin diwujudkan. Kapan diwujudkan? Mesti kita bincang sekarang klaim itu. Siapa saja punya tafsir dalam memandang debat dan mencermati vision, yakni mimpi termuat dalam poin-poin strategis yang dijual didagangkan para calon. Bahwa, duel gagasan dalam debat – ke depan – musti dibuktikan dengan kerja smart bertanggung-gugat, bila tak hendak disebut janji palsu. Demikian. (*)