Stunting, MBG, dan Beras Mahal

09 Agustus 2025

Diskon dan gratis itu dongeng panjang yang ditularkan pada mindset seragam supaya tetap menadahkan telapak berharap harga-harga murah, dan tak pernah mau belajar jadi cerdas mengevaluasi jejak peradaban…

Oleh: Dera Liar Alam

ADOH Kaka, kami di Pantar beras 800K per 50 Kg. Jejak digital obrolan harga beras itu mudah anda cari. Alinea pembuka ini tercetus ketika saya baca postingan Pontius, kawan di Nusa Tenggara, menyoal harga beras selangit. Lalu postingan Pontius dikommentari Nelly Sirr Langga. Intisasi yang dibicarakan Pontius adalah, “Pemerintah jangan ngakali masyarakat Indonesia. Perlu diketahui Pak Presiden, harga beras di NTT khususnya di kabupaten Alor sangat mahal,” sebut Pontius di media sosial, 04 Agustus 2025.

Harga selangit. Kabar beras jadi obrolan sehari-hari karena perut rakyat terkontaminasi propaganda nasi. Di situs nasional, sebagaimana diberitakan CNN, 22 Januari Andi Hidayat 2025, ditulis yang mana Presiden Prabowo Subianto menyebut Indonesia tidak akan lagi impor pangan seperti beras, jagung, hingga garam di penghujung 2025. Kementerian Pertanian mengatakan produksi komoditas pangan dalam negeri meningkat, itulah alasannya mengapa impor dihentikan. “Harga beras dunia jatuh, murah,” tutur Sudaryono, Wakil Menteri Pertanian. Begitu ditulis Andi Hidayat, detikfinance, 29 Mei 2025.

Ajaib bin aneh, harga beras jatuh di pasar dunia, harga selangit dan menggila di dalam negeri. Padahal, menurut data, surplus beras nasional per Juni – Juli 2025 diperkirakan mencapai 3,6 juta ton, dengan 2,7 juta ton di antaranya berada di gudang Bulog. Sementara itu, “Harga beras di Aceh Tamiang hingga kini masih berada di level tinggi. Di Pasar Perdamaian, Jalan Rantau, Kota Kualasimpang, harga sejumlah merek beras premium maupun medium belum menunjukkan tanda-tanda penurunan sejak tiga bulan terakhir, terhitung hingga, 09 Agustus 2025. Demikian dilaporkan Rahmad Wiguna dalam tajuk ‘Harga Beras di Aceh Tamiang Masih Mahal, Segini Pasaran Per 09 Agustus 2025’ di SerambiNews.com.

Simak fakta-fakta yang terjadi. Berita ditulis Martyasari Rizky, ‘Biang Kerok Penyebab Harga Beras Naik Saat Stok Tinggi’, di CNBC Indonesia, 15 Juli 2025, “Khudori, Pengurus Pusat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia, menyebut kebijakan Bulog untuk menyerap gabah dalam jumlah besar ternyata memunculkan efek lain di ekosistem perberasan. Menurutnya, kebijakan tersebut memang menguntungkan petani, namun menimbulkan distorsi serius di pasar. Telah terjadi persaingan antara penggilingan swasta dengan Bulog, yang menyebabkan pasokan ke pasar turun drastis. Penggilingan swasta hanya kebagian sedikit stok gabah, sehingga mereka terpaksa mengatur suplai seminimal mungkin.”

Inspeksi ke berbagai titik disampaikan Yeka Hendra Fatika, Anggota Ombudsman RI, mengungkap adanya kelangkaan dan tingginya harga beras di pasar ritel modern dan pasar tradisional, meskipun secara matematis Indonesia mencatatkan surplus beras sebesar 3,6 juta ton pada pertengahan tahun ini. Kabar itu ditulis Suparjo Ramalan dan Erlangga Djumena, tim redaksi kompas.com, 09 Agustus 2025, dalam tajuk ‘Anomali Beras, Surplus 3,6 Juta Ton tetapi Langka dan Harganya Mahal’.

Dalam logika saya, program ‘Makan Siang Gratis’ akan mengurasi beban rakyat – selasatu terkait beras.  Searah kegiatan yang dimaksud itu, kritik saya adalah bahwa tidak ada yang gratis di bumi. Ada uang yang mesti digelontorkan untuk pengadaan ‘Makan Siang Gratis’ itu. Soal duit, sebagaimana disebut pemerintah, awalnya diperkirakan program itu akan menelan biaya Rp450 triliun selama lima tahun. Namun, Menteri Koordinator Pangan Zulkifli Hasan menyatakan bahwa anggaran Rp71 triliun yang dianggarkan untuk tahun ini ternyata akan habis pada Juni. Pihaknya pun meminta tambahan Rp140 triliun agar program tersebut bisa terus berjalan hingga Desember. Itu data per 09 Januari 2025. Pertanyaannya, biaya 450T di mana gratisnya program yang sekarang dikenal sebagai ‘Makan Bergizi Gratis’ itu?

April 2025, seperti diberitakan tempo.co, ICW mengusulkan agar proyek Makan Bergizi Gratis dihentikan. Evaluasi dianggap tidak berjalan. “Peneliti dari Indonesia Corruption Watch, Dewi Anggraeni, menyarankan pemerintah untuk menghentikan program Makan Bergizi Gratis karena pelaksanaannya kerap bermasalah.

Data sumber lain. Disebut VOA Indonesia, bahwa, “Kementerian Keuangan menyatakan pemerintah akan memangkas anggaran belanja sebesar Rp306 triliun atau sekitar 8 persen dari APBN 2025 yang telah disepakati pemerintah dengan DPR.” Masih data VOA Indonesia, dijelaskan yang mana Berdasarkan Studi Status Gizi Kementerian Kesehatan pada 2022, tercatat 21,6 persen anak usia 3 hingga 4 tahun mengalami stunting akibat kekurangan gizi. Tahap pertama Program Makan Bergizi Gratis sendiri, yang diperpanjang hingga Maret, bertujuan memberikan makanan bergizi untuk sekitar 20 juta anak sekolah, ibu hamil, dan ibu menyusui. Dengan melahap makanan bergizi, hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesehatan dan mencegah stunting.

Beras mahal, ya tentu teriak para miskin itu, daya beli memang lemah. Pangan alternatif juga tidak murah harganya. Demografi bengkak, isinya beban sistem, beban lingkungan. Namun, petinggi negeri kita terkekeh mengejek, meludahi suara rakyat. Demikian praksis dan fakta-fakta di mana-mana di segala pelosok.

Kenaikan harga mestinya dievaluasi. Sistem mau berpihak ke mana? Berpihak pada kampanye seakan murah hati dan mengumbar popularitas membantu tanah seberang. Sementara, di tanah sendiri miskin menindas, untuk buang air-seni saja tak ada gratis, menaruh kendaraan saja di tanah air sendiri ditagih semau perut serdadu bersenapan peluit. Evaluasi, dan segeralah berkaca. Taruh gizi itu di mindset anda. Gitu Bung! (*)