08 Mei 2021
Oleh: Parangsula
HARI ini dua puluh delapan tahun silam, setelah hilang tiga hari, badan Marsinah ditemukan di hutan Jegong – Wilangan, Jawa Timur. Aktivis buruh zaman Orba itu mati disiksa.
Marsinah adalah buruh pabrik PT. Catur Putra Surya di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Aktivis itu lahir di Nglundo, 10 April 1969, mati muda, 08 Mei 1993, di usia 24 tahun. Dia beroleh penghargaan Yap Thiam Hien pada tahun yang sama.
Siapa tak kenal Marsinah, International Labour Organization memberi catatan pada kasusnya: Case No 1773 (Indonesia) – Complaint date: 20-APR-94 — Allegations: Denial of union recognition; government interference in trade union activities; detention of trade unionists.
Berkisah Fatkhul Khoir, ‘Marsinah: An Inspiration For the Working Class Struggle’: bahwa, pada 03 Mei 1993 buruh PT. Catur Putra Surya mogok kerja dan menuntut kenaikan upah seusai Surat Edaran Guberner Jawa Timur. Sebagian buruh bergerombol dan mengajak teman-teman mereka untuk mogok kerja. Hari itu, Marsinah pergi ke kantor Depnaker Surabaya untuk mencari data daftar upah pokok minimum regional. Data inilah yang ingin Marsinah perlihatkan kepada pihak pengusaha sebagai penguat tuntutan pekerja yang hendak mogok.
Kemudian, 04 Mei 1993 pukul 07.00 para buruh berunjuk-rasa, mengajukan dua belas tuntutan. Seluruh buruh dari ketiga shift serentak masuk pagi dan mereka bersama-sama memaksa untuk diperbolehkan masuk ke dalam pabrik. Satpam yang menjaga pabrik menghalang-halangi para buruh shift II dan shift III. Tidak ketinggalan, para satpam juga mengibas-ibaskan tongkat pemukul serta merobek poster dan spanduk para pengunjuk rasa sambil meneriakan tuduhan PKI kepada para pengunjuk rasa.
Berakhirkah pertentangan antara buruh dengan pengusaha? Ternyata tidak! Medio, 05 Mei 1993, tiga belas buruh dipanggil Kodim Sidoarjo. Pemanggilan itu diterangkan dalam surat dari kelurahan Siring. Tentara mendesak agar tiga belas buruh itu menandatangani surat PHK. Para buruh terpaksa menerima PHK karena tekanan fisik dan psikologis bertubi-tubi. Dua hari kemudian menyusul delapan buruh di-PHK di tempat sama. Hukum kehilangan gigi ketika senapan tentara ikut bermain.
Marsinah sadar bahwa peristiwa yang menimpa kawan-kawannya, dan juga dirinya sendiri, adalah suatu keniscayaan di negeri milik pengusaha ini. Dari kliping-kliping surat kabar yang diguntingnya, dari keluhan-keluhan kawan-kawannya se-pabrik, dari kemarahan-kemarahan dan teriakkan, dan dari apa yang ia lihat dengan mata kepala sendiri, semuanya memberinya pengetahuan tentang ketidakberesan dalam masyarakat Indonesia.
Marsinah, dengan semangat kesetiawakawannya, mendatangi Kodim Sidoarjo sendirian pada hari itu juga untuk menanyakan nasib tiga belas rekannya yang dibawa ke sana. Sekitar pukul 10 malam, Marsinah lenyap. Kawan-kawan Marsinah tidak mengetahui keberadaannya sampai tanggal 9 Mei, ketika mayat Marsinah ditemukan.
Bait-bait di atas itu ditulis Fatkhul Khoir. Anda boleh membaca keseluruhannya di marxist.com.
Dari sejumlah literatur didapati, ada dua orang yang terlibat dalam otopsi pertama dan kedua [ada jenazah Marsinah, yakni Haryono, pegawai kamar jenazah RSUD Nganjuk, dan Prof. Dr. Haroen Atmodirono, Kepala Bagian Forensik RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Kedua orang tersebut menyimpulkan, Marsinah tewas akibat penganiayaan berat.
Tahun-tahun berlalu, entah dalam lupa. Kita menenun huruf jadikan sajak bagimu, sang pejuang. (*)
Featured Image: A demonstrator waves a flag depicting murdered trade unionist Marsinah, Jakarta, May 2018.
Source: Elma Adisya.