
24 Oktober 2025
Oleh: Dera Liar Alam
BIRU dan lampu-lampu berpendar, catatan silam. Saya koffie, sajak arus gelombang badai. Hukum besi politik – rakyat sahih sebagai penonton penikmat pseudoscientific. Koffie folks — entah sama, hukum besi politik merujuk pada ide bahwa setiap sistem politik pada akhirnya akan mengarah pada oligarki, di mana kekuasaan terkonsentrasi di tangan sekelompok kecil elite.
Hukum besi politik – hukum besi oligarki: ingat sosok Robert Michels, pencetus ‘Zur Soziologie des Parteiwesens in der modernen Demokratie; Untersuchungen über die oligarchischen Tendenzen des Gruppenlebens’. Inilah studi sosiologis tentang kecenderungan oligarki dalam demokrasi modern. Bahwa dalam organisasi kompleks apa pun, mustahil menghindar dari dominasi oligarki – kesimpulan yang kemudian dikenal sebagai hukum besi oligarki.
Mengurai sajak silam. Bukan tentang Das Kapital: Kemarin, dan sampai hari ini hukum-hukum bertolak-depan dengan cash nexus, rakyat tanpa nilai tukar, budak sistem belaka. Pasar menjual rasa pahit, sekedar rasa, bukan pahitnya. Rasa jeruk tanpa jeruk, rasa berkawan tanpa teman, telah berlangsung seperti itu sekian waktu. Saya sejauh ini berada dalam koffie sajak ingkar.
Beda dianggap musuh. Rakyat mesti seragam, massa tak boleh punya identitas beragam — wajib seragam. Individualitas hilang sebab plural dilarang. Penghancuran individu mewujud massa ngambang dikomendani pemimpin karismatik. Menarik membaca ‘Mencurigai Fasisme Gaya Baru di Indonesia’, perspektif Timo Duile terkait fakta-fakta Indonesia. Timo Duile adalah pengamat politik dan antropolog asal Jerman. Duile bilang, agama bisa menjadi dasar fasisme. Agama dijadikan topik publik yang diekspresikan melalui simbol-simbol di ruang umum saja. Dewasa ini, agama menjadi identitas rombongan dan bukan soal individu lagi. Sebagai identitas umum, agama butuh lawan atau musuh, yaitu sesuatu yang cocok untuk menjadi kebalikan identitas agamanya. Jikalau agama sudah dijadikan dasar identitas eksklusif, maka akan kehilangan spiritualitasnya. Yang menjadi penting kemudian, bukan lagi perdebatan bebas tentang Tuhan, doa atau meditasi, tapi mendengar khotbah pemimpin sekaligus menelan bulat-bulat khotbahnya tanpa berpikir secara kritis.
Dalam keseragaman terhimpunlah massa terbabit hukum besi. Mari kita ulangi, kumpulan, massa, bahkan partai politik sekali pun yang walau diklaim didirikan secara demokratis, mau tidak mau akan mengembangkan struktur kepemimpinan oligarki. Jadi, agar berfungsi secara efisien, organisasi-organisasi ini membutuhkan konsentrasi kekuasaan di antara segelintir elit.
Ummat, yakni rakyat, budak sistem belaka. Identitas rombongan seragam mindset yang terus saja saling mengafirkan di antara sesamanya. Bukan tentang kisah kuantitas agama, keyakinan mayoritas diseragamkan dalam praksis Indonesia memang tertular fasis. Ideologi politik otoriter ultranasionalis menempatkan kepentingan negara atau bangsa di atas individu. Dalamnya bermuatan militerisme, penindasan terhadap oposisi, dan biasanya dipimpin diktator korup. Ultranasionalis, memuja diri ‘klub bola’ yang terus dikalahkan bahkan dalam laga di kendang sendiri sebab tanding dibayar suap. Ramai tumbuh massa berseragam seakan petugas keamanan polisi tentara, giat membela tuhan, seakan pencipta semesta itu tidak mampu bela dirinya dan kebenaran eksistensinya.
Kekerasan jadi kiat, sebab berpikir dan kritis dianggap musuh. Contohnya banyak di bumi: Awal tahun 1920, ‘Tahun Merah’. Mussolini dan Fasis mengambil keuntungan, menyerang kaum pekerja dan petani atas nama menjaga ketertiban dan perdamaian internal di Italia. Lalu Rezim brutal fasis Nazi Jerman, di bawah Adolf Hitler. Bangkitnya Hitler dan Nazi berkuasa pada 1933, demokrasi liberal dibubarkan di Jerman, lalu Nazi dimobilisasi negara untuk perang, dengan tujuan ekspansionis teritorial. Medio 1930 dilaksanakan Nazi hukum rasial yang sengaja didiskriminasi, disenfranchised, aniaya Yahudi, aniaya homoseksual, peminggiran kelompok-kelompok ras dan minoritas. Contoh berikutnya Gerakan Garda Besi di Rumania — Legiunea Arhanghelul Mihail, yakni Garda Besi bergaris ideologis anti-demokratik, anti-kapitalis, anti-komunis, dan anti-Semit. Spiritual Garda Besi ini diilhami mistisisme Kristen Ortodoks Rumania. Dan seterusnya.
Kuasa absolut tanpa demokrasi, memandang tinggi bangsa sendiri, merendahkan bangsa lain. Padahal, di bumi kemanusiaan itu setara dan plural.
Biru melayang-layang putih di angkasa. rakyat penonton penikmat pseudoscientific. Hukum-hukum, punah value, hanya huruf tebal pasal-pasal ayat-ayat menjerat bertolak-depan dengan cash nexus, rakyat tanpa nilai tukar, budak sistem belaka. Demikian sajak kita sore ini menembus rimba pseudoscientific. (*)