Wednesday, November 20

Sajak Laut Merdeka


23 Agustus 2024


Ngurah Rai – Bali Airport, tak pernah sepi, hari hampir sore inspirasi dibegal sunyi, maka view saya haturkan ke luar jendela sambil memeluk kangen matahari tuntaskan cahaya jingganya seraya awan-awan bencana kerap membegal rakyat umat dengan dogma paternal. Gembar terekam kenang bertahun silam manakala rakyat menjelajah jalan pulangnya pada entah. Regulasi kerap mengusur menggusur ruang hidupnya yang tak lebih sejengkal jaraknya dari penyelenggara kuasa itu…


Oleh: Dera Liar Alam


I YAYAT U SANTI— MERDEKAKANLAH mindset, merdeka nyonya dan tuan. Di luar jendela laut maha luas, ingin memotret barisan perahu berlayar di samudera. Negeri pulau-pulau dan laut: di tawang Ngurah Rai kenang nama I Gusti Ngurah Rai, dicatat Ensiklopedia Bebas sebagai pendiri dan Panglima Pertama satuan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia di Kepulauan Sunda Kecil yang memimpin perlawanan bersenjata anti-Belanda di Bali. Ngurah Rai adalah tokoh militer Indonesia – berjasa dalam Perang Kemerdekaan.

Menera Ngurah Rai, terbersit kenang tanah di mana sejarah dia memulai jalan hidupnya, Carangsari – Petang, Badung. Di sana ada desa adat Carangsari, Anggungan, dan Samuan. Tercatat ada tujuh banjar d Carangsarii: Pemijian, Senapan, Beng, Sangut, Telugtug, Bedauh, dan Mekarsari. Di sana ada komunitas etnik Thionghoa yang bermukim di sana sejak abad Delapan Belas. Hanya catatan untuk kenang di lain abad.

Tanah kelahiran, detak juang tak pernah henti menderap langkah. Terus memotret, laut, deretan sampan, orang-orang yang pulang pada sunyi dan sajak.

Ingatlah kita ternyata semua kelamin dilahirkan ibu bumi yang perempuan, lalu dogma memangkasnya dengan demoskratos paternalist kapitalis. (*)