08 April 2024
Oleh: Dera Liar Alam
Gambar: Genetic Inheritance and Common Genetic Diseases
Sumber: Kauvery Hospital
DI SEKOLAH menengah, suatu ketika ‘mr.T’ bilang: “Coba periksa, dalam gen itu — tak ada unsur dosa, sebab dosa tidak menurun dan tidak menular.” Para siswa saling tengok, heran walau tak ada kritis bertanya. Tukang jual ayat juga ikuti acara, galau dan tidak yakin apa kata disebut dokter yang doktor itu.
Saya memuja pepohon yang merindang di titik-titik jemu.
Suatu ketika memuja batu yang dibongkar-bangkir jadi pecahan dan receh menyusun bangunan tempat para raja mendengkur sambil berfirman memarahi anak-anak yang haus lapar.
Waktu listrik telah merajai wanua, ranjau semakin banyak dipasang. Namun kami telah jadi penyembah rice-cooker, tiga empat lima kali menunduk mengeruk isi, makan nasi – sajian yang seragamkan isi perut, dan bersajak pada berhala.
Tuhan tuhan memintah tagihan, lalu mereka jadi mewah kaya. Umat miskin meminta mujizat, dititip pada penjual resep. Lalu doa-doa menjadi panjang dan berdosa. Turun-temurun minum makan dogma, menyembah gelar pangkat-pangkat.
Saban pekan tukang jual ayat tetap berteriak menuduh: “Kalian semua berdosa dari awal, makanya bayar, supaya kalian diberi berkat dan ampunan.”
Seperti menarik busur dan membidik suatu sasaran, anak panah dilepas tuju target: bila tepat, itu disebut benar; jika melenceng dianggap salah. Apakah definisi dosa seperti gambaran itu, perbuatan yang melenceng dari target? Tafsirnya luas. Ada yang menyebut pelanggaran terhadap ajaran, melawan aturan, atau mengabaikan hukum yang ditetapkan Tuhan.
Dilarang berpikir kritis. Menjadi kritis itu dosa terhadap sistem yang tak mau didebat.
Turun-temurun ada saja dan siapa saja dapat dituduh berdosa.
Namun, tolong periksa jangan sampai tafsir telah keliru and think karma. Teruslah berdamai, menabur kebaikan. (*)