27 September 2023
Dia anak kecil, belum enam tahun usianya ketika kami bercengkrama di Sky Lounge. Malam di luar ruang, taman ditaburi lampu. Cahaya pucat di angkasa. Di sini, tamu hilir-mudik menu lift, bercerita depan lobby, marayakan sukacita.
Dia, teman saya. Namanya Pao. Belajar soal-soal purba dalam permainan, mata, tangan, badan, gerak, tari.
Pao, bukan nama sebenarnya…
Oleh: Dera Liar Alam
BABAD purba manakala kampung-kampung belum dialiri listrik, para leluhur mengajari teturunannya berbagai soal. Kemudian mereka tumbuh dengan pengalaman beratus-ratus percobaan, membaca jutaan perkara, lalu melampaui pengetahuan kita yang kesetrum politik dan mandeg pada kebiasaan-kebiasaan konservatif menyembah huruf dan tanggal-tanggal: separuh malam deras, anak-anak biasanya sudah lelap.
Duhai waktu mengalir, enjoyin’ traditional Cuban highball, sambil bercanda dengan Pao.
Babad terbakar, sangapaharua mbengi. Cukup berapa teguk Virgin Mojito. Pao mendikte tontonannya dengan bahasa tubuhnya, isyarat tangan dan semacam Dravidian language-nya mengajak saya berlari mengitari lobby, menatap bulan terhalang pepohon palsu menggantung di Sky Lounge.
Kita ‘mungkin’ dapat mengajari apa saja pada siapa saja, mendiktekan keyakinan-keyakinan pada teturunan kita. Namun, ‘mereka’ punya cara sendiri mewarnai dunia mereka semau jiwanya…
Musim berganti, dengus sang jiwa.
Pao tertawa, saya juga. (*)