23 Februari 2023
Port Vila berada di pantai selatan pulau Efate. Kota terbesar, sebagai pusat ekonomi dan komersial Vanuatu. Sajak perang, laut, gelombang, pulau-pulau. Tuntaskan dentum mesin pembasmi, simpan saja semua senjata atau daur jadi pacul dan traktor. Di sini, secarik catatan kertas pengalaman manakala bertualang di Bumi Melanisia…
Oleh: Daniel Kaligis
Menulis dan bersajak di Zazapuanstone
Gambar: Perempuan Melanisia – foto dax
REPUBLIK VANUATU adalah negara kepulauan di Samudra Pasifik bagian selatan. Berada di timur Australia, timur laut Kaledonia Baru, sebelah barat Fiji dan di selatan Kepulauan Solomon. Semasa penjajahan negeri itu diberi nama New Hebrides Islands.
Damai dan teduh. Penjelajah Portugis Fernando de Magelhaens memberi nama Samudra Pasifik. Sebagian besar perjalanannya dari Selat Magelhaens menuju Filipina, Magellan, memang ia merasa teduh. Walau Samudra Pasifik tak selalu tenang.
Atlantik melebar, Pasifik menciut. Ini yang membikin Samudera Pasifik sering terjadinya gempa, angin puyuh, badai memporak-porandakan pulau-pulau, gunung berapi di mana-mana. Tsunami, karena gempa dasar laut, telah menghancurkan banyak pulau dan meruntuhkan konstruksi kota.
Samudra Pasifik punya banyak cerita. Perang pertikaian membuncah di sana. Kumpulan air maha luas terbentang sekitar 19.800 kilometer dari Indonesia hingga pesisir Kolombia mencakup hampir sepertiga bumi. Samudra Pasifik memanjang sekitar 15.500 kilometer dari Laut Bering di Arktik hingga batasan es di Laut Ross Antartika.
Titik terendah permukaan bumi, Palung Mariana, berada di Samudra Pasifik. Samudra ini terletak di antara Asia dan Australia di sebelah barat, Amerika di sebelah timur, Antartika di sebelah selatan dan Samudra Arktik di sebelah utara.
Samudra Pasifik dilihat dari pesisir di bagian tengah Chili. Ada dua puluh lima ribu kepulauan yang mayoritas terletak di selatan khatulistiwa terhampar di sana. Vanuatu juga ada di sana.
Orang-orang Vanuatu adalah ras Melanesia berkulit gelap seperti penduduk Papua. Dari sebuah catatan saya menemukan, walau upaya konversi sering gagal terlakasana: Tahun 1893 misionaris mulai menjamah Vanuatu. Mereka bertahan dan diizinkan menginjil. Miris, karena misionaris juga yang memperkenalkan cacar, influenza, pneumonia dan berbagai penyakit yang menewaskan orang-orang Vanuatu.
PHOENIX FOUNDATION sebuah yayasan libertarian yang telah mendukung berbagai upaya, terkadang dengan kekerasan, untuk menciptakan negara-negara libertarian independen. Yayasan ini dibuat oleh jutawan real estat yang berbasis di Nevada, Michael Oliver, temannya James Murt KcKeever, dan penasihat investasi Harry D. Schultz.
Ada Pacific Islands Forum, yakni organisasi antar pemerintah bertujuan meningkatkan kerjasama antara negara dan antar wilayah di Samudra Pasifik. Berdiri tahun 1971 sebagai Forum Pasifik Selatan (South Pacific Forum – SPF).
Kemudian 1999, namanya diganti menjadi Forum Kepulauan Pasifik (Pacific Islands Forum – SPF) yang lebih bersifat inklusif dari keanggotaan forum yang mencakup Oseania di negara-negara pulau Pasifik bagian utara dan selatan, termasuk Australia.
Sejak 1971 – Phoenix Foundation telah merancang panggung di Pasifik Selatan. Michael Oliver membangun menara baja di atas batu karang. Oliver membentuk sindikat, Ocean Life Research Foundation, punya dana besar untuk proyek ini dan memiliki kantor di New York City dan London.
Platform terpampang menjulang dari terumbu karang, tegak dengan bendera Republik Minerva — obor putih dengan latar belakang biru. Republik Minerva yang mendeklarasikan kemerdekaan pada 19 Januari 1972, dan Morris Davis jadi presidennya.
Di Pasifik Selatan Morris Davis nyatakan: “Orang-orang akan bebas melakukan apa yang mereka mau. Tidak ada pelanggaran selama tidak melanggar hak-hak orang lain. Jika seorang warga negara ingin membuka kedai, mengatur perjudian atau membuat film porno, pemerintah tidak akan ikut campur.”
Klaim Imperium Tonga atas terumbu diakui oleh Forum Pasifik Selatan pada September 1972. Ekspedisi Tonga dikirim untuk menegakkan klaim, tiba pada 18 Juni 1972. Bendera Tonga dinaikkan pada 19 Juni 1972 di Minerva Utara dan Minerva Selatan.
Medio 1980, Michael Oliver bersekutu dengan Jimmy Stevens dari New Hebrides Autonomy Movement (NHAM) di Vanuatu, mendeklarasikan Republik Vemerana yang merdeka di pulau Espiritu Santo. Pemerintah Vanuatu meminta bantuan Papua Nugini. Dikirimlah satu batalion tentara untuk membungkam pemberontakan.
National Public Radio, organisasi media non-profit yang didanai swasta publik berbasis di Washington DC, menuduh Phoenix Foundation sebagai organisasi sayap kanan yang menyeramkan. Instituto del Tercer Mundo mensinyalir Jimmy Stevens menerima $ 250.000, senjata dan radio dari Phoenix Foundation – organisasi ultra-kanan Amerika Serikat, sebagai imbalan atas konsesi untuk memasang kasino, dan diduga melindungi kegiatan terlarang Republik Vemerana buatan Stevens.
Nama Jimmy Stevens identik dengan Perang Kelapa. Perikaian singkat dan tak biasa. Manakala serdadu Papua Nugini menyerbu Espiritu Santo, penduduk malah menyambut tentara-tentara itu sebagai sesama orang Melanesia.
Pengikut Jimmy Stevens bersenjata ketapel, batu, busur, anak panah. Ada korban, tapi perang tiba-tiba usai. Ada kendaraan membawa anak Jimmy Stevens meledak ketika melintas blokade Papua Nugini. Tentara yang menembaki kendaraan itu.
Jimmy Stevens menyerah. Dia menyatakan tak bermaksud untuk merugikan siapa pun. Di Pengadilan Jimmy Stevens, dukungan Phoenix Foundation terungkap. Ia menyatakan pemerintah Prancis telah diam-diam mendukung usahanya. Ia dihukum empat belas tahun penjara, ditahan sampai tahun 1991.
New Hebrides Islands merdeka sebagai Vanuatu. Negeri kepulauan di barat-daya Pasifik yang dikuras bersama Prancis – Inggris selama tujuh puluh empat tahun itu jadi negara berdaulat pada 30 juli 1980. Hadir pada upacara kemerdekaan James Albert Michener, penulis Amerika.
James Albert Michener memang pernah tinggal di sana selama Perang Dunia Kedua ketika kepulauan itu menjadi pangkalan Sekutu. Buku Michener yang masyur, Tales of the South Pacific, berlatar kisah pulau-pulau di sana.
Tales of the South Pacific memenangkan Pulitzer Prize, merupakan kumpulan cerita pendek menarik tentang kampanye Pasifik semasa Perang Dunia Kedua. Kisah-kisah tersebut didasarkan pada pengamatan dan anekdot yang ditulis Michener saat ia ditempatkan sebagai lieutenant commander Angkatan Laut Amerika Serikat di pulau Espiritu Santo.
Ditulis pada tahun 1946 dan diterbitkan pada tahun 1947, buku ini diadaptasi pada tahun 1949 sebagai Broadway Musical South Pacific, berikutnya menjadi dua film dirilis pada 1958 dan 2001.
Naghol, Léon Delarbre, dan Nicolai Michoutouchkine
Medio Juni 2013, ketika bertugas sebagai editor in chief di SAYA magazine, saya menerima catatan perjalanan Vikan Soraya ke Vanuatu. Menurut Vikan, itu adalah perjalanan unik, melelahkan sekaligus menyeramkan. Namun, semuanya dirasa terbayar selama ia berada di Port Vila.
“Dari Jakarta saya transit di Sidney, kemudian melanjutkan perjalanan dengan pesawat kecil kurang lebih enam jam. Badai menghantam pesawat yang saya tumpangi, jadi kami memutar selama tiga puluh menit sebelum bisa menerobos badai dan akhirnya mendarat di tengah deras hujan,” tulis Vikan.
Ke Vanuatu saat itu bagi Vikan adalah untuk mengunjungi foundation serta kediaman artis terkenal Nicolai Michoutouchkine dan Aloi Pilioko. Padahal, koleksi premiere art artis itu dapat ditemui di Museum Pasifika, BTDC Nusa Dua, Bali.
Tujuan utama Vikan ke Vanuatu untuk hadir di upacara peringatan meninggalnya Nicolai Michoutouchkine. Upacara yang digelar ketika itu dihadiri para petinggi negara serta para sahabat.
O iya, Nicolai Michoutouchkine memang sangat terkenal. Dia adalah seorang Rusia dari Vanuatu, pelukis, seniman, perancang, dan kolektor artefak Pasifik, co-founder Aloi Pilioko dari Michoutouchkine-Pilioko Foundation dan Museum Seni Kelautan berbasis di Port Vila, Vanuatu.
Catatan peralanan Vikan ke Vanuatu hanya sepotong, lebih kurang empat ratus kata. Dalamnya berisi nama yang sangat terkenal dan ditulis oleh sejarah: Nicolai Michoutouchkine. Beberapa dari kita hanya mengenal koleksi barang seninya, sesungguhnya dia pernah berdinas militer.
Nicolai Michoutouchkine lahir pada 05 Oktober 1929 di Belfort. Orangtuanya keturunan Rusia yang berimigrasi melalui Gallipoli, Turki dan Bulgaria ke Prancis pada 1920.
Antara tahun 1937 – 1947, Nicolai mengenyam sekolah dasar dan menengah di Belfort. Saat itu ia diperkenalkan seni melukis oleh Léon Delarbre. Berikutnya pada 1947 ia pergi ke Paris, tempat di mana ia belajar melukis di Grande Chaumière, Montparnasse. Lalu tahun 1949, ia ke Roma, Italia.
Nama Léon Delarbre mungkin jarang disebut. Namun, bila membuka kisah Perang Dunia Kedua, anda akan bersua namanya.
Léon adalah pelukis, kurator museum, dan pejuang perlawanan Perang Dunia Kedua. Setelah berkarier sebagai konservator museum dan guru di kota kelahirannya Belfort, ia bergabung dengan perlawanan Prancis pada tahun 1941. Ditangkap pada tahun 1944, ia ditahan di sejumlah kamp konsentrasi – Auschwitz, Buchenwald, Dora, Bergen-Belsen – di mana ia membuat sketsa dari kehidupan kamp. Sketsa dia digunakan untuk menggambarkan kengerian kehidupan kamp konsentrasi.
Dari tulisan Vikan Soraya saya tahu yang mana di Vanuatu ada ritual Naghol. Acara ini biasa dilangsungkan pada April dan Mei. Naghol adalah ritual menantang maut yang mengharuskan penduduk laki-laki naik ke atas sebuah menara setinggi tiga puluh kaki dari atas tanah, kemudian melompat.
Dalam Naghol, pergelangan kaki pesertanya diikat seutas akar pohon rambat. Ritual ini seperti bungee jumping yang sudah kita kenal. “Sayang saya tidak sempat menyaksikan Naghol. Permainan berbahaya memang, namun makna dari ritual Naghol adalah untuk uji nyali agar dapat disebut dewasa,” tulis Vikan.
Nicolai Michoutouchkine lekat dengan nama para tokoh dan pemimpin dunia yang memerintah sekitar tahun 1953: Camille Chamoun, Muhammad Naguib, Hussein bin Talal, Raja Faisal, Shah Mohammed Reza Pahlavi, Zahir Shah, Indira Gandhi, Jawaharlal Nehru, Dalai Lama, Mandalay, Dr. Radarrishnan.
Sejumlah negara ia singgahi termasuk Israel, Singapura, dan Australia. Selama empat tahun sejak meninggalkan Paris 1953, Nicolai menyelenggarakan pameran gambar dan lukisan di semua negara yang ia datangi.
Kemudian pada Agustus 1957, Nicolai Michoutouchkine menerima pesan dari otoritas Perancis yang menyampaikan bahwa dinas militernya sudah lewat dan ia harus segera melapor ke otoritas Prancis terdekat.
Nicolai berangkat dari Sydney ke Kaledonia Baru, tiba di Nouméa 06 September 1957. Selama 1957-1969, Nicolai Michoutouchkine melayani dinas militernya di Nouméa, sebagai sekretaris gubernur Kaledonia Baru, Mr. Grimald.
Sekilas Papua Barat
Terbang di cakrawala North Pacific nan biru, adalah tualang mendebar andrenalin, walau tahu bahwa saya terbang dengan pesawat yang punya Air Operator Certificate (AOC), tapi jantung seperti terantuk-antuk bila armada yang ditumpangi goncang menerobos awan.
Dari jendela Boeing 737-800 memandang langit timur menjingga kelam, sekitar 04.04 a.m. saat itu, saya berbicara dengan kawan di samping kanan. Pesawat mengitar seberapa derajat turun untuk manuver pendaratan, menyasar Frans Kaisiepo International Airport. Di bawah laut hitam, Owi island memancar kedip-kedip lampu ambang pagi dari kejauhan, beberapa saat kemudian landing.
Ada yang turun, ada yang naik. Saya masih saja memantau, embun di jendela, pagi basah. Kami kembali mengudara, tuju Sentani.
Di atas Schouten Islands, saya kembali ngobrol dengan kawan di samping kanan, seraya memandangi laut di bawah. Dia berkisah Bismarck Sea, Salomon, Vanuatu. Namun, pikiran saya mengelana. Tatap membentur biru nan maha luas, awan bertebaran di mana-mana.
Kurun 2014 – 2015 saya sering ke Papua, terbang seraya mengkhayalkan Palau, Federated States of Micronesia, dan apa yang disebut Vanuatu oleh kawan perjalanan saat pertama ke Sentani. Saya lupa namanya, ingat perawakan dan wajahnya, dia transmigran dari Jawa.
Saya suka Melanesia. Suka Vanuatu. Salah satu alasan ke Papua, juga karena kesukaan itu.
Di Papua saya mencatat berbagai soal, memberi mata, telusur lebih dalam, pembangunan mencari bentuk agar boleh dinikmati secara bersama, rakyat dan penyelenggara negara di sana.
Sekali waktu ke Manokwari, dan tinggal beberapa hari untuk menulis. Di sana bersua laut biru membentang, danau, sungai, lembah, gunung dan pegunungan, alam elok seakan mengurung kisah perjalanan masa silam, siapa-siapa yang singgah kemudian menetap di bumi Manokwari.
Tersebutlah suku Arfak, Wamesa, Samuri, Sebyar, Irarutu dan Numfor Doreri. Di samping itu, ada juga suku pendatang dari wilayah Papua seperti Serui, Biak, Waropen serta beberapa suku dari luar Papua.
Frans Meidodga, Kepala Seksi Ekonomi di Badan Pemberdayaan Masyarakat Manokwari, bilang ‘muvij rosnog’, kalimat ini dipetik dari bahasa Arfak suku Mea, untuk menggambarkan apa yang mestinya dikerjakan di sana adalah ‘saling bantu’. Saya mewawancarai Frans 27 November 2014.
Saya mendatangi Mansinam di Teluk Doreh. Mengambil gambar, menulis apa saja yang saya temui di pulau yang berjejal kelapa di pantainya, bertanya pada siapa saja yang bersua tentang jejak misionaris di masa silam yang datang ke Papua untuk katanya membawa kabar baik pada orang-orang di sana.
Jalan-jalan beton, jalan aspal. Dari bangunan gereja yang dibangun Ottow–Geissler, saya menanjak menuju patung ‘Yesus tangan terbuka’ seakan menerima siapa saja yang tiba di Mansinam dan tanah Papua.
Sejenak ngobrol di lokasi patung, lalu memotret plank proyek. Di sana bersama Jeni, Daeng Ipul. Kami berkeliling pulau, lalu kembali ke sumur tua dekat bangunan gereja.
Sore tiba. Kami di pantai, memandang laut dan gunung di seberang, menunggu matahari miring di barat. Di sana, perahu tertambat tak jauh. Saya membaca kisah: 5 Februari 1855, dua misionaris Jerman, Carl Wilhelm Ottow dan Johann Gottlob Geissler tiba di Papua. Mereka datang di Mansinam setelah berlayar jauh, singgah di Batavia, Makassar, dan Ternate.
Carl Wilhelm Ottow lahir di Luckenwalde, Mark Brandenburg, 24 Januari 1827 dan meninggal di Kwawi, Manokwari, 9 November 1862. Johann Gottlob Geissler lahir di Langenreichenbach, Sachsen, 18 Februari 1830 dan meninggal pada 11 Juni 1870 di Siegen.
Sekarang, hari kedatangan Ottow–Geissler diperingati sebagai momen sejarah injil masuk Papua. Saban tahun meriah di Manokwari dengan perayaan pawai dan menjadi hari libur resmi lokal di provinsi Papua Barat dan Papua.
Datang ke Raja Ampat, menjelajah Waisai di Waigeo. Di situ saya coba makan pinang.
Saya mencatat beberapa isu yang saya anggap penting. Apa yang disebut pemerintah sebagai gerak strategis. Merancang pembangunan berwawasan lingkungan. Sektor bahari jadi titik sentral.
Katanya pemerintah sudah berketetapan, bahwa pembangunan yang adil dan merata, akan dikerjakan bersama seluruh masyarakat secara aktif, yang hasilnya nanti dapat dinikmati seluruh masyarakat Raja Ampat.
Raja Ampat mekar dari Sorong, berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002 bersama empat belas kabupaten lainnya di wilayah Papua. Potensi laut memang memukau di Raja Ampat. Di Manta point, Arborek, selat Dampier, kita dapat menyelam ditemani beberapa ekor pari manta yang jinak.
Berbagai spesies unik dapat dijumpai manakala kita terjun ke laut, di antaranya ikan endemic Raja Ampat, eviota raja, sejenis ikan gobbie. Ada juga wobbegong, pari manta dan kuda laut katai. Di Chicken Reef, ribuan ikan warna-warni berenang kian kemari, giant trevallies, snappers, rombongan tuna, barakuda, dugong, juga hiu.
Kaya keanekaragaman hayati dengan wajah alam nan elok. Pasir Timbul, salah satunya. Poin lain yang dapat dinikmati, selat Dampier, selat antara pulau Waigeo dan pulau Batanta, kepulauan Kofiau, kepulauan Misool Tenggara dan kepulauan Wayag. Ada sisa pesawat karam peninggalan Perang Dunia Kedua dapat kita dijumpai di beberapa point penyelaman, seperti di Pulau Wai.
Saya ke Pasir Timbul 03 Desember 2015. Tiada kelelawar berkeriapan di langit, terik masih merajai, sekitar 13.00 – 17.00 P.M. kami ke sana, saya, Jeni, Ridho, dan empat kawan dari Waigeo. Laut pasang, air laut selutut kemudian berangsur makin dalam ke arah Um. Di seberangnya ada kampung Malaumkarta di Makbon.
Raja Ampat Wilayah dengan enam ratus sepuluh pulau, dengan jumlah penduduk lebih dari empat puluh tiga ribu jiwa di dua puluh empat distrik. Distrik terluas di Kabupaten Raja Ampat adalah Waigeo Barat dengan luas wilayah mencapai 1.669,843 kilometer bujursangkar. Disusul Waigeo Barat Kepulauan dengan luas 939,287 kilometer bujursangkar, dan distrik dengan wilayah terkecil adalah Kota Waisai dengan luas 54,841 kilometer bujursangkar.
Daerah otonom baru itu pada 2015 masih berhadapan dengan realitas keterbatasan berbagai aspek, terutama infrastruktur, sumberdaya manusia, dan kelembagaan. Di sisi lain, penyelenggara pemerintahan harus menunjukkan kinerja mewujud pembangunan prorakyat dan meningkatkan kesejahteraan semua orang di sana.
Waktu saya ke sana, masih ada isu pemadaman aliran listrik yang terlalu sering terjadi. Masyarakat pernah demo meminta penyedia layanan tanggap dengan kondisi itu. “Waparasi mengorganisir masyarakat untuk memperjuangkan hak-haknya. Salah satu isu yang diangkat tentang penerangan lampu listrik,” kata Koce Batsira, Katerina Manufundu, dan Maryani Nilan.
Waparasi, akronim dari ‘Warung Kopi Aspirasi untuk Transparansi’. Mereka adalah orang-orang kampung di Waisai yang bekerja partisipatif mengumpul data saebagai bahan masukan bagi penyelenggara pemerintahan.
Di sana ada Komunitas Jurnalis Papua Barat. “Ada beragam isu kami diskusikan, semua kami dokumentasikan. Berapa isu terpilih kami publikasikan di ARRAPAPUA. Isu searah visi yang kami emban, membangun Papua Barat menuju masyarakat madani dengan transparan dan akuntabel,” kata Jabir Soltief, editor ARRAPAPUA.
Bagaimana Vanuatu
Bagaimana Papua
Tentang pembangunan, jika bertanya di masa mendatang, maka, jawabannya semestinya dipersiapkan dari hari ini. Apakah generasi masih terjaga? Lalu, bagaimana mengejar ketertinggalan.
Realita hari ini, pengalaman silam. Pembangunan, seperti mengeja tanya yang terus berulang. Berapa dana yang dikucurkan? Bagaimana akses masyarakat? Apa-apa saja efek positif dan negatif yang terjadi ketika fasilitas atas nama pembangunan berada di wilayah rakyat, dan seterusnya.
Peta konflik kadang masih meletus, mungkin karena kesenjangan? Entah! Ada yang menurut saya berbeda pada dua tema tempat dalam tulisan ini, Vanuatu dan Papua.
Di Vanuatu ada isu miring semisal di Erromango, katanya kanibalisme pernah marak di kepulauan Pasifik.
Hanya sebagai catatan untuk dilupa. Kanibalisme disebut sebagai fenomena di mana satu makhluk hidup makan makhluk sejenis lainnya. Katanya penjelajah memukan fenomena ini. Seperti juga yang diisukan pada masyarakat adat Papua dan di berbagai lokasi masa silam.
Saya memungut beberapa catatan, entah ini ada entah tidak, tak dapat dipastikan. Katanya kanibalisme di Karibia, di Amerika antara suku Anasazi, bangsa Maya dan Aztek. Di Asia-Pasifik, katanya kanibalisme juga pernah ditemukan. Banyak lokasi disebut perihal kanibalisme yang disebut dapat menimbulkan penyakit kuru.
Saya berpendapat ini isu miring yang sengaja dihembus untuk menegasi masyarakat adat. Sejauh yang saya wawancarai ada yang menolak, ada pula yang tidak tahu bahkan tidak mengerti soal itu, bahkan merasa aneh bila ada praksis seperti itu terjadi.
Namun, dalam wawancara tentang perang, saya menemukan beberapa data kelaparan orang memangsa orang, dan menjadi beringas. Lalu, isu perang memang berang dan akan ditulis oleh mereka yang menang perang.
Sampai sekarang kita masih saling tuduh. Seperti di banyak tempat, ada soal hak asasi manusia di dua wilayah itu, Vanuatu dan Papua. Atau, letus senapan belum mau berhenti.
Pemerintah Vanuatu promosikan separatisme dan isu-isu tuduhan pelanggaran HAM di Indonesia. Indonesia membantah. Indonesia menyebut ada politisasi isu hak asasi manusia dilakukan Vanuatu, tapi tak hanya Vanuatu.
Indonesia menanggapi tuduhan tujuh negara Pasifik dalam Sidang Dewan HAM ketiga-puluh-empat di Jenewa. Delegasi Indonesia lalu balik mendorong Vanuatu agar fokus untuk menyelesaikan tantangan situsi HAM internalnya. Mulai dari pelanggran hak-hak perempuan, hukuman badan pada anak-anak, situasi di penjara dan soal korupsi.
Lupakan saja. Tentu tidak, sebab ini harus dikerjakan bersama sebagai warga bumi.
Hampir saban tahun Vanuatu berada pada urutan teratas dalam Happy Planet Index. Indeks tersebut diterbitkan New Economics Foundation, sebuah organisasi penelitian dari Inggris, memeringkat 178 negeri berdasarkan kebahagiaan nasional, panjangnya umur, dan pengaruh mereka terhadap lingkungan.
Di Papua, saya menanyai Abner Rumaikeuw, Guru SD YPK 02 Immanuel Pasir Putih. Dia punya cerita tentang kerjanya di Manokwari. Abner sudah mengabdi di bidang pendidikan sejak tahun 1973. Awalnya sebagai guru di SD YPK Sarbe, Kecamatan Babo – Bintuni. Mestinya ia sudah pensiun pada 01 Agustus 2012. Tapi, pada usia 62 tahun ia masih giat mengajar. “Di Papua Barat, kita kekurangan tenaga pengajar,” jawabnya singkat.
Namun, kabar hari ini semakin menyenangkan. Manakala berlangsung International Conference on Biodiversity, Ecotourism & Creative Economy di Manokwari, Papua Barat, 10 Oktober 2018, tercetuslah Deklarasi Manokwari.
Deklarasi Manokwari bertujuan meneguhkan komitmen pemangku kepentingan dalam mengelola sumberdaya alam dan ekosistem secara berkelanjutan di dua wilayah provinsi di Tanah Papua ini ditandatangani Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan dan Gubernur Papua Lukas Enembe.
Komitmen itu menjadi kontribusi nyata Papua pada pencapaian target perlindungan ekosistem dan keanekaragaman hayati yang juga merupakan tujuan pembangunan manusia di Indonesia.
Pada 2014, dalam tulisan praktek cerdas di Raja Ampat: Raja dan Angka-Angka, saya memuat data statistik, yang mana pada 2012 di antara penduduk berusia 10 tahun ke atas yang jumlahnya 32.556, lebih dari tiga puluh enam persen hanya tamat SD, kemudian 18,83 persen tamat SMP, berikutnya 9,63 persen tamat SMA, lalu ada 2,84 persen tamat Perguruan Tinggi, dan sisanya sekitar 32 persen tidak memiliki ijazah sama sekali.
Berapa waktu terlewat, pembangunan mengentara. Presiden Joko Widodo mendatangi Pantai Waisai Torang Cinta, di Raja Ampat, Jumat, 22 Desember 2017.
Turut serta Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno, Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya, Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Kawan-kawan di Raja Ampat bila saya bertanya di media sosial menyebut berbagai kemajuan.
Saya mendatangi Fakfak, leluasa memandangi tebing, bukit, gunung, dan laut lepas. Ada ketika di mana kabut dan gerimis seakan ingin menyambungkan Pulau Panjang dengan Pulau Tugu Seram. Perahu-perahu hilang di ufuk, kapal merapat dan sandar di dermaga. Mereka yang pergi, berlayar ke tanah jauh, ada yang tiba dalam rindu.
Daratan ini seperti bagian badan bersambung tangan terentang, dan teluk memeluk; kepalanya adalah puncak-puncak yang menjulang lebih dari seribu meter dari permukaan laut.
Di Fakfak saya kesulitan beroleh informasi tertulis. Koran dan majalah dari luar jarang ada di tempat-tempat umum. Informasi menunggu ‘kapal putih’ sandar di pelabuhan, atau ada yang datang dengan pesawat memberitakan ‘baru’.
Ternyata 2014 sudah ada Winder Data. Gedung itu berada di jalan Letjen Soeprapto. Artefak khas Papua tergambar di pagar sisi kanan pintu masuk, memanjang ke dalam hingga batas tanah gedung itu. Di dinding depan gedung tertera nama dan tanggal peresmian gedung itu, 06 Agustus 2014.
Saya mengumbar data lama. “Vanuatu berada pada peringkat teratas karena penduduknya bahagia, harapan hidupnya mendekati tujuh puluh tahun, dan hampir tidak melakukan perusakan atas planet ini,” tulis surat kabar Vanuatu Daily Post, saat pengumuman New Economics Foundation diluncurkan medio 2006.
Jangan salah, Sabtu, 27 Oktober 2018 kembali diberitakan Tribun, Vanuatu adalah teraman di dunia, dan masuk daftar negara paling bahagia keempat di dunia.
Tahun sebelumnya Ambar Purwaningrum menulis di Tribun, bila datang ke Torba, tak cuma disuguhkan pemandangan alam yang eksotis, namun juga kehidupan masyarakatnya yang sehat sebab junkfood dilarang beredar di sana.
Torba adalah provinsi paling utara Vanuatu, terdiri dari kepulauan Banks dan kepulauan Torres. Membaca menikmat Papua seperti Vanuatu. Sayap-sayap kebebasan merentang semakin luas.
Usaikan dentum mesin pembasmi, simpan saja semua senjata atau daur jadi pacul dan traktor. Dan hentikan segala konflik serta drama penjajahan di sana, pula di semua tempat di bumi. (*)