26 September 2024
Teguk, encerkan otak, mindset. Berpikirlah bebas merdeka…
Oleh: Dera Liar Alam
MEMBACA ‘Ashenden: Or the British Agent’, dicatat penulis Inggris keturunan Irlandia, William Somerset Maugham, bikin saya menerawang Néa Pólis as Napoli, dan cairan hitam dalam cangkir, Americano. “Ashenden decodes a cable which tells him that the intended Greek had never boarded the ship; spots of dried blood on the Hairless Mexican’s sleeve mean that he had killed the wrong man.” Saya berdiri jauh dari bar memandangi barisan orang-orang memesan kesenangan, raut berbagai ekspresi. Pahit nan nikmat, memerah mengelam mengering.
Babad perang, serdadu mencampur air panas ke dalam espresso sebagaimana takaran yang biasa mereka konsumsi. Kawan saya suka koffië tebal pekat sehingga sendok pengaduk dapat tegak di tengah larutan sekian detik sebelum tersandar di tepi mangkuk. Teman itu bukan serdadu, dia penyuka koffië, pengarung rimba, penjelajah, menerabas berbagai puncak bumi.
Napoli memecut estorië Campania Felix, dusun nan mujur, dan gelegar Monte Vesuvio pernah porak-porandakan Pompeii, 24 Agustus 0079 Masehi. Dicatat, kota itu tertimbun seribu enam ratus tahun, kemudian tak sengaja ditemukan lagi. Pompeii kini adalah situs warisan dunia.
O iya, Americano itu ceritanya adalah ejekan pada mereka yang memesan espresso encer. Seruput hisap cepat dari ujung bibir, sekali dua tiga kali, lalu suka berkali-kali mengejar hangatnya rasuki lidah, mulut, rangsang khas terpahat di mindset. Saya penyuka ekstrak koffië disembur air panas tekanan tinggi, aromanya menjangkau langit mimpimu. Di sini, huruf-huruf ditenun jadi sajak, jadi editorial. Di sini, tukang koffië tidak dibodok-bodoki disuruh jadi tukang tagih pajak minum-makan seperti yang dianggap bijak oleh para pembuat regulasi penjual ayat-ayat kampanye haus-lapar kuasa seraya membiarkan hoax terus bertahta di halaman rakyat. (*)