Tuesday, April 23

Kertas Basah Ucapan


17 Februari 2023


“Selamat hari kasih sayang, banyak selamat ya.” Bersayang-sayangan di tempat kami hari ini dirayakan dengan menjemur kertas-kertas basah, memunguti apa saya yang tak hendak dikenai air mendesak tiap sudut, mencabut kabel listrik di ruang bawah…


Oleh: Daniel Kaligis
Editor: Parangsula


Foto: Ansar berjaga untuk kertas dan dokumen basah yang dia jemur.


TERJAGA dalam genangan. Reny, sedari pagi menghalau apa saja yang hanyut depan rumahnya supaya tidak masuk pintu atau celah di mana air dapat menerobos, semua bahan ringan mengapung: plastik, daun, batang, triplek, papan, kertas, kardus, kecoa, kucing, dll. Pukul 07.00 genangan air sudah lebih sejengkal di badan jalan, hujan masih deras sudah sejak ambang malam, 12 Februari 2023.

Peringatan cuaca buruk telah dikumadangkan, media online, group-group di media sosial telah menyebarkan informasi itu kepada segenap warga kota. Pasang air laut dijadikan alasan. Danny Pomanto, Walikota Makassar telah memerintahkan supaya sekolah-sekolah diliburkan. Maka, di sejumlah titik mulai dipadati mobil penjemput anak-anak. Di antara Jl. Gunung Merapi – Jl. Gunung Latimojong, ada sejumlah sekolah. Di situ, kendaraan bergerak perlahan mereka menepi di depan dan di seberang Lollypop Preschool Makassar, saat itu jam terpantau lebih kurang 09.00 A.M. “Mundur, munduuurr, terussss. Yaaa, terus, lagi, lagi, terusss.” Ada tiga tukang parkir kelabakan meneriaki keluar-masuk kendaraan di halaman yang memang tidak memadai di jalur padat enam ratusan meter sepanjang kompleks. Suara tukang parkir beradu dengan deras air dan angin. Genangan di jalan sudah melewati setengah ban mobil. Makin siang, air makin tinggi.

Gardu listrik di daerah sekitar lokasi ini dipasang dekat tiga tiang berdekatan di antara jalan. Ada dua gardu ukuran kecil didirikan di atas tembok masing-masing lebih satu meter ketebalan sekitar lima puluh sentimeter. Dudukan gardu itu dilapisi tiga ubin biru muda dan biru tua berjajar dari bawah ke atas mulai dari jarak sekitar sejengkal anak-anak dari tanah, per ubin yang tingginya sekitar dua puluh lima sentimeter. Air telah lewati ketinggian satu petak ubin, jadi dipastikan genangan sudah lebih dari tiga puluh sentimeter. Reny masih sibuk menghalau sampah lewat di depan rumahnya. Anak-anak bermain di air keruh. Umi, ipar Reny, suaranya memang terbiasa kencang kalau ngobrol dengan tetangga. Pada saya mereka bilang sudah sekian lama tinggal di kompleks ini, “Puluhan tahun kami di sini, baru sekarang air genangan banjir menerobos sampai dalam rumah,” kata kedua perempuan itu.

Beruntung tidak ada pemadaman aliran listrik. Hujan sudah mengguyur dari sehari sebelum 13 Februari 2023, sekarang tetap deras, genangan dari pagi sudah setinggi lutut dalam rumah, sejak pagi hingga jelang malam, hanya turun sekian senti saja.

Jelang sore, hujan menipis. Orang-orang ramai di jalan, di lorong. Mereka memperhatikan lokasi sekitarnya, ada tiga empat orang mengangkat koper, mendukung tas punggung, keluar dari lorong, menuju arah Jl. Latimojong yang datarannya relatif lebih tinggi dan kurang genangan. Padahal, di sejumlah titik dalam kota terpantau air telah naik lebih satu meter, terlebih pemukiman yang berada di tepi sungai, waduk, dan bibir pantai.

Pagi berkabut, 14 Februari derai hujan tetap berkecamuk. Numun, air mulai surut. Orang-orang mengeluarkan apa saja yang dianggap tak berguna lagi dari rumah mereka. Air dan lumpur disiram dihela keluar rumah. Tumpukan sisa-sisa ada di pinggir jalan depan pemukiman, di depan ruko, di depan took, di depan kantor, di depan sekolah, di mana-mana. Di Jl. Sungai Posso, Ansar berdiri menunggui tumpukan kertas dan dokumen yang dia jemur di trotoar. Ansar pengangkut sisa-sisa, dia tinggal di Jl. Pontiku, Bontoala. “Iyee, saya tunggu kertasnya agak kering supaya lebih ringan diangkut becak,” ujarnya.

Pascabanjir pemerintah kota telah menggerakkan alat berat untuk mengeruk sungai. Desember 2022 silam, banjir menggenangi Manggala, Biringkanaya, Tamalanrea, lebih dari tiga ribu rumah terendam air, dan lebih dari delapan ribu orang terdampak kejadian itu.

Banjir di Berbagai Tempat

Ratusan bahkan ribuan tahun silam banjir sudah terjadi. Banjir Johnstown, Amerika Serikat, 1889. Hujan dianggap penyebab, pemeliharaan bendungan terabaikan, lalu bencana datang tanpa disangka. Nur Fitriatus Shalihah dalam artikel di kompas.com31 Mei 2020, menyebut Johnstown berada enam puluh mil di timur Pittsburgh, di lembah dekat Sungai Allegheny, Little Conemaugh dan Stony Creek. Banjir terjadi di dataran yang sering mengalami bencana. Karena rentan, ada bendungan dibangun pada 1840 di Little Conemaugh River, jaraknya empat belas mil di hulu Johnstown. Bendungan yang dibuat dari tanah dan batu itu terbesar di Amerika Serikat pada zamannya. Bendungan menjadikan lokasi itu Danau Conemaugh dan merupakan bagian dari sistem kanal yang luas. Namun, menjadi usang ketika jalur kereta api menggantikan kanal sebagai sarana pengangkutan barang. Ketika sistem kanal tidak digunakan, pemeliharaan bendungan diabaikan.

Lanjut, ditulis yang mana Johnstown dihuni tiga puluh ribu orang yang mayoritas bekerja di industri baja. “Pada 31 Mei 1889, banyak orang tidak menyadari bahaya yang disebabkan hujan lebat sehari sebelumnya. Saluran pembuangan di bendungan tersumbat puing-puing yang tidak bisa dilepas. Seorang insinyur di bendungan melihat tanda-tanda akan adanya bencana dan menunggang kuda ke desa South Fork untuk memperingatkan penduduk,” begitu ditulis Nur.

Sebagaimana dalam artikel Nur Fitriatus Shalihah, tercatat peringatan tak sampai ke Johnstown. Bendungan rontok pukul 03.10 waktu setempat. Gema reruntuhan bendungan dapat terdengar bermil-mil jauhnya. Semua air Danau Conemaugh meluap dengan kecepatan empat puluh mil per jam dan menyapu habis semua yang ada di jalur itu. Orang-orang yang tinggal di jalur banjir kehilangan rumahnya. Ada tiga puluh mesin kereta terseret arus banjir. Beberapa orang di Johnstown berhasil mencapai lantai atas dari beberapa gedung tinggi di kota. Namun, pusaran air meruntuhkan banyak bangunan yang lebih tinggi itu. Sebuah jembatan di hilir dari kota menabrak puing dan kemudian mulai terbakar. Beberapa orang yang mengambang di atas puing-puing terbakar hingga meninggal dunia.

Medio 2003, banjir menghantam Bukit Lawang, di Langkat – Sumatera Utara. Kejadian ini dikenal sebagai ‘Banjir Bahorok’, ratusan orang meninggal, puluhan yang hilang. Penyebabnya adalah degradasi hulu sebab pembalakan di kawasan hutan, walau masyarakat di sana menganggap peristiwa itu sebagai kutukan sebab di lokasi itu tumbuh ‘kawasan remang-remang’.

Banjir Makassar tahun ini seperti mengulang banjir Jakarta 2007, sama-sama terjadi di Februari. Soal Jakarta adalah curah hujan tinggi dan sistem drainase buruk. Banjir telah jadi agenda tahunan di sejumlah lokasi dengan penyebab kurang lebih sama: hujan, drainase buruk, sampah, waduk meluap, aliran sungai kotor, dan seterusnya.

Teluk Wondama, Oktober 2010. Banjir menerjang Wasior di Papua selama dua hari. Ratusan orang meninggal, ratusan orang hilang, fasilitas publik dan ribuan rumah rusak. Tak sampai setahun kemudian, banjir menghantam Tangse di Aceh. Hutan gundul, ratusan log kayu hanyut di sungai menghantam jembatan-jembatan menghanyutkan juga orang-orang yang tidak sempat menghindar.

Awal Januari 2014, Manado lumpuh karena banjir. Terjangan hujan membuat Daerah Aliran Sungai Tondano, sungai Sawangan, dan sungai Sario meluap. Ribuan rumah rusak, ribuan orang mengungsi, tercacat ada kerugian triliunan rupiah karena peristiwa banjir itu.

Sintang, Kalimantan Barat, 2021. Banjir sudah berlangsung dari penghujung Oktober, dan hampir sebulan merendam Kayan Hulu, Kayan Hilir, Binjai Hulu, Sintang, Sepauk, Tempunak, Ketungau Hilir, Dedai, Serawai, Ambalau, Sei Tebelian, Kelam Permai.

Banjir sudah sekian ribu kali terjadi di bumi. Mari kita ulangi, banjir di berbagai tempat penyebabnya kurang lebih sama: hujan, drainase buruk, sampah, waduk meluap, aliran sungai kotor, kelalaian, perubahan musim, cuaca, dan penyebab lain yang belum diurai.

Kota dan pemukiman terus tumbuh. Drainase, saluran air, sampah, tata ruang, dan lingkungan nomor sekian urusannya. Dari pengalaman orang-orang belajar dan mengevaluasi. Beberapa kota di dunia sudah mewujudkannya, sebab terbukti banjir dapat dicegah – bukan dengan mencari alasan atau dengan mengeraskencangkan doa-doa – namun, dengan aksi: bertindak mengurusi lingkungannya, membenah jalan air, memberdayakan sampah sebagai energi, mengurus tata ruang sebagaimana mestinya, dan seterusnya.

Demikian kawan-kawan sekalian, ucapan kita tahun ini basah oleh banjir. (*)