Saturday, December 21

Kampanye Perang Negeri Konoha


23 April 2023


Pendelegasian kuasa sosiopolitik tularkan kuasa-kuasa baru yang enggan membuka sejarah hak rakyat. Padahal tanah, sejak dulu dimiliki bersama oleh siapa saja yang menjejak bumi: Fief, ‘feudum’, unsur utama feodalisme: terdiri dari properti atau hak waris — diberi tuan tanah kepada vasal yang memegangnya dalam bentuk fealty atas balasan jasa dan persekutuan feodal, biasanya diberikan melalui upacara pribadi dari pemegang kuasa dan fealty. Bayaran bisa jadi berupa tanah atau properti nyata yang hasilkan rente berkesinambungan tentang hak-hak yang sejauh ini diam dalam cerita tutur di banyak tempat di bumi…


Oleh: Dera Liar Alam


Gambar: Mahkota kuasa dikaruniakan dinasti berlogo fief obesitas.


SEBELUM Tahun Seribu Masehi, ada fief, ada vassal, ada perluasan feodal, wilayah takluk mengongkosi panji-panji tahta suci imperialist. Adalah ‘Graafschap Vlaanderen’ dataran rendah kaya raya.

Graafschap Vlaanderen, bukan fiksi Konoha. Wilayah bersejarah ini adalah di negara-negara Dataran Rendah. Tecatat sejak 862, lokasi yang disebut juga sebagai ‘Flandria’ itu adalah fief yang takluk pada Prancis. Selama berabad-abad, kota Ghent, Brugge, dan Ypres di Flandria menjadi salah satu wilayah terkaya di Eropa.

Negeri di barat Sungai Scheldt dan diberi julukan ‘Kroon-Vlaanderen’, pada sisi lainnya Graaf Flandria kendalikan wilayah di timur Sungai Scheldt sebagai wilayah fief Kekaisaran Romawi Suci.

Manakala dinasti berganti, murka perang panjang selimuti Eropa. Kisah umat dirasuk gulita merayap di belantara kepungan ‘tanda’. Searah gagasan substratum menguat, bangsawan perwira jaga warisan tanah, dogma, juga bea. Pedang, tombah, pisau, panah, busur panjang dilontar politik pelebaran pengaruh perluasan wilayah. Maka, kita dapat menghitung jumlah tumpah darah demi berebut pengaruh: tarung dari laut di dermaga Sluys, 1340. Potongan kisahnya, ‘La bataille de l’Écluse est un combat naval qui a opposé la couronne de France à celle d’Angleterre le 24 juin 1340’. Pembuka pertikaian ratusan masa edar matahari semesta.

Umat mengumpul bekal demi survive bila perang membawa kiamat. Ada tempur di Crecy, 1346. Serbu kota pelabuhan berbenteng Calais. Puluhan ribu serdadu terasuk kampanye tahta kekuasaan Inggris membobol tembok jadi kenangan: Prancis tak pernah kembali ke Calais hingga 1558.

Ksatria, yakni bangsawan perwira petarung menyabung nyawa, kalah mati atau ditawan, tercatat medio 1351. Berikutnya Perang Poitiers – 1356, berturut-turut dapat diurai Perang Auray – 1364, Perang Agincourt – 1415, Rouen dikepung – 1418, Pertempuran Bauge – 1421, Perang Cravant – 1423, Perang Vernuil – 1424, Perang Orléans – 1428, Perang Patay – 1428, Perang Gerbevoy – 1435, Perang Formigny – 1450, Perang Castillon – 1453.

Perang menjadi lazim. Umat dituduh berdosa, ketakutan membaca cocoklogi tanda. Kini, teori kiamat nyaris bangkrut terdesak science. Namun, penguasaan cara pandang rakyat masih terus dirantai.

Lante

Kelakuan ajaib di negeri Konoha terbabit perang, kampung fiksi yang rupanya real dalam praksis. Rakyat dikepung pembangunan asal-asalan. Pajak, bentuk lain dari korupsi berjejaring yang enggan ditanya arahnya ke mana.

Partai menyembah berhala gender, memper-nyonya-tuan-kan fief. Murka perang sementara ditularkan — rakyat yang tak sempat membaca gelagat ruci dinasti — kibarkan bendera keyakinannya se-arah kelakuan Konoha, berplural dalam gombal dogma-dogma rusak dan busuk.

Partai kaya, rakyat tak berdaya sebab pilihan cita-cita rakyat dibabit kemauan dinasti. Busur-busur terkokang anak panah menyasar nurani dan badan yang memang sengaja dimiskinkan.

Sistem, obesitas tak terkendali menelan semua hak rakyat dalam satu gerak, korup dan murka pada pendapat-pendapat berbeda, alergi pada perubahan semesta.

Lanjutkan? Sementara berlanjut. Sertifikat untuk rakyat, digandai miskin dan proposal kemakmuran semesta. Hanya janji, sebab miskin menggadaikan dirinya dengan harga-harga kebutuhan pokok yang melambung tinggi, serifikat mesti digadai dan tanah-tanah menjadi milik entah di negeri Konoha. (*)