Thursday, April 25

Dualisme Regulasi Telurkan Kehampaan Baru


24 Maret 2023


Sekilas mengulas perjalanan regulasi, menyusul tampilnya Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi, diundangkan 02 Februari 2021.

Garis besar untuk dicermati: meningkatkan kemampuan dan kapasitas usaha jasa konstruksi nasional – terciptanya iklim usaha kondusif – penyelenggaraan jasa konstruksi yang transparan – persaingan usaha yang sehat, serta jaminan kesetaraan hak dan kewajiban antara pengguna jasa dan penyedia jasa – terselenggaranya jasa konstruksi yang sesuai standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan – meningkatnya kompetensi, profesionalitas, dan produktivitas tenaga kerja konstruksi nasional – meningkatnya kualitas penggunaan material dan peralatan konstruksi serta teknologi konstruksi dalam negeri – meningkatnya partisipasi masyarakat jasa konstruksi – tersedianya sistem informasi jasa konstruksi, dan seterusnya…


Oleh: Ir Irwan Kartiwan


Editor: Daniel Kaligis


HITUNG — sama-sama kita kalkulasi berapa banyak kritik tercetus manakala sebuah regulasi digulirkan ke tataran implementasi. Tumpang tindih, sudah pasti! Guidelines, mungkin ada, tapi cakupannya terlalu luas sehingga kita belum beroleh poin spesifik. Berikut, perihal penerapan standart nasional, regional, dan internasional: pijakan regulasi itu masih goyang dan rapuh. Ada begitu banyak kepentingan bersandar di dinding yang hampir runtuh oleh beratnya sendiri.

Tanya siapa: pemerintah, badan usaha, atau perorangan dengan tujuan untuk usaha. Kritik saja tentu tidak memadai untuk menjalankan visi dan misi. Mari kita lanjut.

Skeptis, sudah pasti. Ada banyak pertanyaan. Ada banyak alasan. Ada banyak pertimbangan. Ada seonggok keinginan untuk cermati apa faedahnya sebuah regulasi. Aturan sudah tercetus.

Saya coba memetik perkembangan yang terjadi berapa tahun silam dan sudah sempat diberitakan media massa intern jasa konstruksi, bahwa, “Draft final Revisi PP No. 28/2000 yang mengatur tentang Usaha dan Peran Serta Masyarakat Jasa Konstruksi ke Sekretariat Negara untuk kemudian disahkan Kepala Negara, Munasus LPJKN Tahun 2007, dan Rapat Sertifikasi Badan Usaha Jasa Konstruksi yang melibatkan seluruh pihak yang terkait dalam penerbitan Sertifikat Badan Usaha 2007, mulai dari BPKSDM, LPJK, maupun asosiasi dan badan diklat. Ketiga agenda itu saling terkait, dan merupakan bagian dari sebuah proses panjang pembenahan dunia jasa konstruksi nasional demi mencapai cita-citanya. Revisi PP No. 28/2000, seperti diketahui, saat itu tinggal menunggu untuk ditandatangani oleh Kepala Negara.”

Dan memang benar, penantian masyarakat akan munculnya revisi Peraturan Pemerintah ini sudah cukup panjang.

Intisari kabar berita, merekam keinginan para pihak, yang mana, “Ada keinginan besar dari masyarakat jasa konstruksi supaya terjadi perubahan mendasar, strategis, dan professional dalam hal regulasi di sektor jasa konstruksi, sebab, kita semua sudah menyebut bahwa jasa konstruksi adalah bidang kerja yang strategis dalam upaya pembangunan ke arah Indonesia (baca: dunia) yang lebih baik. Suatu hal yang penting kita tekankan dan teramat penting kita garisbawahi: professional regulation.

Hanya sebuah ide beralas pada keinginan luhur, sebab ini bukanlah bidang saya, tapi, saya sudah menjadi bagian dari kerja jasa konstruksi, maka, tanggunggugat ini harus saya ajukan sebagai sebuah interupsi bagi regulasi yang sudah dan sementara berlaku di negara kita sebagai pijakan sektor jasa konstruksi dalam membangun Indonesia.

Babak yang sangat miris sementara kita lewati dalam perjalanan bangsa, ketika pemerintah terkesan begitu buru-buru dalam mengambil keputusan tanpa memikirkan akibat yang dapat ditimbulkan oleh  kebijakan itu nantinya berpengaruh dalam jangka waktu yang lama. Contoh yang dapat kita lihat, setiap minggu pemerintah merevisi jumlah stimulus yang akan diberikan kepada masyarakat, sedangkan secara spesifik rincian penggunaan dana stimulus juga belum jelas.

Gong globalisasi berdentang. Dalam pada itu, dokumen perencanaan pembangunan nasional juga sepertinya dipengaruhi desakan gelombang globalisasi – AFTA, WTO, dan sebagainya, demikian pula peta pembangunan  itu turut dipengaruhi peta geopolitik dunia. Suatu fenomena yang tidak diam dan terus mengalir seiring waktu. Instrumen dokumen perencanaan pembangunan nasional yang dimiliki Indonesia sebagai acuan utama dalam memformat dan menata sebuah negeri yang besar, turut mengalami dinamika.

Perubahan mendasar yang terjadi adalah semenjak bergulirnya reformasi. Dapat kita sebut, misalnya, amandemen UUD 1945, demokratisasi yang melahirkan penguatan desentralisasi dan otonomi daerah (UU Nomor 22/1999 dan UU Nomor 25/1999 yang telah diganti dengan UU Nomor 32/2004 dan UU Nomor 33/2004), UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, penguatan prinsip-prinsip good governance: transparansi, akuntabilitas, partisipasi, bebas KKN, pelayanan publik yang lebih baik, dan seterusnya.

Namun, pada tataran itu juga ada banyak hal yang tak mungkin disentuh masyarakat.

Demikian pula, seperti yang sudah saya sebut di atas, karena memang hal itu bukan porsi saya. Hanya tersentak, hendak memberi seonggok kepedulian dalam tanya, “Bagaimana dengan regulasi di sektor jasa konstruksi?”. Selama ini kita masih terjerumus pada dualisme regulasi UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Berikutnya tentang Peraturan Pemerintah No. 29/2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Lalu, sekarang kita berhadapan dengan regulasi baru: Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi, diundangkan 02 Februari 2021.Mengapa disebut baru? Walau ternyata isinya tergolong lama, hanya memoles beberapa sudut supaya nampak tajam bercahaya.

Berbagai isu mengiringi laju langkah kita, bentuk-bentuk kontrak konstruksi dipandang dari segi perhitungan biaya, perhitungan jasa, cara pembayaran dan pembagian tugas. Lalu beberapa isu yang sementara diperdebatkan dalam meja diskusi, soal pengertian yang sudah terlanjur keliru sehingga boleh jadi berujung sengketa.

Hanya sebuah kepedulian untuk turut menyuarakan kebutuhan Masyarakat Konstruksi di tanah air ini, maka, saya coba bicara tentang regulasi dan sistem yang sementara kita jalani dewasa ini. Sebab sebuah kekhawatiran terhadap sektor yang dengan susah payah telah kita dirikan, bila saja kita tidak berbenah diri dari sekarang untuk menghasilkan regulasi yang pas, secuil apa saja akan sanggup menghanguskan harapan kita untuk membangun masa depan yang lebih baik dari sekarang.

Masih teramat banyak isu, kritik, namun, saya akan berhenti di sini untuk sebuah keyakinan terhadap proses yang masih dan terus mengalir. Keyakinan dan harapan, agar regulasi yang natinya diterbitkan bagi sektor jasa konstruksi semoga bukan sebuah kehampaan baru yang tercetus buru-buru karena desakan harus ada regulasi oleh sekelompok kepentingan, kajiannya ternyata keliru.

Terus saja mengalir, dan mari terus kita kawal. (*)


Jakarta 2009