Friday, January 10

Susastra

<strong>Bandar Dedaun Harum</strong>
Susastra

Bandar Dedaun Harum

08 Ferbuari 2023 Guncang magnitudo tujuh koma delapan di kerak dangkal, di sana, di tanahmu, di bumi kita: di Gaziantep, di Kahramanmaras, di Pazarick, di Nurdagi, di mana lagi, entah. Mercalli masih kau berkhotbah di Monza, di Calabria, di Napoli. Aah, di sini ceramah wacana tentang para petinggi pendongeng tinggikan tensi dan gengsi, itu saja… Potret usang! Oleh: Dera Liar Alam Gambar: Kelok Gusung di mana kapal-kapal dan perahu berbelok menyasar port. BERPULUH mungkin berlaksa tatapan: saban sore bertumpuk di kelok rumpang menikmat lengking gemuruh, pembisik, perusak, gelombang, arus, obrolan peziarah minta difoto. Orang-orang buta huruf duduk di rumput dekat rambu larangan. Bila tak dilarang, rambu diduduki, diambil dan dibawa pulang. Kelam di atas kota, di ujung Gus...
<strong>Di Balik Pintu</strong>
Susastra

Di Balik Pintu

06 Februari 2023 Kode 57. Oleh: Arman Yuli Prasetya Penulis adalah Penulis Tinggal di Bojonegoro Gambar: Behind the Scenes Genggaman tanganku terbuka Kau berikan kabut sebelum pagi Tetes air jatuh di keningku Sisa hujan semalam Ada yang tak perlu kutahu tentangmu Hanya perkiraan cuaca yang bisa kubaca Aku tak bisa memastikan apa yang mesti datang Aku tak mampu menolak semua yang tak pernah masuk dalam rencana Kegugupan di dadaku Atas apa yang mesti dan akan terjadi Riuh telah menunggu tujuan yang tak bisa kureka ulang Langit membentang Aku pejamkan mata sebelum berangkat Aku dengar detak jantungku Apa semua masih berjalan seperti biasa Pagi mulai ramai Seperti inikah hidup dimulai Pohon cemara kurus dan tua Tong-tong sampah penuh sisa kemarin Juga rumput-rumput Hijau dalam...
<strong>Harap Pulang</strong>
Susastra

Harap Pulang

03 Februari 2023 Oleh: Dera Liar Alam Gambar: Pencarian Sunyi Wahai jurang menjulang Batas yang hilang waktu Jejak-jejak sunyi Terhapus derai gelombang keabadiannya Pulanglah harap... Dengus terisak Tawa menyayat... Diamlah sunyi... Kota Lama 2011
<strong>Sajak Gulita</strong>
Susastra, Travel

Sajak Gulita

03 Februari 2023 Oleh: Dera Liar Alam Gambar: Dawn – Bromo Sunrise SEJARAH menera tanda, dibaca hari ini. Ada yang sepertinya terlupa oleh sistem: Bilik hipokrit yang dibiar meluas menjadi borok di bawah kulit peradaban, lalu, meletus badan: darah, asap, api, petaka datang beruntun dan tanpa mampu dielakkan. Kelam di pucuk tuju saat dawn, orang-orang berkeringat, berbisik puisi alam elok. Jauh di sana, hanyut, tenggelam, hilang. Mungkin tentang borok yang dianggap lunas ketika kemenangan ada di puncak, kangen kemudian perlahan menapak turunan, berliku membawa letih dan sunyi… Biru, hijau, gradasi lenyap, di sana di Bromo. (*)
Subuh di Fakfak
Susastra

Subuh di Fakfak

31 Januari 2023 Oleh: Dera Liar Alam PERAHU-PERAHU hilang di ufuk, kapal merapat dan sandar di dermaga. Mereka yang pergi, berlayar ke tanah jauh, ada yang tiba dalam rindu... Daratan ini seperti bagian badan bersambung tangan terentang, dan teluk memeluk; kepalanya adalah puncak-puncak yang menjulang lebih dari seribu meter dari permukaan laut... Bincang kami melebar ke Teluk Berau, Pulau Tugu Seram, Karas, Bomberay, hingga Laut Arafura. “Saya dengar kisah dari tua-tua di sini.” Demikian Ade Indra mengulas. “Orang-orang Key datang ke Fakfak. Mereka mengembara ke gunung-gunung. Tapi, itu sudah lama sekali, dulu, saya tidak tahu tahun berapa waktu lalu. Pokoknya orang-orang tua di sini menyebut begitu.” Tangan Ade Indra menunjuk pulau kecil yang bersebelahan Pulau Tugu Seram dan P...
Mewahyukan Sajak Bulan
Susastra

Mewahyukan Sajak Bulan

31 Januari 2023 Oleh: Dera Liar Alam Bulan menari, "Ah, tidak!" katamu menirukan monyong gaya pembawa acara tivi Awan yang menari dihembus badai angkasa... Lalu kita tertawa pura-pura senang, bersandiwara seumpama bulan Kau berdiri, meregangkan tangan ke arah langit kemilauan, Dan membentuk bulatan di atas kepala... Aku menirunya, meregangkan tangan, membentuk bulatan di depan badan. Sajak-sajak gelisah, nubuat bulan sudah ribuan zaman digoda teori dentuman, the oscillating, kuantum, berayun, steady state... "Aku bulan, bulan-bulanan," begitu desismu di kuping, menempel di pipi, di rambut tergerai diterpa badai nafsi dan ego... Merekah merah, tapi bulan jingga, perlahan bulan-bulan kita retak. Cerita pendaratan didongengkan perang dan pendarahan. Bulan buyar... Kit...
Dalam Mengenang
Susastra

Dalam Mengenang

28 Januari 2023 Oleh: Oppy FritSia Gambar: Suatu siang di Insana Utara Bening senyummu kian hening di semerbak doaku Seperti wangi cinta yang pernah kita dekap bersama Karenanya tiada jua surut kasih itu Meski nyanyianmu telah sunyi Telah terlepas dari hari-hari yang masih harus kulalui Suatu ketika Di sejuk tuturmu berbahasa mesra Berumpama tentang kelopak-kelopak putih bunga kesayanganmu Katamu, Seperti itulah Dik kuntum-kuntum doa kita… Putih bermekaran memulihkan kekelaman nestapa jiwa Kini, Sendirian kucoba meletakkan kekelaman itu Pada kelembutan kelopak putih bunga doamu Dalam jiwaku… (*) Jakarta, 28 Januari 2010 Dari catatan 28 Januari 2006 — Januari Putih
Bayang di Teluk
Susastra

Bayang di Teluk

28 Januari 2023 Oleh: Dera Liar Alam ENTAH diingat, suatu sore saya menata kamera untuk memetik cahaya di nadir, memintalnya sebagai gambar — bayang itu sudah sering berada pada titik itu, di sana: 12° below the horizon, mengenang seseorang yang bercerita pengalaman kegilaan manakala jatuh cinta. Berkali-kali mengalami dan terus mencinta, kisah ini tentang sajak silam yang pantulannya menjadi bayang di teluk. Perjumpaan teks karena gambar, Jamal menulis tentang sesuatu peristiwa: Lalu kehidupan katamu memang mesti dirayakan Sedang di sini belum kucium bau pesta Justru muncul serupa cemas pada sisa usia Melekat di detak hari-hari Merambati ruang hampa ego sendiri Lalu rindu sebatas runtutan kata-kata Terbaca oleh sesiapa Namun dengan ejaan berbeda Hidup dalam realita Adalah der...
Perpisahan
Susastra

Perpisahan

27 Januari 2023 Oleh: Pa IR Penulis tinggal di Subo, Alor Selatan 🖇Baca sajak Pa IR di sini: Bercerita pada Senja Sedih, Itulah yang kurasakan Saat kamu memutuskan untuk pergi selamanya Aku tidak mengerti apa maumu Mengapa segalanya sulit bagiku… Padahal kita sudah sama-sama dewasa Dan pernah punya komitmen untuk terus bersama. Namun, Seiring waktu berjalan… Kamu berubah jadi egois Dan tidak lagi peduli denganku Air mata ini seakan menjadi saksi bisu perpisahan di antara kita… Perpisahan sangat menyakitkan bagiku Hilang sudah impianku, Menghabiskan masa tua bersamamu… Hilang sudah angan-anganku, Mencintamu seumur hidupku… Aku hanya berharap, Apa pun pilihan hatimu… Kamu bisa dapatkan bahagiamu, Yang tak mampu kuberi untukmu… Selamat tinggal kasih… Kini kisah kita cuma t...
Perjalanan Sunyi
Econews, Editorial, Guratan, Susastra

Perjalanan Sunyi

27 Januari 2023 Aaa, zzzz, dengar angin mengikis nubuat cocoklogi, dongeng berulang-ulang saban waktu dan diyakini sebagai sumpah semesta. Angin membaca apa? Petir hujan badai itu biasa, seperti tangan kita yang terbiasa membuang sisa-sisa sambil berseru teintu, taintu, taintu… — 2009 — Oleh: Dera Liar Alam Gambar: Twilight menggambar angin dari segala arah KISAH malam padaku: Wahai dingin badai aeolian titisan aurora, crystal-mu memutih di pelataran arctic, ranting-ranting biaskan kelam, rona rindu dari waktu ke waktu yang kau tabung di tiap butir salju. Kita pernah setuju, memainkan glasier di telanjang rimba, menenun kabut resah semerdu cinta beku abadi… Manakala dentang lonceng perak merebak senja Cakrawala durja beratap jingga Kusuka tembang malam… Mengiring tiap tetes...