Tuesday, April 30

Batalkan Surat Penguasaan Tanah Bermasalah di Gowa

Land Rights Certificate | Authority | National Land Agency | State Administrative Court


02 Mei 2021


Mekanisme pembatalan sertifikat yang cacat hukum administratif dalam penerbitannya diatur pada Pasal 110 jo Pasal 108 ayat (1) Permen Agraria/BPN 9/1999. Permohonan dapat dilakukan jika diduga terdapat cacat hukum administratif dalam penerbitan sertifikat itu sebagaimana diatur pada Pasal 106 ayat (1) jo Pasal 107 Permen Agraria/BPN 9/1999


Oleh: Parangsula
Editor: Deka


BANGUNINDONESIA.COMSomba Opu | PERWAKILAN organisasi massa dan Lembaga Swadaya Masyarakat Sulawesi Selatan mensinyalir ada sejumlah Surat Penguasaan Tanah Bermasalah di Gowa yang diterbitkan Kantor Badan Pertanahan Gowa. “Data yang kami peroleh, tanah-tanah yang mestinya menjadi hak masyarakat Gowa, ternyata dikuasai orang yang tinggal di luar kabupaten Gowa. Sebagai contoh, ada lebih kurang seratus sampai tiga ratus hektar tanah dikuasai satu orang. Contoh kasus ini sudah kami cermati, dan bukan hanya satu kasus di mana ada bukti penguasaan tanah yang bermasalah diterbitkan oleh BPN Gowa,” terang Amiruddin SH Kr. Tinggi, dari DPP LSM Gempa, ketika diskusi dan buka puasa bersama di Kafe Abepura – Jl. Tun Abdul Razak, Minggu, 02 Mei 2021.

Dalam diskusi perwakilan ormas dan LSM itu, para pihak sepakat menajamkan misi untuk menuntut agar surat penguasaan tanah bermasalah yang diterbitkan Kantor Badan Pertanahan di Gowa supaya dicabut atau dibatalkan demi hukum. “Membaca tagline BPN secara umum, bahwa institusi itu melayani dengan professional dan terpercaya, tentu ada sejumlah pertanyaan dari kami terkait kinerja BPN di Gowa yang dalam temuan kita saat ini ternyata bermasalah,” urai Agustinus, seorang peserta diskusi, menanggapi tuntutan pencabutan surat penguasaan tanah bermasalah tersebut.

Poin-poin persoalan akses hak masyarakat terhadap tanah diurai. Soal tanah, dituding BPN Gowa melepas tanggunggugatnya terhadap produk yang mereka terbitkan. “Ada regulasi yang mengatur tentang hal pencabutan dan pembatalan produk regulasi cacat administrasi. Melihat fenomena pada banyaknyua kasus pertanahan, contohnya yang ada di Gowa, BPN yang berperkara, sebab institusi ini yang menerbitkan produk hukum hak atas tanah bermasalah. Dan pada saat terjadi permasalahan di tingkat implementasi, justeru pihak BPN Gowa melempar soal ini ke lembaga peradilan. Ini yang kita pantau sejauh ini, sebab sebagaimana regulasi yang mengatur, sistem negara termasuk institusi yang ada di dalamnya memang harus diawasi” tutur Padeng Gervasius, SH, advokat dan konsultan hukum yang selama ini bertugas di wilayah Sulawesi Selatan.

Sebagaimana diketahui, cacat hukum administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat 1 yang memungkinkan pembatalan sertifikan dan atau surat penguasaan atas tanah, yaitu: kesalahan prosedur, kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan, kesalahan subyek hak, kesalahan obyek hak, kesalahan jenis hak, kesalahan perhitungan luas, terdapat tumpang tindih hak atas tanah, data yuridis atau data data fisik tidak benar, atau ada kesalahan lainnya yang bersifat administratif. “Sudah ada tata aturannya. Jadi, semestinya BPN Gowa tidak lagi melempar persoalan cacat hukum administratif ke lembaga peradilan. Telak dan tidak mungkin mengelak, sebab ada aturannya,” kata Padeng Gervasius, SH.

Potensi Pidana: Pemalsuan Dokumen

Menyimak sengketa tanah yang terjadi di Gowa, disebutkan yang mana dalam kesalahan administrasi berpotensi juga terjadi kejahatan pidana di dalamnya. “Kita tidak hanya menilik kesalahan administrasi. Contoh soal adalah sengketa – antara Hj Andi Fauziah dengan Yenny Nios di Tombolo, Somba Opu. Mencermati dokumen-dokumen yang ada, dalam kasus ini terjadi pemalsuan dokumen, sehingga penyidik dan pihak pengadilan yang mengurusi perkara tanah mestinya boleh mengembangkan kasus ini bukan sekedar soal corpus juris civilis yang dianut hukum perdata kita di Indonesia, namun ada temuan kejahatan pidana pemalsuan di dalamnya,” beber AKBP purnawirawan Kamaluddin, pensiunan yang pernah bertugas di Polda Sulawesi Selatan.

Sejumlah dokumen dibuka. Berkas surat diletak di atas meja diskusi: SPPT PBB Tahun 2006 No. 73.06040.010.001-0086-0 pada tanah seluas 298.525 meter persegi atas nama PT Timurama — Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Tanah tertanggal 17-4-2006 yang merujuk pada Pasal 3 PP. No.224/1961 — Surat Pernyataan Riwayat Penguasaan Tanah tertanggal 17-4-2006 — berikutnya Surat Pernyataan Penyerahan atau Pelepasan Hak Atas Tanah tertanggal 28-2-1997. “Berbicara tentang hak atas tanah, harusnya kita membuka riwayat tanah. Akan mudah ditelusuri siapa pemilik hak bila kita buka riwayar tanah, dan ini yang sudah kami lakukan,” ujar Wawan, mewakili LSM Intai Sulawesi Selatan, seraya memperhatikan sejumlah dokumen yang dipegang Padeng Gervasius, SH, kuasa hukum Hj Andi Fauziah yang bersengketa tanah dengan Yenny Nios.

Drs Abdul Latif Hafid, inisiator diskusi dan buka puasa bersama para pihak organisasi massa dan LSM di Gowa, terkait persoalan tanah di sana, menyebut bahwa semua pihak yang datang untuk membela kepentingan masyarakat telah bersepakat untuk menuntut agar surat penguasaan tanah bermasalah segera dibatalkan. “Jangan lagi terjadi masyarakat banyak yang bergerak menuntut keadilan, sebab hak-hak mereka telah dirampas dan masyarakat menuntut kembali hak-hak itu,” kata dia.

Panjang lebar berdiskusi, semangat untuk membela hak-hak masyarakat. “Bukti keberpihakan kami pada hak masyarakat sudah jelas, tuntutan. Ada cacat administrasi dalam penerbitan surat penguasaan tanah, kami tuntut BPN Gowa mencabut surat itu. Selesai,” sebut Ir Andi Abdul Hakim, SM MH, praktisi hukum di Sulawesi Selatan. (*)


Hak jawab selalu diberikan kepada semua pihak bila pemberitaan bertolak belakang dengan fakta dan data.