Tuesday, December 2

Bencana: Hujan Angin Jadi Tertuduh


01 Desember 2025


Jalan rimba, setapak bencana. Pengungsi di tanah sendiri hitung jembatan putus hanyut, harap nan hanyut, harap-harap cemas dan gemas. Sistem mengalkulasi proyek untuk cari siapa tertuduh berikutnya yang dimungkinkan regulasi. O Men, penulis novel Kura-Kura Berjanggut, kabarkan dia lima hari terjebak banjir di Aceh Timur. Saya membacanya pada teks status Linda Christanty, 30 November 2025.


Oleh: Dera Liar Alam


IBUISME BAPAKISME: Bukan ibuisme negara bapakisme negara, bukan isu itu — teks saya ditera lima purnama silam — berkisah hutan di timur persada yang dijaga sebagai ‘ibu’. Kalimat bersambung, “Berulang Datang Tualang,” di situ saya jebarkan ‘Ibu Hutan’. Artikel itu ada di bangun-indonesia.com, silakan masuk di situ dan cari, singkat uraiannya tercatat di awal Juni 2025.

Data per Oktober 2025 menunjukkan yang mana 396 tambang ilegal terbanyak di Indonesia ada di Sumatera Utara. Data lain mencatat ada 165 izin usaha pertambangan resmi. Data Dinas ESDM Aceh per Juni 2025, terdapat 64 IUP aktif di sektor mineral dan batubara. Selain itu, ada laporan menyebut bahwa ada 13 perusahaan menguasai sekitar 24.000 hektare lahan tambang emas, sebagaimana dilansir dari AcehSatu, barsela suara independen, Atjeh Watch, dan liputan gampong news. Apa yang perlu dihitung dari dosa-dosa pertumbuhan ekonomi? Ada ribuan titik lubang tambang menganga di negeri kita.


Baca juga:
🖇 Ibu Hutan
🖇 Hutan Karet dan Biopiracy Wickham
🖇 Sihaporas Diserang, Tutup TPL


Apa mau dikata, teks konteks keyakinan negara diganti tafsir kuasa keputusan berpusat pada istana, bapakisme. Hey, bapak-bapak babak-babak banjir ditafsir bencana, hutang ditebang eksploitasi perut bumi kayu-kayu hanyut nyawa hanyut, salah siapa? Salah langit mencurah berkat yang tidak sempat kamu taruh. Gitu ujung sajak persepuluhan perpajakan dan perkorupsian yang dikawal konstitusi pesanan pentokar bajingan, bajang-bajong-bujung-bejeng bajing beneran. Aouei!

Imaji berseliwer menjejak kawasan hutan tertua bumi, melintasi akar pepohon kuno, meneropong periode Devonian di kaki Pegunungan Catskill, Lembah Hudson.

Tentang hutan itu, Christopher Berry, ahli paleobotani yang mempelajari bukti fosil dari periode Devonian, bilang, “Dengan berdiri di permukaan tambang, kita dapat merekonstruksi hutan hidup di sekitar kita dalam imajinasi.” Pernyataan itu dapat anda simak di IFLScience terkait isu hutan.

O, iya perlu diperjelas yang mana penelitian Christopher Berry berfokus pada kemunculan hutan purba. Dia bekerja sama dengan Universitas Cardiff dan Universitas Uppsala. Beda tentu babad hutan di negeri kita.

Di Wanua, hutan itu telah disebut sebagai tanah negara. Padahal negara fasilitator, koq boleh merajai hutan adat hutan rakyat yang sejarahnya jauh lebih purba dari proklamasi deklamasi orasi basi merdeka bercita-cita kaya. Cerita dusta, kaya dan kayu. Tanah nan tandus, tiada terendus.

Ibuisme bapakisme domestikasi rakyat, narasi gurem sengaja dihindari sistem yang menyembur murka asap api bencana sebab enggan evaluasi, malah alihkan isu.

Ibu hutan. Senyar mendarat di tanah kita, maka para ibuisme bapakisme petinggiisme menteriisme punya alasan angin mengamuk. Kata si Raja, urusan ‘deforestasi dan degradasi’ selalu mengacu kepada arahan presiden. Baca pernyataannya di media dua bulan lalu. Badai mendarat di tanah kita di arah timur laut jelang tengah malam dan mulai memburuk karena meningkatnya geseran angin. Longsor, banjir bandang, alam ngamuk, tercatat Indonesia terdampak sangat parah, walau masih berteori dan nggak mau ngaku ibuisme bapakisme menteriisme makin mentereng dalam berita. Sebut bencana ini telah tewaskan 604 orang, dan membuat lebih dari 1,5 juta orang terdampak serta 570 ribu orang mengungsi di tiga provinsi.

Benderanya patah berkabung berselubung doktrin padang pasir, bahkan uang persembahan natal akan membanjiri gurun. Lupa negeri sendiri berderet para haus lapar luka susah hilang sakit derita. Picek pandang entah korban ngungsi di negeri sendiri yang batas-batas tanahnya sementara digeser regulasi, terus dan terus.

Lalu ini apa, editorial?

Teks kepanjangan yang tak diminati negara dan sistem. (*)


Gambar: A bridge was broken due the flash flooding in North Tapanuli Regency, Sumatra on November 25, 2025 — Indonesian National Board for Disaster Management.