Saturday, September 13

Bulan Darah


08 September 2025


Oleh: Dera Liar Alam


Blood Moon 

KIAMAT?
Tidak, Setan sudah ribuan tahun tak dapat dihadirkan pada ruang sidang pun hanya sebagau saksi, apalagi untuk bertutur pada para pemuka murka yang sekian zaman telah menulari semesta dengan dongeng titisan benda langit.

Purnama hilang, kita bercinta di puncak Demirkazik, bergelimpang menyusur rimba di bayang pokok-pokok alder, angelica, ash, baranck, beech, boxwood, elm, fig, hornbeam, larch, linden, lilac, maple, sycamore, yew. Tiada kiamat, nafsumu memaki Enki, dia marah mengamuk menyiram darah pada dara. Banjir di Tigris ribuan musim, sudah dilupa. Siapa menerima nubuat, wahyu, ilham?

Bulan darah, kita akan kembali bersua di pelataran sunyi
Di mana jejak dihapus deras angin.
Musim gugur menutupinya dengan dedaun kering
Gaungnya menembus rimba kaca metropolitan
Menggema jauh di dinding-dinding tebing
Liar dan asing…

Berapa pekan silam menyusur pagi sambil memotret bulan nan hilang, kawan membagi sepucuk  surat:


bulan begitu dekat
pada suatu malam
yang sudah tutup
di penghujung hari.

ia hadir dan mengairi
tanah-tanah yang sudah
setengah membatu,
membangkitkan air dari makamnya
yang begitu sendiri dan kesepian.

bulan kini
tak pernah lagi
membalas pesan singkatku.

@poem.by.el


Ahk, musim mengalir. Kita masih suka berkerumun di alang-alang pesisir, memotret twilight, lalu patungan memesan kopi, ubi goreng, kadang vodka dan bir.

Bulan darah entah di mana. Sore, angin deras, langit berawan jingga kuning kelam merekah: ngedit di sini, menenun huruf, teks, memulai cerita dari hal-hal sederhana, misalnya aroma anyir menguap sepanjang alir tepi mimpi nan kumal dan kumuh. Jauh di udik, pemukiman berjejal. Anak-anak bermain, berenang di air keruh ketika musim hujan tiba. Mereka bergerombol menembang hingga bulan retak surut di belakang gedung-gedung. (*)