Saturday, December 21

Mafia Tanah ‘Bermain’ di Gowa


23 April 2021


Klaim Hak | Permainan Mafia Tanah | Tinjau Ulang Putusan M.A. | Sengketa Tombolo Tunggu Implementasi Aturan


Kami ingin menegaskan, baik dalam Undang-Undang Dasar 1945, maupun apa yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, bahwa, tidak ada istilah tanah milik Negara, yang ada adalah tanah yang dikuasai Negara.


Oleh: Parangsula


Gambar: Jalan depan seputaran tanah sengketa


MENILIK obyek lahan – yang saat ini menjadi sengketa – antara Hj Andi Fauziah dengan Yenny Nios di Kelurahan Tombolo, Kecamatan Somba Opu, Gowa, Sulawesi Selatan. “Sejak dulu kami memang sudah ada di sini, tinggal dan bergaul dengan masyarakat di sini. Jadi masyarakat di sini mengenal siapa yang punya tanah ini, seperti kami mengenal sejarah tanah ini.  Kami tahu batas-batasnya, puluhan tahun silam batasnya pematang sawah dan jalan Letjen Hertasning. Posisi saat ini, sebelah timur ada pemukiman penduduk, sebelah barat ada tempat usaha Wijaya Motor, sebelah selatan ada pilar pembatas, dan di utara jalan Tun Abdul Razak. Kami berusaha di sini, kami membangun masjid, sehingga masyarakat di sini juga mengenal kami,” tutur Drs Abdul Latif Hafid, menyinggung lokasi tanah yang dimaksud.  

🖇Baca Artikel Terkait di: BPN Gowa Keliru Terbitkan Hak Atas Tanah

Kenapa jadi persoalan di tanah tersebut? Para pihak mensinyalir ada permainan ‘mafia tanah’ sehingga kepemilikan tanah menjadi kabur. “Jelas di sini ada permainan mafia tanah, dan institusi negara patut diduga terlibat bermain di dalamnya,”kata Amiruddin SH Kr. Tinggi, Ketua DPP LSM Gempa Indonesia, saat berbincang di lokasi, jalan Tun Abdul Razak, Selasa, 20 April 2021.

Hakim Agung Akomodir Kasasi yang Menyimpang

Menyinggung Putusan Mahkamah Agung Nomor 2785 K/Pdt/2020, Tanggal 3 Nopember 2020, Padeng Gervasius, SH, kuasa hukum Hj Andi Fauziah, menyebut bahwa putusan itu keliru sebab masih mengakomodir putusan kasasi yang menyimpang. “Kami menemukan dalam putusan itu Hakim Agung sudah keliru, dan putusan kasasi yang menyimpang masih dibenarkan Mahkamah Agung. Mestinya, sebegai perwakilan institusi negara, M.A., selayaknya menerapkan regulasi yang benar untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka berdaulat, adil dan makmur, sebagaimana yang diamanatkan regulasi. Ternyata tidak dalam putusan perkara tanah di Tombolo, Gowa, institusi ini salah terapkan regulasi bahkan menabrak aturan yang sudah ditetapkan negara,” tegas Padeng Gervasius, SH.

Sejumlah hal diminta kuasa hukum Hj Andi Fauziah agar ditinjau ulang oleh negara, dalam hal ini benteng regulasi pengambil keputusan, pihak pengadilan, dan seterusnya, yakni: SPPT PBB Tahun 2006 No. 73.06040.010.001-0086-0 pada tanah seluas 298.525 meter persegi atas nama PT Timurama — Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Tanah tertanggal 17-4-2006 yang merujuk pada Pasal 3 PP. No.224/1961 — Surat Pernyataan Riwayat Penguasaan Tanah tertanggal 17-4-2006 — berikutnya Surat Pernyataan Penyerahan atau Pelepasan Hak Atas Tanah tertanggal 28-2-1997. “Alas hak tersebut telah ditolak, dan dalam temuan kami, dokumen-dokumen tersebut tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Histori ini sudah kami pelajari, dan bukti-bukti pemalsuannya ada. Hal-hal tersebut yang mendasari kami menuntut agar diterapkan Pasal 108 ayat 1, 2 dan 4 KUHAP tentang Hak dan Kewajiban melaporkan kejadian pidana juncto pasal 103 ayat 1 KUHAP tentang laporan atau pengaduan tertulis juncto pasal 1 butir 24 KUHAP tentang Laporan juncto PASAL 1 butir 14 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonsia Nomor 6 Tahun 2019 tentang Hak & Kewajiban Berdasarkan Undang-undang untuk menyampaikan kepada pejabat berwenang mengenai telah atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana, supaya menjadi perhatian dari institusi pengayom kebijakan dan keadilan yang dimaksud,” beber Padeng Gervasius, SH.

Tuntutan agar BPN Kabupaten Gowa meninjau kembali surat penguasaan atas tanah kepada Yenny Nios, telah menjadi perbincangan masyarakat Gowa, sehingga para pihal menuntut agar hal itu menjadi perhatian pihak BPN Gowa. “Eksekutif dan legislatif harusnya membuka regulasi, sangat jelas Badan Pertanahan keliru menerbitkan surat. Oleh sebab itu kami terus mendesak mereka supaya meninjau perkara ini,” urai Ir Andi Abdul Hakim, SM MH, praktisi hukum di Sulawesi Selatan.

Sebagaimana diketahui, Polri bekerjasama dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang – Kepala Badan Pertanahan Nasional, telah berketetapan memberantas mafia tanah di seluruh wilayah Indonesia. “Ini yang kami sementara lakukan sekarang, menggandeng semua pihak untuk mendukung kepolisian dan BPN memberantas praktik mafia tanah yang terjadi di wilayah kami. Itulah sebabnya, laporan perkara ini akan kami tindaklanjuti supaya sampai ke tingkat pusat, di Jakarta,” kata Amiruddin SH Kr. Tinggi.

Di sisi lain, Drs Abdul Latif Hafid menyebut yang mana Yenny Nios tidak pernah menguasai tanah di Tombolo. “Dia itu pengusaha di Makassar, mana mungkin Nios mendapat hak atas tanah yang dikuasai negara di luar wilayahnya, sementara kami penduduk lokal, pemilik pasini tanah, justeru seperti dipermainkan atau dipinggirkan oleh ‘mafia tanah’. Makanya, kami menyusun laporannya untuk diteruskan pada para pengambil kebijakan di negara ini, termasuk menuntut supaya pengambil kebijakan di wilayah Gowa supaya paham aturan dan adil dalam mengambil suatu keputusan,” urai Hafid. (*)


Hak jawab selalu diberikan kepada semua pihak bila pemberitaan bertolak belakang dengan fakta dan data.